Abstract

This research is motivated by the phenomenon of members of the Indonesian National Martial Arts Academy Perisai Diri unit SMP X Sidoarjo who experience problems with their emotional regulation abilities. One way that can be used to improve the ability to regulate emotions is to practice meditation. The purpose of this study was to determine the effect of meditation in increasing the ability to regulate emotions in members of the Indonesian National Martial Arts Academy Perisai Diri unit at SMP X Sidoarjo. This study used a pre-experimental method with a one-group pretest-posttest research design. The meditation used is meditation from the Perisai Diri martial arts school, consisting of mindfulness and loving kindness techniques. The subjects in this study consisted of 13 pencak silat members who were given a pretest to measure their initial emotional regulation ability, then meditation treatment was given to the subject, after that a posttest was given after meditation treatment was given to the subject to measure emotion regulation ability. The results of hypothesis testing using the calculation of the Paired Sample t-test showed a significance value of 0.00 (p <0.05), which means that the hypothesis is accepted. Thus, it can be concluded that meditation has an effect on increasing emotional regulation in members of the Indonesian National Martial Arts Academy, the Perisai Diri unit, SMP X Sidoarjo.

Pendahuluan

Pencak silat merupakan sistem beladiri yang diwariskan oleh nenek moyang sebagai budaya bangsa Indonesia sehingga perlu dilestarikan, dibina serta dikembangkan [1]. Falsafah pencak silat adalah falsafah budi pekerti luhur yaitu memandang budi pekerti luhur sebagai sumber dari keluhuran sikap, perilaku, dan perbuatan manusia yang diperlukan untuk mewujudkan cita-cita agama dan moral masyarakat sebagai pengendalian diri, manusia yang memiliki budi pekerti luhur atau pengendalian diri yang tinggi maka akan dapat memenuhi kewajiban luhurnya sebagai makhluk Tuhan, makhluk pribadi, makhluk sosial dan makhluk alam semesta [1].

Pada tanggal 14 Desember 2019 Unesco telah menetapkan pencak silat sebagai warisan budaya tak benda pada sidang ke-14 Intergrovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage (IHC) di Bogota, Kolombia. Secara umum pencak silat merupakan suatu metode beladiri yang diciptakan untuk mempertahankan diri dari bahaya yang dapat mengancam keselamatan dan kelangsungan hidup. Pencak silat memiliki empat aspek utama yang diajarkan, yaitu aspek mental, seni, beladiri, dan olahraga.

Pada aspek mental spiritual, pencak silat lebih menitik beratkan pada pembentukan sikap dan kepribadian [1]. Berdasarkan aspek mental spiritual salah satu pembentukan siap dan kepribadian yang dapat dibentuk pada seorang pesilat yaitu kemampuan didalam diri untuk dapat mengelola emosi-emosi negatif agar menjadikan pesilat terebut memiliki budi pekerti yang luhur. Pencak silat mengajarkan kita untuk dapat menjalain hubungan yang baik dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan [2].

Setelah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Unesco, kini pencak silat diwajibkan dalam kurikulum pendidikan serta kegiatan ekstrakulikuler di sekolah baik pada tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga tingkat sekolah Menengah Atas (SMA). Pada saat ini banyak siswa termotivasi untuk mengikuti ekstrakulikuler pencak silat, motivasi terebut ada yang mengikuti karena ingin mendapatkan prestasi dibidang non akademik, ada yang ingin mempelajari ilmu beladiri, dan ada yang ikut karena pengaruh lingkungan sosialnya karena ingin mendapatkan status atau kedudukan didalam perguruan pencak silat tersebut.

Berdasarkan klasifikasi usianya siswa SMP termasuk pada masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Masa remaja memiliki suatu tugas yaitu proses pencarian jati diri, dan mengambangkan potensinya. Akan tetapi, harapan dari para remaja tersebut terkadang tidak dapat terwujud dengan mudah karena terdapat perubahan dalam hidupnya, seperti perubahan dalam fisik, emosi, dan psikososial[3].

