Abstract
This research is motivated by the phenomenon of high grade elementary school students who lack the motivation to learn where these students when facing assignments or homework given by the teacher are not done, rely on homework from smart friends, complain when they get homework, and imitate the work of friends. . This study aims to determine the relationship between school well-being and learning motivation in high grade students at SDN Lambangan. This research includes correlational quantitative research. The population in this study were 83 students consisting of class IV, class V, and class VI. The sampling technique used in this research is saturated sampling. Data collection techniques in this study used 2 scales, namely, the school well-being scale consisting of 42 items and the learning motivation scale consisting of 27 items. The hypothesis in this study is that there is a positive relationship between school well-being and learning motivation in high-class students at SDN Lambangan. The results of this study indicate that the correlation coefficient is 0.420 with a significance value of p = 0.000 <0.05. The result of the determination coefficient test is 0.165 which indicates that the school well-being variable in this study has an influence of 16.5% on the learning motivation variable. These results indicate that the hypothesis proposed in this study is accepted.
Pendahuluan
Setiap orang akan mengalami proses belajar dalam kehidupannya, belajar bisa memungkinkan seseorang untuk membuat perubahan dalam dirinya. , belajar merupakan suatu tindakan untuk melakukan perubahan di dalam diri seseorang yang meliputi perubahan perihal kebiasaan, sikap, tingkah laku, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Perubahan ini merupakan tindakan belajar yang diinginkan, sehingga dapat dikatakan bahwa perubahan yang diinginkan akan menjadi tujuan dari proses pembelajaran.
Motivasi memegang peranan penting dalam proses pembelajaran, karena menggerakkan segala upaya yang dilakukan untuk dapat membelajarkan individu sekaligus mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, hasil belajar akan menjadi optimal kalau ada motivasi [1]. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula kegiatan pembelajaran itu.
Motivasi menggerakkan individu untuk melakukan sesuatu dalam mencapai tujuan yang diinginkannya [2]. Motivasi memiliki peran sangat penting dalam perilaku individu, yang mana dalam hal ini motivasi memberikan pergantian energi pada diri pribadi individu dan ditandai dengan munculnya perasaan serta reaksi untuk mencapai tujuan.
Para siswa pada umumnya belajar dengan teknik menghafalkan apa yang didapat dari penjelasan guru atau buku apabila sudah hafal, maka siswa akan merasa cukup, ini berarti hasil belajar hanya sampai pada tingkat penguasaan. Kemudian terbatasnya sumber-sumber belajar yang menyebabkan aktivitas belajar siswa menjadi kurang optimal dan peran guru dalam mengajar yang kebanyakan menggunakan metode ceramah atau tanya jawab [3]. Kondisi belajar mengajar yang diciptakan dan disediakan oleh guru yang kurang menunjang, serta para siswa yang tenggelam di dalam lingkungan belajar yang kurang menstimulus aktivitas belajar yang optimal, menjadikan perlunya dilakukan penelitian tentang motivasi belajar siswa di sekolah.
Keadaan lemahnya motivasi belajar juga terjadi di SDN Lambangan. SDN Lambangan merupakan sekolah yang menerapkan basis pendidikan Kurikulum 2013 (K-13) dalam pengajarannya, juga berusaha meminimalisir pemberian pekerjaan rumah kepada para siswa sehingga sebisa mungkin tugas dapat diselesaikan di sekolah. Berdasarkan hasil wawancara kepada wali kelas IV dan wali kelas V yang menunjukkan bahwa masih ada siswa-siswi SDN Lambangan saat menghadapi tugas atau PR yang diberikan guru tidak mengerjakan sehingga mendapat hukuman, bergantung pada pekerjaan rumah teman yang pandai, mengeluh saat mendapat PR, mencontoh hasil kerjaan teman, mengerjakan tugas menunggu disuruh dulu.
Fenomena yang ada pada beberapa siswa seperti di atas, menunjukkan rendahnya motivasi belajar siswa. Beberapa karakteristik yang ditemukan sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa indikator motivasi belajar terdiri dari tekun dalam menghadapi tugas, ulet ketika menghadapi kesulitan lebih senang bekerja secara mandiri tidak mudah bosan pada tugas-tugas yang rutin dapat mempertahankan pendapatnya senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal [2].
