Abstract

This research was conducted because of a phenomenon that shows low self-regulated learning by showing behaviors such as lack of enthusiasm in learning. The purpose of this study was to determine whether there was a relationship between peer social support and self-regulated learning in students at SMK Antarctica 2 Sidoarjo. The sampling technique in this research uses proportional stratified random sampling. The research technique is a correlational quantitative method. The research sample as many as 304 students obtained with a significance level of 5% of the total population of 2,470 students. The data collection method uses 2 psychological scales, namely the peer social support scale with a reliability of 0,901, and self-regulated learning scale with a reliability 0,901. The proposed hypothesis is that there is a significant positive relationship between peer social support and self-regulated learning. Analysis of the data with Correlation Product Moment Pearson. The result, r = 0.197, p = 0.000 (p < 0.05), which means the research hypothesis is accepted. The higher the peer social support, the higher the self-regulated learning. On the other hand, the lower the peer social support, the lower the self-regulated learning of the students of SMK Antartika 2 Sidoarjo. The contribution of peer social support to the occurrence of self-regulated learning is 14,6%.

Pendahuluan

Pendidikan ialah sebuah usaha agar terwujudnya situasi, kondisi belajar serta proses pembelajaran yang bertujuan supaya siswa aktif dalam upaya mengembangkan kemungkinan potensi didalam dirinya dalam keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia dan keterampilan.Dalam Undang-Undang Pendidikan Nasional (UUSPN) no. 20 tahun 2003 menjelaskan pendidikan kejuruan merupakan sebuah pendidikan yang melaksanakan proses persiapan terhadap peserta didikagar mampu untuk bekerja dibidang tertentu serta siap untuk meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan Kejuruan adalah bentuk pendidikan formal yang merupakan kelanjutan dari tingkat sekolah SMP, MTs, atau bentuk lain tingkat pendidikan yang sederajat yang diakui[1].

Proses pendidikan siswa SMK dilakukan untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu bekerja pada situasi kelompok atau individu dalam suatu bidang pekerjaan [2]. Sekolah Menengah Kejuruan atau biasa disingkat SMK termasuk sebagian dari pendidikan formal yang diselenggarakan di Indonesia sebagai pendidikan yang berupa kejuruan pada jenjang pendidikan menengah yang setara dengan SMA.

Adapun beberapa tugas perkembangan pada saat mengalami tingkat remaja menurut [3] meliputi pertama melakukan pengembangan terhadap konsep juga kemampuan untuk terampil dalam intelektual yang begitu diperlukan agar terlaksananya peran anggota masyarakat, misalkan sebagai seorang siswa remaja bisa mengembangkan intelektual dengan rajin belajar atau mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, namun jika yang dilakukan remaja tersebut adalah bolos sekolah dan meninggalkan kelas saat pelajaran berlangsung maka dia tidak mampu untuk melakukan tugas perkembangan keterampilan intelektual. Kedua, melakukan proses pengembangan perilaku dalam hal tanggung jawab secara sosial yang diperlukan agar dapat memasuki dan terlibat di taraf dewasa. Ketiga, mencapai kemandirian emosional dan memahami serta menginternalisasikan hal-hal penting atau nilai – nilai ataupun perilaku orang dewasa dan orang tua.

[4] mendapatkan hasil bahwa lebih dari 50% remaja di sekolah proses belajarnya dipengaruhi secara signifikan oleh permasalahan emosi, belajar dan perilaku yang mulai nampak, karena sekolah adalah tempat remaja menghabiskan begitu banyak waktunya. Menurut [5]siswa memiliki keinginan yang kuat dipengaruhi oleh minat terhadap pekerjaan pilihannya kelak.Siswa dalam menentukan cita-cita dan masa depannya dipengaruhi oleh informasi serta apa yang dipelajari tentang tantangan dimasa depan mereka. Usaha membangun atau membentuk sumber daya yangunggul terhadap siswa secara umum dilaksanakan dengan cara meningkatkan prestasi. Terdapat beberapa cara yang dapatdilakukan dalam hal peningkatkan prestasi individu didalam belajar yaitu dengan pendekatan model Regulasi Diri Dalam Belajar atau SelfRegulated Learning.