Pada masa remaja cenderung memiliki emosi yang meledak-ledak dan tidak stabil sehingga menyulitkan remaja dan lingkungan sekitarnya terutama orang tua dan guru untuk memahami para remaja [4]. Menurut Goleman, (2002) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak [5].

Terdapat dua macam emosi, yaitu emosi positif dan emosi negatif. Menurut Fisher (2001) emosi positif meliputi perasaan seperti kebahagiaan, kegembiraan, kegirangan, rasa tertarik, dan rasa cinta. Sedangkan emosi negatif meliputi rasa marah, cemas, takut, iri hati, bosan, benci, dan kegusaran [6]. Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengekspresikan dan mengelola emosinya. Kemampuan tersebut merupakan regulasi emosi.

Regulasi emosi adalah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respoon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku [7]. Seseorang dengan kemampuan regulasi emosi yang baik mampu mengendalikan dorongan untuk tidak melakukan perilaku yang impulsif dan bertindak negatif [7]. Regulasi emosi yang tepat meliputi kemampuan untuk mengatur perasaan, reaksi fisiologis, kognisi yang berhubungan dengan emosi, dan reaksi yang berhubungan dengan emosi [8].

Kemampuan regulasi emosi sangat dibutuhkan pada remaja dalam kesehatan psikologisnya. Remaja yang memiliki kemampuan regulasi emosi yang baik dapat mengatasi perasaan sedih, putus asa, kecewa sehingga dapat menghindari resiko terjadinya depresi. Hal ini diperkuat oleh penelitian sebelumnya [9] yang menunjukkan bahwa kemampuan regulasi emosi yang baik merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi resiko depresi pada remaja.

Remaja yang memiliki kemampuan regulasi yang rendah cenderung mengalami kesulitan untuk mengelola emosi negatif pada dirinya sehingga emosi negatif tersebut mendominasi diri remaja hingga menghasilkan perilaku yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain serta tidak sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat dan agama.

Pada umumnya para remaja masih banyak yang belum memiliki kemampuan regulasi dengan baik, permasalahan kemampuan regulasi emosi ini juga terjadi pada siswa anggota pencak silat unit SMP X Sidoarjo, hal ini terlihat berdasarkan dari hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti dengan salah satu pelatih silat. Pelatih tersebut mengatakan :

“Kemampuan kontrol emosi atau regulasi emosi ya mas, dalam silat ini sangat penting sekali untuk dimiliki oleh siswa” yang mengikuti ekstrakulikuler pencak silat karena pencak silat tidak hanya mengajarkan tentang ilmu beladiri saja, namun juga membentuk kepribadian silat tersebut untuk memiliki akhlak yang baik dan berguna bagi bangsa Indonesia. Akan tetapi hal tersebut butuh proses yang panjang dalam pembentukannya.

Disini yang ikut ekstra mayoritas masih siswa SMP dan cenderung emosi anak-anak ini belum stabil ya mas. Terkadang ada anak-anak waktu latihan bercanda sendiri terus kebablasan bercandanya, akhirnya sampai bertengkar. Terus saya lerai, ini biasanya ada yang saling mengejek terus emosinya ndak bisa terkontrol akhirnya bertengkar. Ada juga yang ketika berlatih kurang fokus, lalu kena tendang atau pukul misalnya akhirnya ada yang ndak terima terus bertengkar.

Jenis latihan yang paling banyak menguras emosi ini biasanya dikategori fighter ya mas, jadi pada kategori ini dituntut memiliki fisik, teknik yang bagus, serta kemampuan mengendalikan diri yang bagus pula misalnya kontrol emosi atau regulasi emosi tadi yang mas sebutkan. Nah, Pada tahun 2019 kemarin waktu pertandingan Kejurnas antar pelajar ada beberapa atlet yang saya bawa tidak dalam performa bagus ketika bertanding karena kemampuan regulasi emosinya tadi kurang baik, jadi ketika bertanding, dia kepancing emosinya, akhirnya dia tidak kontrol, pola permainannya dan strateginya pun berubah. Akhirnya kacau mas, jadi kalah kelak poinnya. Dia yang saya targetkan dapat juara 1 akhirnya cuma dapat juara 2 karena tersulut emosi tadi. Itu kalau gambarannya dikategori fighternya.