Setiap siswa mempunyai motivasi belajar yang berbeda, ada yang tinggi dan rendah. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan tekun dalam menghadapi tugas, ulet apabila menghadapi kesulitan, menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah, lebih senang bekerja secara mandiri, tidak cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin, serta senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal. Sedangkan siswa yang memiliki motivasi rendah sebaliknya, siswa mudah menyerah dalam menghadapi tugas maupun kesulitan, tidak peduli pada bermacam-macam masalah, senang bergantung pada orang lain, cepat bosan pada tugas yang rutin, lebih suka memulai yang baru daripada menyelesaikan masalah soal-soal.
Motivasi belajar dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi faktor non-sosial dan faktor sosial, sedang faktor internal meliputi faktor fisik dan psikologis [4]. Selain itu, juga mengatakan bahwa ada faktor lain yang dapat mempengaruhi motivasi belajar yaitu school well-being[5]. School well-being merupakan kondisi yang memungkinkan siswa dalam upayanya untuk memenuhi kebutuhan yang berhubungan dengan keadaan sekolah (having), hubungan sosial (loving), pemenuhan diri (being), dan status kesehatan (health) [6].
Konsep school well-being yang ada di sekolah, menjadikan siswa sehat, merasa bahagia dan sejahtera dalam mengikuti pelajaran di kelas, mampu belajar secara efektif hingga memberi kontribusi positif pada sekolah dan lebih luas lagi pada komunitas Sedangkan siswa yang tidak mendapatkan kenyamanan dan kesejahteraan di sekolah akan dapat melakukan hal-hal negatif seperti membolos, merokok di lingkungan sekolah, tidur di kelas dan tidak mengikuti pelajaran di kelas[7].
Lingkungan sekolah akan memberi pengaruh terhadap kondisi psikologis bagi peserta didik. Lingkungan sekolah yang positif akan menumbuhkan perasaan tenang, nyaman bahkan membahagiakan bagi civitas akademik, baik para peserta didik, guru atau karyawan di lingkungan sekolah tersebut.[8]. Kualitas sekolah sangat mempengaruhi prestasi siswanya. Sekolah yang kurang menyenangkan, menekan, dan membosankan, akan berakibat pada pola siswa yang bereaksi negatif, seperti stres, motivasi belajar rendah, bosan, terasingkan, kesepian, dan depresi [5].
Penelitian ini berfokus pada responden siswa sekolah dasar, anak sekolah dasar adalah individu yang berusia 6-12 tahun atau biasa disebut sebagai periode intelektual. Dimana pada masa ini anak masuk pada tahapan concrete operational yang mulai menunjukkan kemampuan berpikir logis dan konkrit [9].
Pemikiran anak-anak mulai mampu memahami perspektif orang lain dan mereka semakin sadar akan peristiwa-peristiwa yang terjadi dikehidupan mereka. Mereka mulai menyadari bahwa pikiran dan perasaan seseorang adalah unik [10].
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara schol well-being dengan motivasi belajar pada siswa kelas tinggi SDN Lambangan. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara schol well-being dengan motivasi belajar pada siswa kelas tinggi SDN Lambangan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah Adanya hubungan positif antara school well-being dengan motivasi belajar pada siswa.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasional, yaitu penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel tanpa melakukan manipulasi, modifikasi atau tambahan terhadap data yang telah ada [11].
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah school well-beingdan variabel terikatnya adalah motivasi belajar. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas tinggi (4, 5, dan 6) SDN Lambangan yang berjumlah 83 siswa, terdiri dari kelas IV yang berjumlah 27 siswa, kelas V yang berjumlah 27 siswa, dan kelas VI yang berjumlah 29 siswa. Oleh karena itu, yang menjadi subyek penelitian adalah seluruh anggota populasi. Pengambilan sampel menggunakan sampling jenuh. Pengambilan data menggunakan dua skala psikologi yakni skala school well-being dengan 4 aspek diantaranya having, loving, being, dan health. Skala motivasi belajar dengan 6 karakteristik diantaranya tekun dalam menghadapi tugas, ulet ketika mengalami kesulitan, lebih senang bekerja secara mandiri, mudah bosan pada tugas-tugas yang rutin, dapat mempertahankan pendapatnya, senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal. Kedua skala penelitian telah disusun menggunakan model skala Likert. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik statistik korelasi Product Moment Pearson dengan bantuan SPSS 18 for Windows.
