Abstract

Recently, cases about the aggressiveness of football fans are increasingly being reported in the mass media. Emotional maturity is one of the factors that triggers the emergence of aggressiveness in football fans. The purpose of this study was to determine the relationship between emotional maturity and aggressiveness in the football supporters group X in Gedangan sub-district. This study uses a correlational quantitative approach. In this study used a sample of 108 people obtained from sampling using purposive sampling technique. The data collection technique was carried out using the aggressiveness scale and emotional maturity scale, which were compiled using a Likert scale. The data were analyzed by testing the hypothesis using the Pearson Correlation Product Moment with the help of the SPSS v.19 for windows program. The results showed a correlation coefficient of -.961 (significant. 0.000 <0.05). Thus, the research hypothesis is accepted, that there is a significant negative relationship between emotional maturity and aggressiveness in the football supporters group X in Gedangan sub-district. A person's high emotional maturity will have an impact on low aggressiveness. Conversely, a person's low emotional maturity will result in an increase in aggressiveness. In addition, it is known that half of all X football supporters in Gedangan sub-district (52.8%) have low emotional maturity. Meanwhile, in terms of aggressiveness, half of all X football supporters in Gedangan sub-district (54.6%) show high aggressiveness. . Meanwhile, the results of the coefficient of determination test show that the emotional maturity variable has an influence of 77.5% on the aggressive behavior variable.

Pendahuluan

Sepakbola adalah salah satu jenis olahraga yang sangat di sukai oleh masyarakat, baik pria maupun wanita dari segala kalangan usia. Rasa cinta yang diberikan kepada tim sepakbola kebanggaannya memunculkan rasa fanatisme. Berdasarkan itu mereka membentuk sebuah komunitas suporter bola guna memberikan dukungan terhadap tim sepakbola kebanggaanya. Suporter dapat diartikan sebagai orang yang memberikan suport atau dukungan [1]. Suporter bola sering bereaksi berlebihan terhadap aksi tim sepakbola lawan [2], Perasaan kesal dan geram akhirnya mengarah pada tindakan merusak fasilitas umum, bentrok atau berkelahi dengan suporter klub sepak bola lawan [3], Tindakan suporter bola ini tergolong perilaku agresi. Penelitian yang dilakukan Pratama (2010) memberikan perhatian khusus tentang agresivitas pada suporter sepakbola yang dikaitkan dengan tingkat kecerdasan emosinya. Hasil dari penelitian menunjukkan adanya hubungan yang negatif dimana tingkat kecerdasan emosi para suporter berkorelasi negatif dengan agresifitasnya [4]. Dengan demikian makin tinggi kecerdasan emosi maka makin rendah perilaku agresivitasnya. Sebaliknya, makin rendah kecerdasan emosi para suporter maka makin tinggi perilaku agresivitasnya. Dalam aksi mendukung tim sepakbolanya, suporter X juga pernah menunjukkan perilaku agresivitasnya, seperti saling lempar botol dan keramik dengan suporter lawan saat waterbreak yang membuat pertandingan tertunda sekitar 10 menit [5].

Agresivitas adalah perilaku yang ditunjukkan untuk merugikan orang lain atau pihak lain berupa psikis maupun fisik [6]. Buss dan Perry mengemukakan bahwa terdapat empat aspek dalam Agrsivitas yaitu aspek agresi fisik (seperti memukul, menendang, menusuk dan membakar), sspek agresi verbal (seperti membentak, mengumpat, mengejek dan berdebat), aspek kemarahan (seperti mudah kesal dan tersinggung(, aspek kebencian (seperti kecurigaan individu terhadap orang lain) [7]. Ada beberapa faktor yg mempengaruhi agresivitas yang dilakukan oleh suporter, yaitu faktor internal (faktor yang bersumber dari dalam diri individu berupa dendam, rivalitas, dan kematangan emosi), dan faktor eksternal (faktor yang bersumber dari luar diri individu berupa provokasi dari pihak lain, reaksi atau respon emosi yang diluapkan ketika melihat tim kebanggaannya bertanding, emosi suka cita saat tim kebanggaannya menang atau dengan emosi kecewa ketika tim kebanggaannya kalah) [8].

