Abstract

This study aims to determine the implementation of the social story method to improve social interaction skills in hyperactive students at MI darusallam jogosatru. The social interaction of hyperactive children can be seen from the way students interact at school. This study uses experimental research because it influences the influence of the social story method on the social interactions of hyperactive students. The subjects in this study were hyperactive grade 5 students using a single subject design approach by observing hyperactive students and data analysis techniques using graphic analysis techniques. The result of this research is that the social story method can improve the social interaction skills of hyperactive students.

Pendahuluan

Kehidupan bermasyarakat tidak lepas dari kodratnya sebagai makhluk sosial dimana ia harus saling berhubungan dan membutuhkan orang lain. Susanti, Interaksi sosial sangat berkaitan dengan hubungan antar individu, maupun hubungan antar satu kelompok dengan yang lainnya[1]. interaksi sosial terjadi karena kelompok atau individu melakukan kontak sosial dan komunikasi[1].Kemampuan interaksi sosial dapat mempengaruhi penerimaan lingkungan terhadap diri individu, sehingga anak bisa berinteraksi dengan baik di sekolah, teman sebaya maupun keluarga.Pada kenyataanya hubungan pertemanan tidak selalu terjalin dengan baik, dimana dalam berinteraksi atau bersosialisasi anak menunjukkan perilaku yang negatif atau anti sosial terhadapkelompoknya,sepertianakyangmasabodohdengan temannya, suka menggangu temannya atau bahkan melakukan perkelahian.

Menurut Sutherland, interaksi sosial adalah suatu hubungan yang berpengaruh secara dinamis antara individu dengan kelompok dalam situasi sosial[2]. Tohirin, (2006) kesulitan interaksi sosial bisa dilihat pada siswa yang mempunyai gejala-gejala seperti kesulitan untuk menjalin persahabatan, kesulitan dalam berteman, merasa terasing dalam aktifitas kelompok, kurang mampu dalam melakukan penyesuaian dalam aktifitas kelompok, kesulitan mewujudkan interaksi yang harmonis dalam lingkungan sekolah atau keluarga, kesulitan dalam menghadapi situasi sosial yangbaru[3].

Kondisi seperti di atas sudah pernah diteliti oleh Susanti, (2017) pada anak ADHD, yang mengalami kesulitan interaksi sosial[1]. Karena anak memiliki hambatan dalam berinteraksi. Di area sekolah, anak lebih nyaman bermain sendiri karena ia sering diperlakukan buruk oleh temanya, lebih suka berada di dalam kelas yang kecil terdapat teman ABK daripada berada di dalam kelas besar yang ia merasa tidak nyaman[4].

Permasalahan interaksi sosial ini juga terjadi di MI Darussalam Jogosatru pada seorang siswa hiperaktif. Terdapat perbedaan interaksi subyek dengan teman sebaya lainnya. Jika berada di dalam kelas subyek lebih memilih duduk terpisah dengan teman-temannya Jika disuruh pindah ke depan atau sebangku dengan temannya pasti akan selalu ada masalah subyek akan terus menganggu dan berbuat usil sehingga teman-temannya sekelas kurang menyukai perilakunya tersebut. Subyek pernah diperiksa oleh psikolog di RSUD Sidoarjo, sempat juga mengikuti terapi 2x pertemuan. dan didiagnosa tergolong anak hiperaktif dan mempunyai hambatan dalam belajar. Menurut Sa’idah, perilaku yang ditunjukkan anak hiperaktif memiliki ciri-ciri interaksi sosial yang kurang baik[5]. Ciri-ciri tersebut, adalah: tidak mempunyai rasa saling peduli antara siswa, kurang mampu dalam melakukan komunikasi yang baik antara siswa, sulit diajak kerjasama ketika belajar kelompok.

Didalam proses pembelajaran anak hiperaktif harus mendapatkan kenyamanan, yang akan memudahkan dirinya lebih siap menghadapi realitas di luar sekolah yaitu mampu melakukan interaksi sosial dengan baik seperti pengendalian diri dalam tindakan agresi, memiliki daya tahan yang baik terhadap stres, mempunyai rasa percaya diri akan kemampuan interaksi dengan lingkungan sosial[6]. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial menurut Sargent (dalam Santoso, 2014) adalah hakikat situasi sosial, kekuasaan norma- norma yang diberikan kelompok sosial, kecenderungan kepribadian sendiri, kecenderungan sementara individu, dan proses menangapi dan menafsirkan suatu situasi [7]. Dengan demikian penulis menganggap perlu ada usaha atau solusi lain untuk meningkatkan kemampuan interaksi sosial pada siswa hiperaktif.