Hasil dan Pembahasan
Hasil analisis menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan peneliti adalah diterima, terdapat hubungan positif antara school well-being dengan motivasi belajar. Pernyataan ini dibuktikan dengan nilai koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,420 dengan nilai signifikansi sebesar p = 0,000 < 0,05. Hal ini memiliki arti bahwa semakin tinggi school well-being yang diterima siswa maka semakin tinggi motivasi belajar yang dihasilkan. Sebaliknya, jika school well-being rendah maka motivasi belajar yang dihasilkan akan rendah.
Hasil penelitian terdahulu dengan judul “hubungan school well-being dengan motivasi belajar pada siswa kelas XI MA X”. Hasilnya menjelaskan bahwa ada hubungan positif yang tinggi antara school well-being dengan motivasi belajar, ini berarti semakin tinggi school well-being siswa maka semakin tinggi juga motivasi belajar siswa. Begitupun sebaliknya, semakin rendah school well-being siswa maka akan semakin rendah juga motivasi belajar siswa [12].
School well-being pada siswa dapat dilihat dari penilaian mereka terhadap keadaan sekolah mereka sendiri, peran mereka dalam proses belajar mereka di kelas. Sekolah merupakan konteks lingkungan sosial yang kuat dan potensial sebagai sarana atau tempat perkembangan seorang individu [13]. Terlebih lagi sekolah merupakan sarana yang potensial dalam membentuk kepribadian individu serta konsep sosial yang baik yang akhirnya akan memberikan kesejahteraan itu sendiri terhadap siswa.
School well-being disini tidak menjadi satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar, ada faktor lain yang memiliki skor tinggi yang dapat mempengaruhi motivasi belajar pula, karena pada penelitian ini pengaruh school well-being terhadap motivasi belajar sebesar 16,5%, dan sisanya disebabkan oleh faktor lain, seperti faktor eksternal yang meliputi infrastruktur yang baik, managemen sekolah, interaksi yang baik antara guru maupun teman serta dukungan penuh dari orang tua. Sedangkan faktor internal adalah modal dasar personal siswa yang memiliki dorongan untuk belajar yang tinggi, disiplin yang tinggi, kerjasama yang baik, memiliki strategi belajar yang baik serta inisiatif belajar yang baik [14].
Keberadaan sekolah yang representatif, secara tidak langsung akan memberikan kenyamanan belajar bagi siswa, tata kelola lingkungan yang rapi, kelas yang bersih, dan suasana yang kondusif menjadikan penunjang keberhasilan proses belajar mengajar. Ketika siswa sudah merasa nyaman, maka akan timbul semangat belajar dalam dirinya, siswa tidak akan merasa terbebani dengan pelajaran atau materi yang diberikan oleh guru, siswa akan selalu merasa riang dan senang berada di lingkungan sekolah. Dengan kata lain, penerapan konsep school well-being di sekolah turut membantu siswa untuk memiliki motivasi belajar dalam dirinya [8].
Kondisi eksternal yang berpengaruh pada belajar adalah bahan belajar, suasana belajar, media dan sumber belajar, dan subjek belajar itu sendiri. Suasana belajar yang berkaitan dengan kondisi gedung sekolah, tata ruang kelas, dan alat-alat belajar akan memberi pengaruh pada kegiatan belajar [9]. Apabila keadaan gedung sekolah tidak memadai disetiap kelas, maka dapat menimbulkan rasa tidak nyaman bagi siswa. Selain itu, ruangan kelas juga harus bersih, tidak ada bau-bauan yang dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa [7].
Hasil kategorisasi diketahui bahwa 11 siswa memiliki tingkat school well-being yang tinggi, 56 siswa memiliki tingkat school well-being yang sedang, dan 10 siswa memiliki school well-being rendah. Pada tingkatan motivasi belajar, sejumlah 12 siswa memiliki tingkat motivasi belajar tinggi, 57 siswa memiliki tingkat motivasi belajar yang sedang, dan 8 siswa memiliki tingkat motivasi belajar yang rendah [15].