Pada kategori Seni atau kerapian juga sama, kalau ada anak yang kemampuan regulasi emosinya kurang bagus, dia waktu tampil merasa nervous, kalau rasa tersebut menguasai dirinya, ketika dia tampil akhirnya ngeblank atau lupa gerakannya. Nah kalau kategori seni atau kerapian ada gerakan yang lupa jelas akan terjadi pengurangan poin mas. Jadi, pada intinya ada permasalahan regulasi emosi pada siswa anggota silat kami sehingga mempengaruhi performanya baik ketika latihan atau pada saat bertanding.”

Kemudian peneliti melakukan wawancara dengan beberapa anggota pencak silat. Hasil wawancara dengam siswa pertama :

“Ketika dihadapkan situasi yang membuat saya emosi, misalkan saya diganggu oleh teman saya seperti diejek atau dijaili ya mas, saya biasanya langsung membalasnya, saya langsung mengejeknya atau membalas memukul kalau dia jail. Terkadang kalau emosi saya meluap, saya merasa marah dan langsung menantang dia untuk berkelahi sekaligus saya juga ingin menerapkan ilmu silat saya yang selama ini saya latih”.

Hasil wawancara pada siswa kedua :

“Saat berlatih tarung atau saat pertandingan ya mas itu sangat menguras emosi dan fisik sekali. Kita harus terus fokus saat bertarung, akan tetapi yang namanya bertarung kita selalu berbenturan secara fisik seperti kena pukulan, kena tendangan bahkan kena bantingan terkadang emosi saya langsung meluap untuk segera membalas serangannya agar poin saya tidak tertinggal terlalu jauh. Namun pada saat emosi menguasai saya, justru saya tidak dapat membalas seranganya melainkan saya terperangkap masuk dalam permainannya. Jadi, saat itu benar-benar membuat pikiran saya buntu, taktik serangan tidak berjalan secara efektif. Hingga pelatih menginstruksikan saya untuk kembali tenang dan tidak tersulut oleh emosi pada babak berikutnya baru permainan saya mulai berjalan baik. Tetapi saya akui mas, saya ketika bertanding atau berlatih tarung cukup sulit untuk mengendalikan emosi saya”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat ditemukan permasalahan regulasi emosi yang dilakukan oleh anggota pencak silat Kelatnas Perisai Diri uni SMP X Sidoarjo berupa emosi yang mudah terpancing saat terkena tendangan atau pukulan baik saat latihan maupun bertanding, marah saat ada yang mengejek atau mengganggu dan menantang baik sambil menerapkan imu hasil latihannya, merasa tegang sebelum bertanding sehingga lupa terhadap gerakannya. Permasalahan ini yang menyebabkan menurunnya performa siswa anggota pencak silat pada saat berlatih maupun bertanding.

Salah satu sarana yang dapat untuk meningkatkan regulasi emosi yaitu dengan melakukan meditasi. Kegiatan ekstrakulikuler di SMP X Sidoarjo yang mengajarkan meditasi yaitu perguruan silat Kelatnas Indonesia Perisai Diri. Perisai Diri merupakan perguruan pencak silat yang didirikan pada tanggal 2 Juli 1995 di kota Surabaya oleh Raden Mas Soebandiman Dirdjoatmodjo. Terdapat tiga aspek penting yang diajarkan yaitu silat/teknik, pernafasan, dan kerohanian. Pada aspek kerohanian ini siswa akan diajarkan mengenai hening atau istilah umumnya adalah meditasi.

