Abstract
The purpose of this study was to determine the stress coping of wives undergoing long-distance marriages. The research method uses qualitative methods with a phenomenological approach. Subjects in this study were two wives whose husbands left to work for more than 8 months and had small children. Retrieval of data in this study using the interview method and field notes to each respondent. The results showed that there was coping stress in sailing wives who had long-distance marriages, namely the physical, psychological and social aspects which were stress factors for the wife. The subject's effort to cope with stress is a form of stress coping. The forms of stress coping used by the two subjects were problem focused coping and emotional focused coping in which the subject did problem solving and get closer to God.
Pendahuluan
Kehidupan .berumah tangga tidak terlepas dari keputusan bersama untuk menjalani kehidupan rumah tangga. Ikatan Pernikahan merupakanp ikatan antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia hingga kekal Setelah menikah, pasangan suami istri biasanya menginginkan untuk bisa tinggal bersama dalam satu rumah,namun ada beberapa pasangan yang menjalani pernikahan jarak jauh seperti pasangan yang suaminya bekerja menjadi pelaut. penyebab terjadinya pernikahan jarak jauh adalah factor pekerjaan dengan pertimbangan untuk meningkatkan kehidupan keluarga, mempertahankan karir, pendapatan berpotensip lebih tinggi dan peluang lebih baik untuk kemajuan karir[1].
Menjelaskan Pasangan yang menjalani pernikahan jarak jauh akan menghadapi masalah yang berbeda bahkan lebih kompleks dibandingkan dengan pasangan suami istri yang tinggal bersama. Lebih utama pada masalah komunikasi antar pasangan karena tidak tinggal satu rumah. Selain masalah komunikasi, terdapat juga masalah seperti kurangnya dukungan ketika membuat suatu keputusan yang besar, kelelahan terhadap peran, pekerjaan yang menganggu waktu untuk bersama, kurangnya kebersamaan, dan kurangnya kekuatan ego. [2]
Pada peneliti sebelumnya tentang coping stress pada istri yang suaminya menjadi tenaga kerja di luar negri,[3] merasa bahwa permasalahan ekonomi yang mengharuskan suaminya harus bekerja untuk menjadi tenaga kerjapdi luar negeri dan tekanan mulai muncul ketika istri mengetahui bahwa suaminya telah selingkuh ketika berada di luar negeri. Subjek mengalami stress berupa cemas, jenuh dan bosan berakibat dalam kondisi fisik berupa munculnya hipertensi. Dalam studi ini menemukan bahwa dampak yang muncul akibat hubungan pernikahan jarakpjauh (Long Distance Marriage) kebanyakan bersifat negatif, di antaranya yakni melemahnya hubungan di antara pasangan, merasa kesepian, muncul kecurigaan dari teman dan kerabat, ikatan keluarga yang merenggang, hilangnya kesempatan untuk memiliki anak, seringnya terjadi konflik[4].
Penulis mendapatkan suatu fenomena dimana pernikahan jarak jauh tersebut terjadi akibat adanya tuntutan karir atau pekerjaan yang mengharuskan pasangan atau suaminya harus meninggalkan istri serta anaknya untuk berlayar selama periode tertentu. Stress adalah kondisi yang tidak menyenangkan di mana manusia melihat adanya tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban atau diluar batasan kemampuan individu untuk memenuhi tuntutan tersebut [5]. Sumber stress yang dialami istri ketika berada jauh dari suami. Dengan kata lain istri yang mengalami pernikahan jarak jauh adalah awal mula terjadinya tekanan yang muncul pada istri. Salah satu sumber stress pada seseorang adalah lingkungan yang tidak sehat, peristiwa dalam kehidupan seseorang serta situasi dalam keluarga, sosial dan tempat kerja[6].
Munculnya stresor yang sama akan menimbulkan reaksi atau respon yang berbeda dari setiap orang atau individu. Seseorang individu yang mengalami tekanan dari keluarga, tetangga atau seseorang belum tentu menganggap negatife bagi orang lain tergantung penilaian pemikiran dari seseorang.[7] Penilaian berfikir seseorang berpengaruh pada respon yang akan muncul akan menentukan apakah stresor tersebut berakibat positif atau negatif. Respon stres dapat terlihat dalam berbagai aspek seperti stresor fisik seperti kondisi tempat tinggal yang kurang nyaman, kondisi tubuh yang lemah dan harus menjalankan aktivitas yang berat secara mandiri, stresor psikologi yang dapat mempengaruhi stress seperti prasangka negative, stresor social dapat memicu stress pada subjek seperti terjadi perselisihan antar pasangan dan anggota keluarga[4].