Teknik yang digunakan untuk meningkatkan interaksi sosial antara lain experiental learning dan layanan bimbingan kelompok. Alternatif lain untuk penanganan siswa hiperaktif dilakukan untuk meningkatkan interaksi sosial yang baik adalah memberi pelatihan, salah satunya dengan menggunakan metode sosial story. Menurut Gray dan Granded (2017) Social Story adalah cerita pendek yang mengambarkan situasi sosial yang disusun berdasarkan sudut pandang yang mudah dipahami anak[1]

Pemilihan metode Social Story sebagai alternatif dipilih berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2017) dengan menggunakan metode Social Story untuk meningkatkan interaksi sosial pada siswa ADHD[1]. Penelitian juga dilakukan oleh Sugiarto, Prambahan, & Pratitis (2004) dengan menggunakan Social Stories Terhadap Kemampuan Berinteraksi Sosial Pada Anak Autis[8].

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan metode penelitian eksperimen. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tipe pra-eksperimen dengan pendekatan single-subject design (SSD). Desain yang digunakan ialah desain A-B yang terdiri dari fase baseline dan fase intervensi (B). Subyek dalam penelitian ini berjumlah 1 orang siswa hiperaktif. Penentuan subyek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.

Variabel dalam penelitian ini adalah kemampuan interaksi sosial. Treatment yang diberikan berupa metode Social Story.Treatment dilakukan sebanyak 12x pertemuan, dengan durasi selama 5-10 menit setiap pertemuan, treatment dilakukan sebelum subyek masuk kelas atau sebelum pembelajaran berlangsung.Teknik pengumpulan datanya menggunakan observasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Participant Observation. Penelitian ini menggunakan 2 observer partisipan. Pencatatan hasil observasi menggunakan model checklist berdasar indikator-indikator kemampuan interaksi sosial yang digunakan dalam proses observasi (pengamatan).

Teknik yang digunakan dalam analisis data penelitian ini adalah analisis deskriptif dalam bentuk grafik. Analisis grafik yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui analisis dalam kondisi dan analisis antar kondisi, dimana setiap analisis memiliki komponen dalam menginterpretasikan hasil penelitian.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Hasil penelitian eksperimen ini menggunakan analisis grafik.Data yang dianalisis berdasarkan data individu yang diperoleh.Dari grafik ini peneliti menggunakan sesuai dengan tipe penelitian single subject desaign yang terdiri dari 2 aspek yaitu kondisi dan antar kondisi.

Figure 1.Perkembangan subyek dalam Kemampuan interaksi sosial

Pada grafik di atas dapat disimpulkan bahwa pada fase baseline pertemuan ke 1 dan 2 subyek memperoleh skor 17 dan pada pertemuan ke 3 subyek meningkat mendapat skor 35. Sedangkan pada fase intervensi subyek mendapatkan skor 26 pada pertemuan ke 1 sampai 6, mendapat skor 35 pada pertemuan ke 7 sampai 10 sedengakan pada pertemuan ke 11 dan 12 subyek meningkat hingga mencapai skor 44. Grafik di atas merupakan akumulasi skor kemampuan interaksi sosial subyek yang telah dicapai pada baseline dan intervensi.Data tersebut menunjukkan bahwa adanya pengaruh dari social story untuk meningkatkan kemampuan interaksi sosial pada siswa hiperaktif.

No Kondisi A B
1 Panjang Kondisi 3 12
2 Kecenderungan Arah
3 Kecenderungan Stabilitas Variabel Variabel
4 Jejak Data
5 Level Stabilitas dan Rentang Variabel 17-35 Variabel 26-44
6 Level Perubahan 35-17+18 44-26+18
Table 1.Rangkuman Hasil Analisa Visual Dalam Kondisi

No Kondisi A-B
1 Variabel yang diubah 1
2 Kecenderungan arah danEfeknya
3 Perubahan stabilitas Variabel ke variabel
4 Perubahan level 26-35(-9)
5 Presentase overlap 25%
Table 2.Rangkuman Hasil Analisis Antar Kondisi

Kesimpulan dari analisis di atas adalah hipotesis dalam penelitian ini diterima, yaitu implementasi metode social story mampu meningkatkan interaksi sosial siswa hiperaktif. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil analisis kondisi yang meliputi kecenderungan arah dan jejak data naik, yang memiliki arti ada peningkatan kemampuan interaksi sosial subyek antara fase baseline dan intervensi, stabilitas data pada fase baseline 0% dan fase intervensi 33,33% sehingga dinyatakan tidak stabil atau variabel karena dibawah angka stabilitas yaitu 85%-90% dan terdapat perubahan level (+18) pada masing-masing fase yaitu baseline dan intervensi. Sedangkan untuk analisis data antar kondisi menunjukkan kecenderungan arah dari positif ke positif, overlap data sebesar 25% yang berarti semakin kecil maka semakin baik pengaruh interval terhadap target behaviornya.