Meditasi merupakan teknik atau metode latihan yang bertujuan untuk melatih perhatian guna meningkatkan kesadaran, yang selanjutnya dapat membuat proses-proses mental lebih terkontrol [10]. Pada umumnya meditasi mengacu pada keadaan pikiran dibiarkan agar menjadi terpusat dan tenang serta keadaan tubuh menjadi rileks. Meditasi juga melatih seseorang untuk dapat sadar terhadap pikiran yang mengalir. Pada dasarnya pikiran akan selalu mengalir dalam kesadaran, pikiran tersebut mengalir satu persatu maupun sekaligus. Fenomena tersebut merupakan sifat dasar pikiran. Hal ini yang membuat tujuan meditasi untuk tidak mengidentifikasi diri melalui suatu pikiran, bukan untuk menghilangkan suatu pikiran [11]. Meditasi sejatinya memiliki pendekatan bernuansa psikologis, memiliki metode empiris, dan bertujuan untuk therapeutic [11]. Jenis-jenis meditasi yang sering digunakan secara umum yaitu, pertama meditasi konsentrasi, meditasi mindfulness, dan meditasi loving kindness.

Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa meditasi memberikan manfaat pada remaja yaitu diantaranya pelatihan meditasi memberi pengaruh terhadap penurunan tingkat distres remaja yang mengalami kehamilan [12]. Selanjutnya meditasi terbukti dapat menurunkan emosi negatif dan kecemasan pada mahasiswa [13]. Kemudian penelitian lain menunjukkan hasil bahwa terdapat peningkatan regulasi emosi pada remaja setelah melakukan meditasi [14]. Meditasi dapat membantu individu memunculkan lebih banyak emosi positif, mempertahankan stablilitas emosi dan terlibat dalam perilaku yang penuh kesadaran [14].

Berdasarkan fenomena di atas dan penelitian-penelitian terdahulu pentingnya mendapatkan solusi untuk meningkatkan masalah rendahnya kemampuan regulasi emosi pada remaja. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh meditasi dalam meningkatkan regulasi emosi pada anggta pencak silat Kelatnas Indonesia Perisai Diri Unit SMP X Sidoarjo.

Metode Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan metode pre-eksperimen dengan desain penelitian menggunakan One Groups Pretest-Posttest Design. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa anggota pencak silat Kelatnas Perisai Diri unit SMP X Sidoarjo yang berjumlah 13 siswa.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu skala regulasi emosi dengan menggunakan bentuk skala Likert, dengan realibilitasnya sebesar (α = 0,847). Skala regulasi emosi ini mengukur aspek-aspek berdasarkan teori dari Gross (2007) yaitu Strategies to emotion regulation (strategies), Engaging in goal directed behavior (goals), Control emotional responses (impulse), Acceptance of emotional response (acceptance).

Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji paired sample t-test yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan skor pretest dan posttest pada subjek penelitian setelah diberikan treatment meditasi. Hipotesis penelitian ini diterima apabila nilai signifikansi (nilai sig 2-tailed) < dari 0,05. Proses analisa pada penelitian ini dibantu denan menggunakan perhitungan statistik komputer dengan softwar SPSS 18.0 for windows.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Pretest Postest
N 13 13
Normal Parametersa,b Mean 120,46 125,31
Std. Deviation 13,226 12,996
Most Extreme Differences Absolute ,149 ,160
Positive ,149 ,157
Negative -,096 -,160
Kolmogorov-Smirnov Z ,537 ,577
Asymp. Sig. (2-tailed) ,935 ,893
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Table 1.Hasil Uji Normalitas

Berdasarkan hasil uji normalitas dengan menggunakan uji Kolomogorov-Smirnov menunjukkan skor pretest memperoleh nilai sebesar 0,935 > 0,05 yang artinya distribusi data pretest tersebut normal. Sedangkan pada skor posttest memperoleh nilai sebesar 0,893 > 0,05 yang berarti distribusi data pada posttest tersebut normal.