[6]mengatakan perubahan pada remaja meliputi perubahan dalam kognisi sosial, perubahan dari suatu struktur kelas, dan semakin tingginya perhatian untuk mencapai prestasi. Perubahan itu bisa memunculkan kecemasan dalam lingkungan akademis. Di sekolah, siswa SMK tidak hanya mempelajari pelajaran secara teori, melainkan mereka juga diharuskan mempelajari secara praktek sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Hal ini memunculkan konflik yang kemudian memungkinkan munculnya tekanan kepada siswa. Tekanan yang dialami ini dapat berpengaruh terhadap rendahnya motivasi untuk mendapatkan prestasi. Padahal masa remaja merupakan masa yang penting untuk berprestasi [7]. Siswa memerlukan regulasi diri agar paham akan perilaku yang dapat diterima orang tua serta lingkungan, agar target pencapaian prestasinya dapat ditetapkan oleh siswa. Siswa membutuhkan regulasi diri yang baik dalam hal pengaturan, perencanaan dan pengarahan dirinya agar tujuan pencapaian prestasinya bisa terealisasikan. Dengan adanya hal tersebut siswa mengatur perilaku secara tepat berdasarkan kondisi yang sedang dialami dan prestasi yang dicapainya [7].

Menurut Zimmerman [8]seseorang dalam menerapkan self regulated learning dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, diantaranya adalah diri sendiri, perilaku serta lingkungan. Yang dimaksud dari diri sendiri adalah pengetahuan, kemudian tujuan yang ingin mereka capai, kemampuan dalam metakognisi serta efikasi diri. Faktor dalam perilaku antara lain behavior self-reaction, personal self-reaction serta environment self-reaction. Sedangkan faktor dari lingkungan berwujud lingkungan fisik ataupun sosial, seperti keluarga, sekolah, dan pergaulan. Contohnya dalam sekitar sosial sekolah, interaksi siswa terhadap teman sebaya berupa dukungan sosial dapat mempengaruhi proses regulasi diri dalam belajarnya.

Menurut Armsden dan Greenberg [9] siswa SMK masuk dalam kategori remaja tengah, yang cenderung untuk menghabiskan waktunya bersama kawan sebaya daripada orang tua mereka.Karena siswa di sekolah memiliki kecenderungan untuk berinteraksi terhadap kawan sebaya mereka. Oleh sebab itu, figur kelekatan yang sangat penting bagi remaja salah satunya adalah kawan sebaya. Remaja akan mampu mengkomunikasikan perasaan atau masalah milik mereka secara terbuka terhadap orang lain, mampu menyesuaian diri, merasa aman dalam diri, serta tidak merasa diasingkan oleh kawan sebayanya, jika memiliki kelekatan yang baik dengan kawan sebayanya

Pengaruh baik maupun buruk bisa diberikan oleh kawan sebaya. Pengaruh baik juga diberikan oleh teman sebaya seperti nilai kejujuran, toleransi, keadilan, kerja sama, hingga mendukung pencapaian prestasi akademis. Terkait dengan penelitian dari Hafzan et al. (2015) menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam memproses informasi dan meningkatkan prestasi dapat berkembang secara signifikan dengan pengaruh kawan sebaya. [10] juga menyatakan ada hal penyebabkawan sebaya berdampak penting bagi seorang siswa, karena remaja cenderung berkawan dengan teman yang serupa dengan mereka dalam hal ini yaitu bentuk aktivitas, motif berperilaku, gaya berperilaku maupun prestasi akademis. Gagasan serta perspektif baru bisa didapatkan dari kawan sebaya dimana hal tersebut tidak bisa diperoleh dari orang tua.

Menurut [11] dampak positif siswa yang memiliki karakter Self Regulated Learning mempunyai kemampuan memperkuat atau memperkaya pengetahuan serta bisa menjaga motivasi mereka, dan sadar akan keadaan emosi dalam dirinya, mempunyai cara dalam mengontrol keadaan emosi, penyesuaian atau perbaikan strategi/cara dalam kemajuan yang ingin dicapai, menguji segala halangan yang mungkin terjadi. Siswa atau mereka yang terlihat aktifdi dalam proses belajar adalah individu atau siswa dengan Self Regulated Learning yang tinggi dan dampak negatif jika mereka memiliki Self Regulated Learning yang rendahakan menimbulkan akibat yaitu kesusahan memahami materi yang terkandung dalam pelajaran yang berdampak kurang optimalnya hasil belajar mereka.