Pembahasan

Hasil analisis data menunjukkan bahwa penerapan metode social story dapat meningkatkan kemampuan interaksi sosial pada siswa hiperaktif, yang artinya kemampuan interaksi sosial siswa hiperaktif dapat ditingkatkan dengan metode social story.

Sementara (Crozier & Tincani, 2005) melaporkan bahwa penggunaan social story dengan isyarat verbal lebih efektif dalam mengurangi perilaku yang tidak pantas daripada cerita sosial saja[9]. Sedangkan menurut Reynhout dan Carter (2007) menyatakan bahwa baik isyarat verbal maupun isyarat visual dengan social story efektif dalam mengurangi perilaku tidak pantas [4].

Social story merupakan metode yang menggunakan pendekatan kognitif - perilaku. Pendekatan ini mengajarkan kepada anak bagaimana mengapresiaikan lingkungan, memunculkan ide untuk menemukan solusi pemecahan masalah sosial yang dihadapi anak, sehingga pada akhirnya anak dapat menerapkan solusi tersebut dalam bentuk perubahan perilaku seperti yang diharapkan (Hallahan & Kauffman, 2006)[10] .

Efektivitas pemberian treatment social story terhadap peningkatan kemampuan interaksi sosial anak hiperaktif juga ditemukan melalui hasil penelitian [1]. Gray and Garand (dalam Susanti, 2017) memperkenalkan metode social story dalam bidang pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus.Social story dengan gaya belajar secara visual, digunakan untuk mengajar anak - anak dengan gangguan autis, dan ADHD mengenai ketrampilan sosial yang menggunakan cerita yang mirip dengan situasi yang sebenarnya[1].

Penelitian ini masih memiliki limitasi. Pertama, peneliti hanya menggunakan satu subyek sehingga skor-skor yang diperoleh tidak dapat dibandingkan dengan yang lain dan peneliti hanya dapat menyimpulkan hasil penelitian secara individual, belum bisa digeneralisasikan. Kedua, belum ada social story yang siap pakai sehingga peneliti membuat social story sendiri. Ketiga, kondisi pada saat penelitian terdapat adanya pademi virus corona sehingga perencanaan penelitian di awal tidak bisa terlaksana sesuai rencana. yang terakhir adalah indikator yang diamati masih belum merupakan perilaku yang observable sehingga sangat memungkinkan terjadinya bias pada observer saat melakukan observasi.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, dapat disimpulkan bahwa metode Social Story dapat meningkatkan kemampuan interaksi sosial pada siswa hiperaktif, khususnya aspek komunikasi dan kontak sosial, karena subyek dapat berinteraksi dengan baik.

References

  1. E. H. Susanti, “Metode social story untuk meningkatkan interaksi sosial siswa ADHD di kelas inklusi SDN karanganyar yogyakarta,” Universitas Negri Yogyakarta, 2017.
  2. zulkifli Matondang, “Validitas dan reliabilitas suatu instrumen penelitian,” Tabularasa PPS unimed, vol. 6, no. 1, 2009.
  3. A. P. Wening, “Persepsi guru terhadap gaya belajar anak,” Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 2016.
  4. A. Rahma, “Social story untuk meningkatkan perilaku disiplin siswa sekolah dasar,” Skripsi, pp. 1–57, 2017.
  5. Nurfajarianti, “Pengaruh strategi pembelajaran true or false berbasis kartu domino terhadap hasil belajar siswa pada materi sistem reproduksi di kelas xi sma negeri 11 makassar,” Skripsi, 2017.
  6. M. Putry, “Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe picture terhadap hasil belajar ips siswa kelas IV SD Negeri I Rajabasa,” Universitas Lampung Bandar Lampung, 2016.
  7. Yuniati, “Meningkatkan Kemampuan Interaksi Sosial Siswa Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Permainan Pada Siswa Kelas VII F SMPN 13 Semarang Tahun Ajaran 2012/2013,” Skripsi, no. Maret, pp. 1–157, 2013.
  8. S. Sugiarto, D. S. Prambahan, and T. Pratitis, “Pengaruh social story terhadap kemampuan berinteraksi sosial pada anak autis,” Anima, Indones. Psychol. J., vol. 19, no. 3, pp. 1–270, 2004.
  9. S. Balakrishnan and A. Alias, “Usage of Social Stories in Encouraging Social Interaction of Children with Autism Spectrum Disorder,” J. ICSAR, vol. 1, no. 2, 2017.
  10. L. Tetzloff, “JAMES M. KAUFFMAN’S IDEAS ABOUT SPECIAL EDUCATION: IMPLICATIONS FOR EDUCATING CULTURALLY AND LINGUISTICALLY DIVERSE STUDENTS,” vol. 30, no. 2002, pp. 68–80, 2015.