Kematangan emosional yang dimiliki suporter merupakan salah satu bagian dari faktor internal yang turut memunculkan perilaku suporter saat mendukung tim kebanggaannya. Kematangan emosional adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional sehingga pribadi menampilkan pola emosional yang pantas [9]. Terdapat lima aspek kematangan emosional, yaitu; menerima keadaan dirinya maupun orang lain, tidak bersifat impulsif, kontrol emosi dan ekspresi baik, sabar, pengertian serta toleran dan bertanggung jawab [10]. Individu dengan kematangan emosional yang baik memiliki kemampuan untuk mengevaluasi secara kritis suatu situasi sebelum merespon secara emosional, dan membuat respon emosional yang baik, stabil dan tidak berubah dari satu emosi ke emosi lainnya. Dengan kemampuan seperti ini akan membuat individu tidak akan bertindak impulsif, melainkan akan berpikir jauh dampak negatif yang ditimbulkan. Suporter yang menghadapi aksi lawan yang berlebihan tidak akan merespon secara emosional, tidak menunjukkan perilaku agresif yang merugikan berbagai pihak. Peneliti membuat hipotesis bahwa ada hubungan negatif antara kematangan emosional dengan agresivitas suporter sepakbola.

Agresifitas suporter sepakbola di Indonesia sangatlah tinggi, maka dari itu harus ada penanganan yang khusus dari banyak pihak agar kemajuan persepakbolaan di Indonesia dapat berkembang serta meminimalisir kerugian-kerugian yang disebabkan oleh suporter sepakbola [11]. Kematangan emosional sangat berpengaruh pada munculnya perilaku pada suporter sepakbola, serta merupakan faktor intern yang bersumber dari dalam diri masing-masing. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosional dengan agresivitas pada kelompok suporter sepakbola X di Kecamatan Gedangan.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional. Penelitian korelasi bertujuan untuk mempelajari sejauh mana perubahan satu variabel terkait dengan perubahan satuaatau lebih variabel lain berdasarkanakoefisienakorelasi. Penelitian ini menggunakan dua variabel yakni variabel dependen yaitu agresivitas, dan variabel independen yaitu kematangan emosional. Populasi dalam penelitian ini adalah suporter bola di kecamatan gedangan yang sudah terdata pada regristasi keanggotaan komunitas bonek fanatik, total seluruh suporter sepakbola X di kecamatan Gedangan yaitu berjumlah 128 orang. Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel suporter sepakbola X di kecamatan Gedangan yang dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling, yakni untuk menentukan sampel penelitian dengan beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa lebih representatif [12]. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 108 suporter, dengan pertimbangan remaja berusia di atas usia 18 tahun (berusia 18-30 tahun), lebih umum memunculkan agresivitas reaktif dan proaktif, serta masih rutin datang ke stadion. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala psikologi, yaitu metode penelitian dengan menggunakan daftar pertanyaan atau pernyataan yang berisi aspek-aspek yang hendak diukur, yang harus dijawab oleh subjek, dan berdasarkan atas jawaban atau isian itu peneliti mengambil kesimpulan mengenai subjek yang di teliti. Penulis menggunakan skala psikologi sebagai alat pengambilan data variabel kematangan emosional dan agresivitas. Dalam penelitian ini peneliti menyusun skala psikologi dengan model skala Likert. Model skala Likert ini menggunakan empat kemungkinan jawaban, yaitu sangat setuju (SS) , setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Model yang peneliti gunakan merupakan model yang sudah dimodifikasi, yaitu sengaja menghilangkan pilihan jawaban netral, agar responden tidak cenderung untuk memilih jawaban netral. Pernyataan-pernyataan tersebut ada yang mengandung sikap favorable dan sikap unfavorabel.