Paired Samples Test
Paired Differences
Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference t df Sig. (2-tailed)
Lower Upper
Pair 1 Pretest - Postest -4,846 3,412 ,946 -6,908 -2,784 -5,121 12 ,000
Table 2.Hasil Uji Hipotesis

Berdasarkan tabel 1 di atas diketahui taraf nilai signifikansi (2-tailed) memiliki nilai sebesar 0,000 < dari 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima pada penelitian ini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh meditasi dalam meningkatkan regulasi emos pada anggota penak silat Kelatnas Indonesia Perisai Diri unit SMP X Sidoarjo.

Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pretest 120,46 13 13,226 3,668
Postest 125,31 13 12,996 3,604
Table 3.Hasil Uji Paired Samples Statistics

Berdasarkan tabel 2 diketahui nilai pretest diperleh rata-rata (Mean) sebesar 120,46. Sedangkan untuk nilai posttest diperoleh rata-rata (Mean) sebesar 125,31. Berdasarkan nilai rata-rata pretest sebesar 120,46 < dari nilai posttest 125,31 yang artinya terdapat perbedaan rata-rata skor yang diperoleh antara nilai pretest dan posttest.

Pembahasan

Berdasarkan dari hasil uji hipotesis menunjukkan nilai singifikansi sebesar 0,00 (lebih kecil dari 0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis yang telah diajukan oleh peneliti diterima, yaitu “ada pengaruh meditasi dalam meningkatkan regulasi emosi pada anggota pencak silat Kelatnas Indonesia Perisai Diri unit SMP X Sidoarjo. Pada perhitungan paired sample statistic diperoleh hasil Mean pada pretest sebesar 120,46. Sedangkan hasil Mean pada posttest sebesar 125,31. Hal tersebut menunjukkan terdapat peningkatan regulasi emosi pada anggota pencak silat Kelatnas Indonesia Perisai Diri unit SMP X Sidoarjo.

Berdasarkan perhitungan kategorisasi pada pretest 76,9% pesilat memiliki kategori regulasi emosi yang sedang, dan 15,4% pesilat yang memiliki kategori tinggi, sedangkan pesilat yang memiliki kategori rendah sebesar 7,7%. Pada perhitungan posttest kategori pesilat yang memiliki regulasi emosi tinggi sebesar 15,4%, dan kategori sedang sebesar 76,9%, sedangkan kategori rendah sebesar 7,7%.

Pada saat awal pemberian treatment terdapat beberapa subjek penelitian yang mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi ketika melakukan meditasi, ada yang melamun, ada yang kurang memperhatikan ketika dijelaskan materi meditasi oleh trainer. Ketika melakukan meditasi juga ada yang tidak fokus, ketika partisipan lainnya memejamkan mata mengikuti instruksi trainer, salah satu subjek ini tidak memejamkan mata dan melihat sekeliling subjek penelitian lainnya. Hal ini dikarenakan masih tahap awal untuk pembiasaan melakukan meditasi.

Ketika pertemuan kedua subjek penelitian sudah mau memperhatikan trainer ketika memberi penjelasan materi meditasi selanjutnya. Selanjutnya setelah beberapa pertemuan sujek penelitian mengalami perubahan yaitu terdapat peningkatan fokus ketika melakukan meditasi, selain itu setelah meditasi selsesai kemudian melakukan latihan pencak silat. Ketika berlatih mayoritas subjek mengalami perubahan tingkat fokus sehingga proses berlatih juga berjalan dengan baik.

Setelah proses latihan meditasi selesai, trainer memberikan sesi diskusi kepada subjek dan menanyakan hasil dari latihan meditasi yang sudah diterapkan selama beberapa sesi kepada subjek. Mayoritas subjek penelitian merasakan hati yang tenang dan merasa damai setelah melakukan meditasi, selain itu subjek juga merasa lebih fokus dan mudah untuk berkonsentrasi.