Coping adalah usaha kognitif yang dilakukan oleh seseorang secara terus menerus untuk menghadapi tekanan dari dalam maupun luar diri seseorang. Coping adalah segala usaha, sehat maupun tidak sehat, positif maupun negatif, usaha sadar atau tidak sadar, untuk mencegah, menghilangkan, atau melemahkan stressor, atau untuk memberikan ketahanan terhadap dampak stress. Lebih spesifik menyebutkan bahwa coping dan stres merupakan hasil transaksi antara perilaku dengan lingkungan[8]. Proses coping sendiri merupakan proses yang dinamis antara perilaku dengan lingkungan, sehingga dalam melakukan coping terhadap tekanan yang sangat mengancam, individu akan melakukan coping sesuai dengan pengalaman, keadaan, dan waktu saat individu melakukan coping. [9]
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, dapat dilihat coping stress pada istri yang menjalani relasi jarak jauh dapat memunculkan berbagai masalah yang dapat memicu stres pada istri, untuk dapat mempertahankan rumah tangga maka diperlukan kemampuan melakukan coping stress. Dengan strategi coping yang dipilih maka pernikahan dapat berjalan dengan baik dan memberikan kesejahteraan dan kesehatan psikologis bagi pasangan meskipun tinggal berjauhan. Pada penelitian ini peneliti ingin mencoba mendeskripsikan coping stress pada istri yang menjalani relasi jarak jauh. Penelitian ini juga membahas perilaku yang muncul, dan strategi coping stress yang dipilih untuk menghilangkan stress.[10]
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif fenomenologi yang merupakan hasil dari pengamatan dari suatu fenomena yang berasal dari perilaku subjek yang dimunculkan[11]
Subjek dalam penelitian ini merupakan istri pelayar yang menjalani pernikahan jarak jauh dan berusia 30-36 tahun. Teknik sempling dalam penelitian ini yaitu purposive sampling. Berikut table profile subjek dan profile significant others. [9]
Unit Analisa | Initial | Jenis Kelamin | Usia | Domisili | Bertempat tinggal dengan |
Subjek I | LK | Perempuan | 31 | Sidoarjo | Anak |
Subjek II | LD | Perempuan | 36 | Sidoarjo | Anak |
Unit Analisa | Initial | Jenis Kelamin | Usia | Domisili | Status |
S.O I | W | Perempuan | 50 th | Sidoarjo | Orang tua |
S.O II | L | Perempuan | 38 th | Sidoarjo | Kakak |
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara dan catatn lapangan. Bentuk wawancara yang digunakan adalah wawancara secara mendalam dengan tujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka. Proses catatan lapangan dilakukan untuk mendapatkan data tambahan selama proses wawancara. Menurut Bogdan dan Bikken (1982) catatan ditulis tentang apa saja yang telah didengar, dilihat, dialami dan dipikirkan dalam bentuk pengumpulan data dan gambaran pada data dalam situasi penelitian kualitatif [7]
Kebasahan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kriteria kepercayaan (credibility) dengan menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi yang digunakan adalah teknik triangulasi sumber yaitu membuat perbandingan antara hasilwawancara subjek utama dengan hasilwawancara significant others.[12]
Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik analisis data model Miles & Huberman. Miles & Huberman [8], menyatakan bahwa kegiatan dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai selesai, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display dan conclusion drawing/ verification.
Hasil dan Pembahasan
Faktor yang menyebabkan stress pada istri pelayar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing subjek menunjukkan faktor stress di setiap dimensinya.