No Skala Arti Nilai
Favorable Unfavorable
1 SS Sangat setuju 4 1
2 S Setuju 3 2
3 TS Tidak setuju 2 3
4 STS Sangat tidak setuju 1 4
Table 1.Model Skala Likert

1. Skala Kematangan Emosional

Skala kematangan emosional disusun menggunakan lima aspek dari Walgito, yaitu; menerima keadaan dirinya maupun orang lain, tidak bersifat impulsif, kontrol emosi dan ekspresi baik, sabar, pengertian serta toleran dan bertanggung jawab [12]. Skala kematangan emosional ini mengadaptasi skala penelitian Ulum (2017).

Aspek - aspek Indikator Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable
Menerima keadaan dirinya maupun orang lain Menilai dan menerima keadaan diri sendiri maupun orang lain secara objektif dan apa adanya. 2,29 12 3
Tidak bersifat impulsif Mengontrol pikiran sebelum memberi tanggapan terhadap suatu stimulus dan sebelum melakukan sesuatu. 25 13,19,21 4
Kontrol emosi dan ekspresi baik Mengontrol dan mengekspresikan emosi dengan baik dalam keadaan marah. 5 14,18,20 4
Sabar pengertian serta toleran Sabar, penuh pengertian dan mempunyai toleransi baik. 3,4,6,7,8,10,23 16 8
Bertanggung jawab Menerima dan melaksanakan tanggung jawab dengan baik. 9,22,24,28 15,17,26 8
Jumlah 15 11 26
Table 2.Blue print Skala Likert Kematangan Emosional

2. Skala Agresivitas

Skala Agresivitas disusun menggunakan empat aspek dari Buss dan Perry yaitu (1) agresi fisik dengan indikator : memukul, menendang, menusuk dan membakar. (2) Aspek agresi verbal dengan indikator : membentak, mengumpat, mengejek dan berdebat. (3) Aspek kemarahan dengan indikator : mudah kesal dan tersinggung. (4) Aspek kebencian dengan indikator : kecurigaan individu terhadap orang lain [13]. Skala agresivitas ini mengadopsi skala penelitian Pamulatsih (2018).

Aspek - aspek Indikator Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable
Agresi fisik MemukulMenendangMelemparMembakar 2,347,89 156- 3231
Agresi verbal MembentakMengumpatMengejekBerdebat 11--13 -1012- 1111
Kemarahan KesalTersinggung 15,1719,20,21, 14,16,18 -- 53
Kebencian Curiga terhadap orang lain 22,23,24,25,26,27,28 - 7
Jumlah 23 5 28
Table 3.Blue print Skala Agresivitas

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu mengunakan uji asumsi dan uji hipotesis. Untuk uji asumsi terdiri dari uji normalitas dan linearitas, yang dilakukan sebagai syarat uji hipotesis korelasional. Jika tidak lolos uji asumsi maka uji hipotesis menggunakan non parametrik, yaitu Rho-Spearman. Pengolahan uji hipotesis yang menggunakan statistik parametrik, yaitu teknik korelasi Product Moment ini dianalisa menggunakan alat bantu komputer dengan program SPSS 19.0 for windowsuntuk mengetahui hubungan antara variabel (X) dengan variabel (Y).

Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil uji normalitas pada output SPSS uji Kolmogorov-Smirnovmenunjukkan:

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kematangan_emosional Agresivitas
N 108 108
Normal Parametersa,b Mean 77.44 50.90
Std. Deviation 20.089 12.502
Most Extreme Differences Absolute .217 .078
Positive .144 .078
Negative -.217 -.075
Kolmogorov-Smirnov Z 2.260 .808
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .531
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Table 4.Hasil Uji Normalitas

Tabel di atas merupakan hasil dari uji normalitas sehingga dapat diketahui bahwa nilai sig. Kematangan Emosional 0,000 dan Perilaku agresivitas 0,531, artinya variabel kematangan emosional tidak terdistribusi normal karena memiliki nilai sig. lebih kecil dari 0,05, sedangkan perilaku agresivitas dinyatakan terdistribusi normal karena memiliki nilai sig. yang lebih besar dari 0,05.