Dari penejelasan di atas, hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang berjudul meditasi meningkatkan regulasi emosi pada remaja, penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan regulasi emosi pada remaja setelah melakukakan meditasi [14].

Penelitian lain yang menunjukkan bahwa meditasi memiliki peran penting dalam kemampuan regulasi emosi karena meditasi dapat membantu individu untuk memuncukan emosi positif lebih banyak, serta dapat mempertahankan stabilitas emosi dan terlibat dalam perilaku yang penuh dengan kesadaran. Individu yang melakukan meditasi menunjukkan volume materi abu-abu yang lebih besar pada korteks orbito-frontal pada bagian kiri dan volume hippokampus pada bagian kanan lebih besar [15]. Bagian kedua otak tersebut yang memiliki peran penting dalam kemampuan regulasi emosi dan pengontrolan respons pada individu [15].

Penelitian terdahulu mengenai meditasi menemukan adanya perubahan gelombang otak yang dibagi menjadi empat tahap. Pertama, dalam lima puluh menit gelombang otak berubah dari betha ke alpha. Kedua, gelombang otak menjadi halus, sekitar 50% gelombang alpha muncul ketika subjek menutup mata. Ketiga, gelombang otak semakin lambat dan halus. Keempat, gelombang otak berubah menjadi gelombang tetha, gelombang otak yang pada umumnya muncul pada saat tidur atau mimpi. Terakhir perubahan gelombang semakin haus dan menjadi gelombang deltha yang sangat lambat. Ditemukan juga bahwa semakin lama seseorang berlatih meditasi, semaking halus gelombang otaknya. Perubahan-perubahan gelombang otak ini merupakan indikasi dari adanya perubahan tingkat kesadaran dan sangat erat berhubungan dengan pengalaman-pengalaman transendental [10].

Pada saat pesilat sebelum melakukan latihan silat dimulai dengan memberikan meditasi mindfulness dengan menggunakan cara menghitung nafas, dan pernafasan. Meditasi menggunakan cara menghitung nafas dan pernafasan (meraskan keluar serta masuknya nafas) pada mulanya digunakan untuk melatih konsentrasi subjek penelitian.

Kemampuan konsentrasi yang baik pada umumnya dapat menunjang keberhasilan meditasi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian terdahulu [16] bahwa penunjang keberhasilan meditasi adalah kemampuan individu untuk mempertahankan fokus terhadap objek meditasi.

Kemampuan konsentrasi ini terlihat setelah pesilat melakukan meditasi kemudian berlatih silat yang diinstruksikan oleh pelatih. Pesilat lebih terfokus dan menunjukkan performa yang baik ketika berlatih silat yaitu ditunjukkan ketika pesilat mampu menghafalkan materi yang disampaikan oleh pelatih. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya [2] yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh meditasi terhadap peningkatan akurasi tendangan pada atlet pencak silat. Hal ini menunjukkan bahwa akurasi tendangan sangat membutuhkan konsentrasi agar kefokusan sasaran tendangan menjadi akurat. Konsentrasi yang tinggi membutuhan latihan ketenangan yang dapat dilakukan dengan metode meditasi.

Terdapat penelitian lain yang menunjukkan bahwa terdapat penurunan pada aspek-aspek distres kehamilan dan mampu meningkatkan kemampuan mindfulness yang ditandai dengan adanya kesadaran, fokus pada saat ini, dan sikap responsif pada remaja yang mengalami kehamilan pranikah [12].

Pada latihan meditasi mindfulness, subjek juga diajarkan untuk melatih kesadaran yaitu dengan cara merasakan dan menyadari keluar masuknya nafas seperti mengalir apa adanya. Latihan meditasi mindfulness juga dapat membantu individu untuk mengelola emosi negatif. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya [13] yang menunjukkan bahwa mindfulness dapat menurunkan pengalaman emosi marah secara siginifikan setelah proses induksi emosi.