Faktor stress | Subjek I | Subjek II |
Stresor fisik | Merasa kondisi fisik yang lemah sehingga sulit melakukan banyak aktivitas dapat memicu stress | Merasa bahwa kondisi tempat tinggal yang kurang layak yang dapat memicu terjadinya stresor fisik |
Stresor psikologi | menghawatirkan suaminya melakukan hal yang negatif sehingga dapat berdampak pada keutuhan rumah tangganya, | prasangka negatif pada suaminya ketika berada di kapal seperti minum-minuman kerar dan konflik yang sering terjadi |
Stresor sosial | merasa bahwa ia mengalami tekanan dikarenakan sering berselisih paham dengan suami karna tidak tau kebiasaan satu sama lain dalam keseharian | merasa memiliki tekanan dikarenakan sering berselisih dengan keluarga suami yang sering menyalahkan subjek dalam hal pekerjaan rumah tangga |
Berdasarkan pemaparan diatas hasil penelitian yang telah dilakukan yang terjadi di sebagian pernikahan yaitu menjalani relasi hubungan jarak jauh, dikarenakan memiliki tuntutan pekerjaan yang mengharuskan salah satu pasangan atau suaminya bekerja diluar daerah dalam waktu yang lama. Dampak dari hubungan jarak jauh ini istri mengalami stres, stresor yang muncul pada istri pelayar yaitu stresor fisik seperti muncul masalah ekonomi dimana subjek belum dapat memperbaiki tempat tinggalnya yang kurang nyaman serta masalah terkait dengan anak yang harus berpisah dengan ayahnya. Kedua subjek juga merasa kesulitan dalam melakukan pekerjaan rumah dengan kondisi tubuh yang lemah. Hal tersebutlah sebagai pemicu stres pada kedua subjek. Keadaan inilah yang sesuai dengan penjelasan yang dikemukakan Khan & Antonucci (1980) stres dapat didefenisikan sebagai sebuah keadaan yang dialami individu ketika ada sebuah ketidak sesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya. Menurut penelitian yangpdilakukan mengenai Stres, Dukungan Keluarga dan Agresivitas pada Istri yang Menjalani Relasi Pernikahan Jarak Jauh yang hasilnya yaitu ada hubungan yang sangat signifikan antara stres dan dukungan keluarga dengan agresivitas pada istri yang menjalani relasi pernikahan jarak jauh[13]. Seperti yang diungkapkan kedua subjek yang sering terjadi perselisihan antara pasangan maupun keluarga.
Coping stress pada istri pelayar
Gambaran Coping Stres s | Subjek I | Subjek II |
Problem focused coping ( instrumental action ) | berusaha bijak dalam mengambil suatu keputusan dalam penyelesaian | Berusaha menjalani komunikasi dengan baik untuk menyelesaikan beban pikiran |
Problem focused coping (Cautiouness) | berhati-hati dalam setiap sikap dan tindakan ketika menghadapi sebuah tekanan ataupun konflik | menunjukkan bahwa apa yang dipikirkan orang lain tidak benar |
Problem focused coping ( Negotiation) | saling menjaga diri dan saling terbuka satu sama lain. | membicarakan dan mencari solusi dengan orang yang terlibat dalam konflik tersebeut |
Emotion focused coping(Escapims) | bersenang-senang sejenak dengan anaknya seperti jalan-jalan dan untuk menghilangkan kejenuhanya. | memilih untuk tidak memikirkan masalahnya dengan merokok,tidur dan makan untuk membuat subjek merasa lebih tenang. |
Emotion focused coping(Acceptance) | menerima konsekuensi yang terjadi ketika menghadapi sebuah konflik s | Menerima situasi berjauhan dengan suami demi memenuhi kebutuhan hidup |
Emotion focused coping(Minimalization) | menolak memikirkan masalah yang subjek hadapi subjek lebih memilih untuk memikirkan hal yang positif | melakukan hal-hal yang positif seperti bersih-bersih rumah, mengikuti pengajian dan bermain dengan anaknya |
Emotion focused coping ( Seeking meaning) | menjadi lebih sabar dan dapat mengambil hikma dari apa yang terjadi | menjadi orang yang lebih sabar, lebih dekat pada anaknya saling memberi dukungan dan dekat dengan tuhan |
Emotion focused coping ( Seeking of emotional social support) | mendapat dukungan moral dari orang-orang terdekatnya ketika kesusahan dan juga sering mendapat pertolongan dari orang tua, tetangga dekatnya ketika suami sedang berlayar. | sering mendapat bantuan dari teman dan orang tuanya ketika mendapat kesulitan yang dihadapi |
Berdasarkan hasilppenelitian, ditemukan beberapa coping yang dilakukan kedua subjek dalam menjalani relasi pernikahannya saat ini. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kondisi stres atau keadaan tertekan yang tidak sesuai dengan harapannya tersebut. [13] coping adalah respon berbentuk perilaku dan pikiran terhadap stres, menggunakan sumber yang ada pada diri individu atau lingkungan, bertujuan untuk mengurangi atau megatur konflik yang terjadi baik internal maupun eksternal.