Di dalam penelitian ini rumusan masalahnya adalah Apakah terdapat keterkaitan antara dukungan sosial teman sebaya dengan self regulated learning pada siswa di SMK Antartika 2 Sidoarjo. Tujuan penelitian ini adalah agar bisa tahu hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan self regulated learning pada siswa di SMK Antartika 2 Sidoarjo. Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara dukungan sosial teman sebaya dengan self regulated learning pada siswa di SMK Antartika 2 Sidoarjo.

Metode Penelitian

Tipe penelitian ini adalah kuantitatif korelasional.Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa SMK Antartika 2 Sidoarjo sebanyak 2470 dengan perhitungan sampel menggunakan tabel Issac dan Michael dengan taraf kesalahan 5% sehingga didapat jumlah sampel sebanyak 304 siswa. Teknik sampling yang digunakan adalah proportional stratified random sampling. Teknik dalam mengumpulkan data menggunakan skala likert yaitu 2 skala psikologi, skala pertama yaitu skala dukungan sosial teman sebaya sebanyak 30 aitem valid dengan reliablitias sebesar 0,926 yang diadaptasi dari skala yang disusun oleh [12]dengan mengacu aspek-aspek dukungan informasi, dukungan instrumental, dukungan emosional dan dukungan penghargaan dan skala kedua yaitu skala self reguated learning sebanyak 39 aitem valid dengan reliabilitas sebesar 0,886 yang diadaptasi dari skala [13] dengan mengacu pada aspek metakognisi, motivasi, dan perilaku.

Hasil dan Pembahasan

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 304
Normal Parametersa,b Mean 0E-7
Std. Deviation 10,06831021
Most Extreme Differences Absolute ,077
Positive ,077
Negative -,041
Kolmogorov-Smirnov Z 1,337
Asymp. Sig. (2-tailed) ,056
Table 1.Uji Normalitas

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa kedua variabel ialah dukungan sosial teman sebaya dan self regulated learning berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-Smirnov Z senilai 1,337 dan nilai signifikansi senilai 0,056.

ANOVA Table
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Dukungan Sosial Teman Sebaya * Self Regulated Learning Between Groups (Combined) 11214,284 52 215,659 2,188 ,000
Linearity 5243,666 1 5243,666 53,189 ,000
Deviation from Linearity 5970,618 51 117,071 1,188 ,197
Within Groups 24744,755 251 98,585
Total 35959,039 303
Table 2.Uji Linieritas

Berlandaskan tabel 2 menunjukkan data dari kedua variabel dalam penelitian ini mendapatkan hasil linier dengan nilai siginifikansi deviation from linierity pada dukungan sosial teman sebaya terhadap self regulated learning sebesar 0,197 > 0,05.

Correlations
Self Regulated Learning Dukungan Sosial Teman Sebaya
Self Regulated Learning Pearson Correlation 1 ,382**
Sig. (1-tailed) ,000
N 304 304
Dukungan Sosial Teman Sebaya Pearson Correlation ,382** 1
Sig. (1-tailed) ,000
N 304 304
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Table 3.Uji Hipotesis

Selain melakukan uji asumsi, peneliti juga melakukan uji hipotesis. Uji hipotesis dalam penelitian ini memakai teknik corelation product moment pearson. Koefisien korelasi sebesar 0,000 < 0,05 yang berarti hipotesis diterima yaitu ada hubungan positif antara dukungan sosial teman sebaya dengan self regulated learning.

Model Summary b
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 ,382a ,146 ,143 10,08497
a. Predictors: (Constant), Self Regulated Learning
b. Dependent Variable: Dukungan Sosial Teman Sebaya
Table 4.Sumbangan Efektif

Dari data tabel di atas dapat dilihat bahwa variabel X yaitu Dukungan Sosial Teman Sebaya memiliki sumbangan efektif pada Self Regulated learning ialah 14,6%.

Kategori Skor Subyek
Dukungan Sosial Teman Sebaya Self Regulated Learning
∑Siswa % ∑Siswa %
Sangat Rendah 12 4% 18 6%
Rendah 75 25% 84 28%
Sedang 137 45% 124 41%
Tinggi 54 18% 55 18%
Sangat tinggi 26 8% 23 7%
Jumlah 304 100% 304 100%
Table 5.Kategorisasi

Berdasarkan tabel kategorisasi skor subjek di atas, skala Dukungan Sosial Teman Sebaya memiliki kesimpulan yakni terdapat 12 siswa mempunyai dukungan sosial sangat rendah, 75 siswa mempunyai dukungan sosial yang rendah, 137 siswa mempunyai dukungan sosial yang sedang, 54 siswa mempunyai dukungan sosial yang tinggi, dan 26 siswa mempunyai dukungan sosial sangat tinggi.