Terdapat penelitian lain yang mendukung yaitu apabila dapat menyadari bahwa emosi negatif tersebut bersifat sementara akan dapat mengurangi evaluasi diri yang negatif, dapat meningkatkan toleransi terhadap perasaan yang negatif, serta dapat membantu mengembangkan empati dan self compassion. Latihan mindfulness juga meningkatkan kemampuan atensi, hal ini didukung oleh terjadinya perubahan pada bagian frontal korteks cingulate (ACC) dan korteks prefrontal (PFC). Kedua bagian ini memiliki peran dalam emosi individu [17].

Seseorang pesilat dididik secara fisik, mental, dan spiritual. Ketiga aspek tersebut menjadi satu - kesatuan untuk menjadikan pesilat tersebut menjadi manusia yang sejati. Pada saat latihan selesai, pesilat kemudian diajarkan meditasi loving kindness dengan cara menggunakan mantra atau dzikir.

Dzikir yang digunakan saat bermeditasi yaitu membaca La illa haillallah, Hu Allah, atau Urip (dalam istilah mantra Jawa) dan secara bersamaan dengan merasakan keluar masuknya nafas, serta mendoakan semoga semua makhluk hidup diberikan keberkahan. Hal ini bertujuan untuk memancarkan cinta kasih terhadap sema makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia sejatinya diciptakan Tuhan di dunia memiliki tugas untuk menjadi khalifah di bumi atau dalam filosofi Jawanya yaitu Memayu Hayuning Bawana.

Individu yang bermeditasi loving kindness mengalami peningkatan pada volume materi abu-abu di angular sebelah kanan gyrus parahippocampal dan posterior gyrus parahippocampal. Kedua bagian otak tersebut merupakan bagian pada korteks serebral yang memiliki peran penting terhadap kemampuan regulasi emosi, kontrol diri, kemampuan empati, mood dan kecemasan [18]. Penelitian lain yang menunjukkan bahwa individu yang melakukan meditasi loving kindness memiliki kemampuan untuk memberi perhatian dan kebaikan terhadap diri sendiri saat menghadapai berbagai macam kesulitan dalam hidup ataupun terhadap kekurangan yang ada dalam diri [19].

Pada penelitian ini juga tidak luput oleh keterbatasan – keterbatasan. Keterbatasan pada penelitian ini yaitu waktu pelatihan meditasi yang kurang efektif, serta dengan adanya pandemi covid 19 yang melanda diseluruh dunia menyebabkan banyak sekali kendala pada setiap bidang, termasuk dalam bidang pendidikan juga. Jadwal pelatihan meditasi yang tidak dapat dilakukan selama setiap hari akhirnya menyebebabkan peneliti dan pelatih melakukan himbauan kepada subjek untuk melakukan meditasi seara mandiri di rumah. Hal tersebut juga memungkinkan subjek tidak melakukan meditasi setiap hari agar pelatihan meditasi berjalan dengan baik.

Frekuensi serta intensitas waktu latihan meditasi dapat mempengaruhi hasil latihan agar meditasi tersebut benar-benar memperoleh hasil yang baik bagi individu. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya [20] bahwa meditator yang berlatih meditasi lebih dari enam bulan memiliki kecerdasan emosi yang lebih tinggi daripada kecerdasan emosi meditator kurang dari enam bulan dan non-meditator.

Simpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh meditasi dalam meningkatkan regulasi emosi pada anggota pencak silat Kelatnas Indonesia Perisai Diri unit SMP X Sidoarjo, dengan hasil nilai signifikansi pada uji paired sampe t-test menunjukkan nillaisebesar 0,00 < 0,05 (lebih kecil dari 0,05) yang artinya hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima.