Mencari dukungan atau Seeking of emotional social support merupakan salah satu bentuk emotional focused coping yang dilakukan kedua subjek. Bercerita tidak selalu menghasilkan solusi, namun dengan bercerita kedua subjek dapat merasa terdukung melalui saran-saran yang diberikan oleh orang terdekat subjek. Kedua subjek juga merasa bebannya menjadi berkurang setelah bercerita. Mencari dukungan sosial termasuk dalam strategi coping yang berfokus pada Hal inilah yang mendukung pernyataan dari Wallace yang mengatakan pengelolaan stres dapat dilakukan dengan beberapa cara[4], salah satunya time management seperti seseorang yang dapat melakukan waktu luang bersama orang terdekat dalam berbagi cerita
Kedua subjek juga melupakanp masalah yang terjadi untuk mengurangi kondisi stres yang sedang dialaminya. Hal ini dilakukan mengurangi kondisi subjek saat tertekan. Jalan-jalan dan bersenang-senang dapat membuat kedua subjek melupakan persoalan yang terjadi walaupun hanya sejenak. Makan, tidur dan jalan-jalan merupakan bentuk pelampiasan yang digunakan oleh kedua subjek. Kedua subjek mengungkapkan bahwa dengan melupakan sedikit masalahnya dirinya dapat mengurangi tekanan yang menjadi beban pikiranya. Shenkman, mengungkapkan bahwa melupakan masalah merupakan strategi coping yang berjenis emotion focused coping dan dikategorikan sebagai Escapims[14]
Perasaan tertekan dan sedih yang dialami saat menjalani relasi pernikahan jarak jauh ketika berselisih paham dengan keluarga maupun pasangan terkadang menimbulkan konflik, namun hal tersebut dapat dihindarkan saat subjek mengingat anak.[15] mengungkapkan bahwa beberapa pasangan mempertahankan rumah tangga demi masa depan anak-anak. Mengingat anak untuk mempertahankan dan mencapai penyesuaian pernikahan yang baik termasuk dalam strategi coping dengan jenis emotion focused coping. Hal ini karena kedua subjek berusaha menolak memikirkan masalah dan menganggap masalah itu ringan dan tidak ada (Minimalization) demi masa depan anak. koping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping) terjadi saat individu mencoba melupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang telah menekan emosinya[14]
Coping yang dilakukan kedua subjek untuk mencapai penyesuaian pernikahan lainnya adalah Seeking meaning. Peplau dan Sears mengemukakan bahwa Seeking meaning merupakan kecenderungan bahwa ekspektasi yang dimiliki individu akan memengaruhi sikap dan perilakunya [13]. Sejalan dengan strategi yang dilakukan kedua subjek saat mengalami kondisi stres, dimana kedua subjek memilih untuk berpikir positif dan percaya bahwa setiap ada hal baik di setiap masalah. Menurut kedua subjek strategi tersebut berhasil membuatnya merasa lebih tenang dan dapat mengurangi stres yang sedang dialami. bahwa individu yang mencari hikma dan berpikir positif dari setiap masalah termasuk dalam strategi coping yang berfokus pada emosi[4].
Menurut kedua subjek, menyelesaikan masalah merupakan pilihan terbaik sehingga kedua subjek dapat menyelesaikan konflik yang menjadi beban pikiranya dengan saling berkomunikasi dan intropeksi diri. Strategi ini berhasil membuat kedua subjek bertahan dalam kehidupan pernikahannya dan tidak larut dalam masalah yang terjadi dengan suami. Strategi coping yang dilakukan kedua subjek termasuk dalam problem focused coping karena kedua subjek menyelesaikan masalah untuk mengurangi konflik yang terjadi. [2] tentang Keterbukaan Komunikasi Interpersonal Pasangan Suami Istri yang Berjauhan Tempat Tinggal. Hasilnya menyatakan untuk menjaga suatu hubungan saat harus tinggal terpisah diperlukan komunikasi interpersonal yang terbuka satu sama lain. Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa keterbukaan komunikasi lebih banyak dilakukan oleh seseorang yang menjalani relasi pernikahan jarak jauh.