Sedangkan skala Self Regulated Learning memiliki kesimpulan kategorisasi skor subjek yakni, terdapat 18 siswa mempunyai self regulated learning yang sangat rendah, 84 siswa mndapat nilai self regulated learning yang rendah, 124 siswa mendapat nilaiself regulated learning yang sedang, 55 siswa mendapat nilaiself regulated learning yang tinggi, serta ada 23 siswa yang mempunyai self regulated learning sangat tinggi.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa SMK Antartika 2 Sidoarjo memiliki dukungan sosial teman sebaya pada tingkat yang sedang cenderung rendah. Selain itu siswa juga memiliki self regulated learning yang pada tingkat yang sedang cenderung rendah.

Hasil yang ditunjukkan pada penelitian [8] memiliki signifikansi 0,000 karena nilai p < 0,05 maka bisa dikatakan model regresi ialah terdapat pengaruh dari variabel dukungan sosial kawan sebaya terhadap regulasi diri dalam belajar siswa SMA berasrama. Yang berarti, dukungan sosial kawan sebaya dengan tarafnya tinggi yang dirasakan siswa. Mendapatkan penghargaan, kepedulian, perasaan diterima dan dihargai oleh kawan sebayanya. Hal tersebut yang siswa rasakan selama proses belajar. Karena permasalahan belajar siswa teratasi dengan bantuan kawan sebayanya maka siswa tersebut merasakan kenyamanan. Tidak hanya itu, motivasi belajar siswa meningkat untuk mencapai tujuan belajarnya dikarenakan meningkatnya kepercayaan diri siswa tersebut terhadap kemampuan yang ia miliki. Strategi kegiatan belajar teratur secara baik dikarenakan terdapat dukungan sosial dari kawannya.

Dari penelitian sebelumnya mendapatkan hasil yang serupa juga didapatkan dari penelitian [11] yaitu terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan self regulated learning pada siswa SMA Yayasan Perguruan Bandung dengan koefisien korelasi rxy = 0,758 ; p = 0,000 berarti p < 0,010 yang dapat diartikan jika semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi self regulated learning siswa, yang ditunjukkan dengan ciri-ciri siswa merasa dihargai dan diperhatikan, kepercayaan dirinya meningkat, dan memiliki dorongan yang kuat dalam belajar. Sebaliknya jika dukungan sosial semakin rendah maka semakin rendah pula self regulated learning siswa tersebut.

Pengaruh dari dukungan sosial teman sebaya dengan self regulated learning didapatkan dari RSquare 14,6%. Jadi artinya dukungan sosial teman sebaya berperngaruh pada Self Regulated learningsebesar 14,6%. Dukungan sosial dari teman sebaya yang didapatkan oleh siswa akan meningkatkan self regulated learning ditunjukkan dengan perasaan nyaman, dihargai dan percaya diri. [14] juga mendefinisikan dalam kegiatan sekolah, dukungan dari kawan sebaya juga terlibat.

Artinya 85,4% self regulated learning dipengaruhi oleh variabel lain yakni variabel motivasi belajar memberikan sumbangan efektif sebesar 22%,self efficacy sebesar 27,4%, dan dukungan sosial kelurga sebesar 11,2%[15]. Variabel lain yang turut memberikan sumbangan efektif terhadap self regulated learning yaitu variabel kecerdasan emosional sebesar 22,37% [16].

Limitas dari penelitian ini yaitu penggunaan variabel dukungan sosial teman sebaya saja yang mempengaruhi self regulated learning, tanpa memperhitungkan variabel-variabel lain yang juga dapat mempengaruhi self regulated learning.

Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dan hasil uji hipotesis memiliki kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Self Regulated Learning pada siswa di SMK Antartika 2 Sidoarjo. Hasil uji hipotesis diperoleh koefisien korelasi bernilai sebesar 0,328 dengan nilai signifikansi 0,000< 0,05 dimana yang memiliki arti bahwa hipotesis yang diajukan pada penelitian kali ini dapat diterima. Jika dukungan sosial teman sebaya tinggi maka self regulated learning juga akan semakin tinggi. Sebaliknya, jika dukungan sosial teman sebaya pada siswa rendah maka self regulated learning pada siswa juga rendah. Temuan lain menunjukkan bahwa besarnya pengaruh dukungan sosial teman sebaya terhadap self regulated learningbernilai sebesar 14,6%. Sedangkan 85,4% dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya yang tidak dilibatkan dalam penelitian ini.

Saran bagi siswa, supaya potensi dari dirinya ditingkatkan dengan menyelesaikan masalah belajar menggunakan usahanya sendiri. Misalnya, siswa bisa melakukan atau merancang suatu pengaturan jadwal belajar yang lebih terencana dan terjadwal agar bisa lebih baik. Disamping itu memaksakan diri diperlukan dalam usaha untuk mengali potensi diri mereka kemudian mengarah dalam meningkatkan prestasi belajar di sekolah. Bagi guru BK, dalam hal ini pihak guru BK SMK Antartika 2 Sidoarjo dapat bekerja sama dengan sekolah untuk mengadakan seminar pendidikan yang memiliki tema peningkatan kemampuan belajar siswa di sekolah atau menyelenggarakan kegiatan pelatihan terkait self regulated learning agar siswa termotivasi untuk menerapkan self regulated learningdalam kegiatan belajar sehari-harinya. Bagi peneliti selanjutnya untuk peneliti-peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat mengkaji faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi self regulated learning, dimana pengaruh tersebut tidak terdapat di dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian sebaiknya dilakukan pada populasi tingkat sekolah yang berbeda agar dapat mengetahui sejauh mana dukungan sosial teman sebaya mempengaruhi self regulated learning.

References

  1. Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
  2. Lestari, R. D. (2018). “Peranan Guru PPKN Dalam Meningkatkan Minat Belajar Peserta Didik Terhadap Hasil Belajar Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Pancasiladan Kewarganegaraan”. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Pasundan : Bandung.
  3. Ali, M. & Asrori, M. (2010). “Psikologi Remaja”. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT Bumi Aksara
  4. Christner, R.W. & Mennuti, R.B. (2009). School-Based Mental Health. New York: Routledge.
  5. Papalia D. E., Olds, S. W, & Feldman, R. D. (2009). (Edisi 9). Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta : Salemmba Humanika.
  6. Santrock, J.W. (2009). Pendidikan psikologi: Educational psychology (ed.3). Jakarta; McGraw-Hill
  7. Apranadyanti, N. (2010). Hubungan Antara Regulasi Diri Dengan Motivasi Berprestasi Pada Siswa Kelas X SMK Ibu Kartini Semarang. Skripsi: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, Semarang.
  8. Puspitasari, K. (2018). “Pengaruh Dukungan Sosial Kawan Sebaya Terhadap Regulasi Diri Dalam belajar Siswa Sekolah Berasrama (Boarding School). Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Malang: Malang.
  9. Friskilia, O. & Winata, H. (2018). Regulasi diri (pengaturan diri) sebagai determinan hasil belajar siswa sekolah menengah kejuruan. Jurnal Pendidikan Management Perkantoran. 3(1). 36-43.
  10. Ormrod, J. E. (2008). Developmental perspectives. In M. Harlan (Ed.), Human learning (5th ed., pp. 308-349). Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education. (Original work published 1990).
  11. Aziz, A. (2016). Hubungan Dukungan Sosial dengan Self Regulated Learning pada Siswa SMA Yayasan Perguruan Bandung Tembung. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 103–113.
  12. Rohmah, Q. (2017). Pengaruh Dukungan Sosial Teman Sebaya Terhadap Stres Pada Siswa Mengerjakan Ujian Nasional.
  13. Putri, M. R. Eka (2017). Hubungan Antara Self Regulated Learning Dan Stres Akademik Pada Siswa.
  14. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.Bandung: Penerbit Alfabeta.
  15. Mulyana, E. Bashori, K. & Mujidin (2015). Peran Motivasi Belajar, Self-Efficacy, dan Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Self-Regulated Learning pada Siswa. Vol. 4(1)
  16. Lubis, R. H., Lubis, L., & Aziz, A (2015). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dan Kecerdasan Emosional Dengan Self-Regulated Learning Siswa. Vol. 7(2)