Hasil lain dari penelitian ini ditemukan bahwa tingkat school well-being serta motivasi belajar pada siswa SD berada pada tingkat sedang. Siswa SD dapat dikatakan memiliki school well-being berkategori sedang artinya ia memiliki kemampuan yang cukup baik dalam menilai dirinya sendiri terhadap lingkungan sekolah, sedangkan pada kategori motivasi belajar yang dialami oleh siswa SD berada pada kategori sedang yang artinya ia cukup baik dalam mempertahankan perilaku pada kegiatan belajar untuk mencapai tujuan.
Simpulan
Hasil analisis penelitian diperoleh koefisien korelasi (rxy) = 0,420 (p = 0,000 < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima. Artinya adanya hubungan positif antara school well-being dengan motivasi belajar pada siswa SDN Lambangan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi school well-being yang diterima siswa maka semakin tinggi motivasi belajar yang dihasilkan. Sebaliknya, jika school well-being rendah maka motivasi belajar yang dihasilkan akan rendah. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa variabel school well-being memberikan pengaruh sebesar 16,5% terhadap variabel motivasi belajar.
Berdasarkan kebutuhannya, siswa diharapkan dapat menyampaikan hambatan dan kesulitan yang dirasakan siswa di sekolah kepada pihak sekolah maupun orang tua. Orang tua dapat memberikan solusi bagi siswa mengenai kesulitan dan hambatan yang siswa rasakan. Selain itu, pihak guru diharapkan mampu menciptakan lingkungan belajar yang baik seperti memodifikasi cara mengajar atau cara penyampaian materi agar siswa lebih bersemangat serta termotivasi untuk belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Pihak sekolah diharapkan mampu meningkatkan sarana dan prasarana agar siswa lebih nyaman ketika belajar maupun beraktivitas di sekolah sehingga memotivasi siswa untuk belajar lebih giat lagi dan membantu siswa dalam memenuhi kebutuhannya melalui penerapan konsep school well-being siswa di sekolah.
References
- Amanillah, S., & Rosiana, D. (2017). Hubungan School Well-Being dengan Motivasi Belajar pada Siswa Kelas XI MA X. Psikologi, 542–547.
- Anderman, E. M. (2002). School Effect on Psychological Outcomes during Adolescence. Educational Psychology, 94(4), 795–809.
- Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Cetakan 15). Jakarta: Rineka Cipta. https://doi.org/Perpustakaan Nasional RI: Katalog dalam Terbitan (KDT)
- Avissina, R. (2015). Hubungan Attachment Terhadap Motivasi Belajar Anak Berkebutuhan Khusus Sekolah Inklusif di SDN Sumbersari 1 & 2 Kota Malang. Psikologi.
- Dalyono, M. (2015). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
- Hamdu, G., & Agustina, L. (2011). Pengaruh Motivasi Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar IPA di Sekolah Dasar. Pendidikan, 12(1), 81–86.
- Hidayah, F. N. (2012). Hubungan Antara Dukungan Orang Tua Dengan Motivasi Belajar Siswa di SD Negeri Bumi I Laweyan Surakarta. Psikologi.
- Hurlock, E. B. (2003). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (D. R. M. Sijabat, Ed.) (Edisi Keli). Jakarta: Penerbit Erlangga.
- Jatmika, H. M. (2005). Pemanfaatan Media Visual dalam Menunjang Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar. Pendidikan Jasmani Indonesia, 3(1), 89–99.Konu, A., & Koivisto, A.-M. (2015). The School Well-Being Profile - a valid instrument for evaluation, (January 2011).
- Jatmika, H. M. (2005). Pemanfaatan Media Visual dalam Menunjang Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar. Pendidikan Jasmani Indonesia, 3(1), 89–99.
- Kawuryan, S. P. (2011). Karakteristik Siswa SD Kelas Rendah dan Pembelajarannya. Pendidikan, 1–6.
- ains, 11(2), 99–108.
- Yusuf, S. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.
- Zulfa, M. A. (2019). Hubungan antara School Well-Being dengan Motivasi Belajar pada Siswa SMA Negeri 6. Psikologi.
- Rachmah, E. N. (2016). Pengaruh School Well Being Terhadap Motivasi Belajar Siswa. Psikosains, 11(2), 99–108.