Merasa sedih saat berjauhan dengan suami juga merupakan kondisi stres yang dirasakan kedua subjek saat menjalani relasi pernikahan jarak jauh. Adapun strategi yang dilakukan untuk mengurangi perasaan sedih saat berjauhan dengan suami adalah dengan mempercayai suami. [13]. Rasa percaya merupakan persepsi yang dimiliki individu bahwa pasangannya memiliki kebaikan dan kejujuran. Kedua subjek mengungkapkan bahwa dengan mempercayai suami yang sedang pergi jauh demi mencari nafkah untuk keluarga, dapat mengurangi perasaan sedih yang dirasakan.bahwa rasa percaya merupakan faktor penting demi tercapainya hubungan yang berhasil.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada subjek dalam penelitian ini bentuk coping stress yang dilakukan kedua subjek saat mengalami stres sebagai dampak saat menjalani long-distance married meliputi emotional focused coping dan problem focus coping. yaitu LK dan LD melakukan coping yang positif dan negatif, sehingga kedua subjek dapat bertahan dalam menghadapi masalah. Kedua subjek dalam mengatasi stresnya menggunakan pendekatan aktif, berusaha mencari cara penyelesaian masalah dengan tindakan ataupun mengelola emosi dan pikiran. yang dilakukan kedua subjek untuk mengatasi stres ialah dengan menyelesaikan masalah yang muncul dengan introspeksi diri dan belajar untuk mengatasi, mendekatkan diri kepada Tuhan dengan beribadah dan berdoa, ikhlas dan pasrah, bekerja dalam porsi yang wajar, harmonisasi antara kebutuhan lahir batin dan dunia akhirat dengan beribadah, komunikasi dengan orang lain, dan refresing, berbagi cerita dan masalah dengan suami, keluarga dan teman, mengenali penyebab stres dengan mencari tahu munculnya permasalahan, menangis untuk mengekspresikan emosi, memiliki perencanaan yang baik dalam mengatur waktu Hasil penelitian ini juga menunjukkan terdapat situasi-situasi yang memperberat kondisi istri yang menjalani long distance married atau pernikahan jarak jauh.
References
- Fariyuni Litiloly, “Manajemen Stres Pada Istri Yang Mengalami Long Distance Marriage,” Psikologi, vol. 2, 2014.
- Marini, “Gambaran Kepuasan Pernikahan Istri Pada Pasangan Commuter Marriage,” J. Psikol., 2011.
- Halimatuzzahro, “Coping Stress Isteri yang Suaminya Menjadi Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri,” Psikologi, 2016.
- Andriyani, “Coping Stress Pada Wanita Karier Yang Berkeluarga,” psikologi, pp. 1–10, 2010.
- Litiloly ,“Manajemen stres Pada istri yang mengalami long distance marriage,” J. Fak. Psikol., vol. 2, no. 2, pp. 53–61, 2014.
- Nurul, Kepuasan, “Nilai anak, stres infertilitas dan kepuasan perkawinan pada wanita yang mengalami infertilitas,” no. 1975, 1982.
- I. Supatmi and A. M. Masykur, “‘ Ketika Berjauhan Adalah Sebuah Pilihan ’ Studi Fenomenologi Pengalaman Istri Pelaut yang Menjalani Pernikahan Jarak Jauh ( Long Distance Marriage ),” Psikologi, vol. 7, no. Nomor 1, pp. 288–294, 2018.
- A. Yulianti, “Makna Cinta Istri Yang Menjalani Pernikahan Jarak Jauh ( Long Distance Marriage ) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Psikologi,” psikologi, 2017.
- S. Kasus, D. Ciputih, K. Salem, and K. Brebes, “Jarak Jauh Diajukan Kepada Iain Purwokerto Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial ( S . Sos ) Narti Arfianti Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri ( Iain ) Purwokerto,” 2016.
- I. M. Savitri, “Strategi Coping Dan Subjective Well-Being,” Psikoborneo, vol. 5, no. 2, pp. 331–345, 2017.
- M. Septa, “Coping Stress Pada Beban Kerja Perawat Ruang Unit Pelayanan Intensive Psikiatri,” Psikodimensia, vol. 13;2, 2014.
- D. Untuk, M. Salah, S. Syarat, M. Gelar, S. Psikologi, And P. S. Psikologi, “Perbedaan Kesepian Pada Suami/Istri Yang Tinggal Dalam Satu Rumah Dan Jarak Jauh Skripsi,” 2017.
- K. Margiani, “Stres , Dukungan Keluarga Dan Agresivitas Pada Istri,” vol. 2, no. 3, pp. 191–198, 2013.
- S. L. Naibaho, S. Virlia, F. Psikologi, and U. B. Mulia, “Rasa percaya pada pasutri perkawinan jarak jauh,” vol. 3, no. 1, pp. 34–52, 2016.
- R. Lubis Et Al., “Coping Stress Pada Mahasiswa Yang Bekerja.”