References

  1. E. S. Kriswanto, Pencak Silat : Sejarah dan Perkembangan Pencak Silat Teknik-Teknik dalam Pencak Silat Pengetahan Dasar Pertandingan Pencak Silat. Yogyakarta: PUSTAKABARUPRESS, 2015.
  2. A. Dewi, D. Setiawan, and R. Yuliandi, “Pengaruh Meditasi Dalam Meningkatkan Akurasi Tendangan Pada Atlet Pencak Silat di Organisasi PSHT Kabupaten Banyuwangi,” vol. 3, no. April, pp. 154–161, 2018.
  3. J. Hermanto, “Pengaruh pemberian meditasi terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi,” Keperawatan, pp. 1–9, 2014.
  4. S. Haniyyah, Tarma, and Mulyati, “Hubungan Sibling Rivalry Dengan Emotional Regulation Remaja,” J. Kesejaht. Kel. dan Pendidik., vol. 6, no. 1, pp. 60–65, 2019.
  5. daniel Goleman, Kecerdasan emosional. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002.
  6. B. P. Winanti, “Regulasi emosi pada atlet motocross menjelang lomba,” Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, 2017.
  7. J. J. Gross, Handbook of emotion regulation. New York, 2007.
  8. N. Anggraeny, “Rational emotive behavior therapy (REBT) untuk meningkatkan regulasi emosi pada remaja korban kekerasan seksual,” Universitas Sumatera Utara, 2014.
  9. & A. J. Betts J, & Gullone E, “An examination of emotion regulation, temperament, and parenting style as potential predictors of adolescent depression risk status: a correlational study.,” Br. J. Dev. Psychol., vol. 27, no. 2, pp. 473–485, 2009.
  10. M. . Subandi, Latihan meditasi untuk psikoterapi dalam buku psikoterapi pendektan konvensional dan kontemporer. Yogyakarta: Unit Publikasi Fakultas Psikologi, 2001.
  11. F. Didonna, Clinical handbook of mindfulness. New York: Springer, 2009.
  12. E. A. Maharani, “Pengaruh pelatihan ‘meditasi sadar diri’ terhadap penurunan tingkat distres remaja yang mengalami kehamilan pranikah,” Universitas Gadjah Madah, 2013.
  13. A. Triman, S. Bagaskara, E. Fourianalistyawati, and J. S. Putra, “Pelatihan Mindfulnes untuk Mengurangi Emosi Marah pada Pengemudi Usia Remaja,” J. Psikol., vol. 1, no. 1, pp. 1–9, 2017.
  14. N. R. Tejena and L. M. K. Sukmayanti, “Meditasi meningkatkan regulasi emosi pada remaja,” J. Psikol. Udayana, vol. 5, no. 2, pp. 370–381, 2018.
  15. E. Luders, A. W. Toga, N. Lepore, and C. Gaser, “The underlying anatomical correlates of long-term meditation: Larger hippocampal and frontal volumes of gray matter,” Neuroimage, vol. 45, no. 3, pp. 672–678, 2009.
  16. H. S. Vahia, D. R. Doengaji, and D. V. Jeste, Meditation: Classic and Contemporary Perspectives. New York: Aldine Publishing Company, 1984.
  17. N. A. S. Farb, A. K. Anderson, and Z. V. Segal, “Mindful regulation mood disorders,” Can J Psychiatry, vol. 57, no. 2, pp. 70–77, 2012.
  18. M. K. Leung, C. C. H. Chan, J. Yin, C. F. Lee, K. F. So, and T. M. C. Lee, “Increased gray matter volume in the right angular and posterior parahippocampal gyri in loving-kindness meditators,” Soc. Cogn. Affect. Neurosci., vol. 8, no. 1, pp. 34–39, 2013, doi: 10.1093/scan/nss076.
  19. Kharina and J. I. Saragih, “Meditasi Metta-Bhavana (Loving-Kindness Meditation) Untuk Mengembangkan Self-Compassion,” Predicara, vol. 1, no. 1, pp. 9–16, 2012.
  20. A. Bagaskara, H. P. Soetjipto, and N. Atamimi, “Kecerdasan emosi ditinjau dari keikutsertaan dalam program meditasi,” J. Psikol., vol. 35, no. 2, pp. 101–115, 2015, doi: 10.22146/jpsi.7947.