Berdasarkan hasil uji linieritas pada output SPSS menunjukkan bahwa:

ANOVA Table
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Agresivitas * Kematangan_emosional Between Groups (Combined) 16247.382 41 396.278 54.889 .000
Linearity 13004.131 1 13004.131 1801.211 .000
Deviation from Linearity 3243.251 40 81.081 11.231 .000
Within Groups 476.498 66 7.220
Total 16723.880 107
Table 5.Hasil Uji Linieritas

Tabel di atas merupakan hasil uji linieritas yang dapat diketahui bahwa nilai sig. Linearity 0,000 kurang dari 0,05 sehingga dinyatakan dalam penelitian ini antara kematangan emosional dan perilaku agresivitas terdapat hubungan yang linier.

Correlations
Kematangan_emosional Agresivitas
Spearman's rho Kematangan_emosional Correlation Coefficient 1.000 -.961**
Sig. (2-tailed) . .000
N 108 108
Agresivitas Correlation Coefficient -.961** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 108 108
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Table 6.Uji Hipotesis

Hasil uji hipotesis diketahui bahwa koefisien korelasi variabel kematangan emosional dan perilaku agresivitas sebesar -.961 menunjukkan nilai signifikansi (2-tailed) yaitu 0,000 < 0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan pada penelitian ini diterima yakni terdapat hubungan negatif antara kematangan emosional dengan perilaku agresivitas. Hasil ini membuktikan bahwa makin tinggi kematangan emosional maka makin rendah perilaku agresivitasnya. Sebaliknya, makin rendah kematangan emosional makin tinggi perilaku agresivitasnya.

Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .882a .778 .775 5.924
a. Predictors: (Constant), Kematangan_emosional
Table 7.Koefisien Determinasi

Di atas merupakan tabel dari hasil uji koefisien determinasi AR2 sebesar 0,775 yang berarti bahwa variabel kematangan emosional memberikan pengaruh sebesar 77,5% terhadap variabel perilaku agresivitas. Sedangkan sisanya yaitu 22,5% merupakan faktor lain yang memberikan pengaruh tarhadap variabel kematangan emosional dan bukan menjadi fokus pada penelitian ini.

Pembahasan

Berdasarkan data yang sudah dijelaskan menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara kematangan emosional dengan perilaku agresivitas. Hal tersebut dapat diketahui dengan nilai koefisien korelasi sebesar -961 dengan nilai signifikansi sig(2-tailed) 0,000 yang lebih kecil dari nilai α = 0,05 yang menunjukkan bahwa hipotesis diterima. Hipotesis penelitian ini diterima dan memiliki arti bahwa makin tinggi kematangan emosi makin rendah perilaku agresivitas suporter sepakbola di kecamatan Gedangan. Sebaliknya, makin rendah kematangan emosi makin tinggi perilaku agresivitas suporter sepakbola di kecamatan Gedangan.

Hal ini menjelaskan bahwa kematangan emosional yang tinggi akan berdampak pada rendahnya perilaku agresivitas, rasa marah yang timbul pada diri seseorang apabila tidak dapat dikontrol, maka individu tersebut dikatakan belum memiliki kematangan emosional (Puspitasari, 2018). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Aryanto (2005) yang berjudul “hubunganantarakematanganemosidenganagresi pada anggota POLRI”, dan hasilnya adalah ada hubungan antara kematangan emosi dengan agresi pada anggota POLRI, dimana semakin tinggi kematangan emosi maka agreesinya semakin rendah begitu pula sebaliknya. Serta penelitian yang dilakukan oleh Sofia dan Nilam (2007), yang berjudul “hubungan antara kematangan emosi dengan agresifitas pada wanita yang menikah umur tua” juga menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dengan agresifitas. Remaja yang belum matang emosinya, akan mudah terprovokasi dan frustasi ketika berinteraksi dengan lingkungannya, ketika itulah maka dengan mudah remaja menimbulkan perilaku yang mengakibatkan kerugian bagi diri mereka dan juga orang lain seperti perilaku agresif [14].

Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa peran dari kematangan emosional yang sangat penting untuk mengontrol tingkat agresivitas dari suporter sepakbola X di kecamatan Gedangan. Hal ini dibuktikan pada hasil uji koefisien determinasi diketahui hasil AR2 sebesar 0,775 yang berarti bahwa variabel kematangan emosional memberikan pengaruh sebesar 77,5% terhadap variabel agresivitas. Dengan demikian terdapat faktor lain yang mempengaruhi agresivitas sebesar 22,5%. Beberapa hasil penelitian juga sejalan dengan penilitian ini contohnya yang dilakukan oleh Rafaini (2017) yang meneliti agresivitas dengan variabel keharmonisan keluarga, dalam penelitiannya ditemukan adanya hubungan negatif antara perilaku agresivitas dengan keharmonisan keluarga dengan nilai koefisien korelasi 0,351 menunjukkan kekuatan tingkat korelasi sedang [15]. Selain itu penelitian juga dilakukan oleh Rahayu (2008) yang meneliti agresivitas dengan variabel konformitas, dalam penelitiannya ditemukan adanya hubungan negatif antara perilaku agresivitas dengan kematangan emosi dengan nilai koefisien korelasi 0,432 menunjukkan kekuatan tingkat korelasi sedang [9].

Peneliti juga menghitung prosentase kategori per variabel. Berdasarkan presentase perhitungan kategorisasi kondisi tiap variabel, dapat disimpulkan bahwa kematangan emosional separuh suporter bola di kecamatan Gedangan (52,8%) termasuk dalam kategori rendah, meskipun ada juga kurang dari separuh suporter (40,75) yang memiliki kematangan emosi yang sedang (40,7%), dan sebagian kecil (6,5%) suporter memiliki kematangan emosi tinggi. Sedangkan pada variabel perilaku agresivitas dapat diketahui bahwa separuh dari suporter (54, 6%) memiliki agresifitas tinggi, meskipun ada sebagian kecil (16,7%) suporter yang memiliki agresivitas yang sedang dan sebagian kecil lainnya (28,7%)agresifitasnya rendah.

Pembahasan yang telah dijelaskan diatas menunjukkan bahwa agresivitas dapat ditekan jika setiap individu memiliki kematangan emosional. Emosi yang matang akan memandu individu untuk mengarahkan perilakunya dengan kuat yang akhirnya menuju kedalam konsekuensi yang positif, sehingga individu terhindar dari agresivitas yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Namun penelitian ini tentunya tidak terlepas dari keterbatasan yaitu ada beberapa variabel yang dapat mempengaruhi perilaku agresivitas namun peneliti hanya memilih satu variabel saja, sehingga dalam penelitian ini tidak dapat diketahui bagaimana pengaruh variabel-variabel lain terhadap perilaku agresivitas.

Simpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan memiliki berberapa kesimpulan sebagai berikut:

1.Terdapat hubungan negatif antara kematangan emosional dengan perilaku agresivitas pada suporter bola di kecamatan Gedangan. Hal tersebut dapat diketahui dengan nilai koefisien korelasi sebesar -961. dengan nilai signifikansi sig(2-tailed) 0,000 yang lebih kecil dari nilai α = 0,05 yang menunjukkan bahwa hipotesis diterima.

2.Pada hasil uji koefisien determinasi diketahui hasil AR2 sebesar 0,775 yang berarti bahwa variabel kematangan emosional memberikan pengaruh sebesar 77,5% terhadap variabel agresivitas. Sedangkan sisanya yaitu 22,5% merupakan faktor lain yang memberikan pengaruh tarhadap variabel kematangan emosional dan bukan menjadi fokus pada penelitian ini.

References

  1. Kumara. Persebaya Kalah Di Kandang Puluhan Bonek Masuk Ke Lapangan. Retrieved July 4, 2019, from bolasport.com. 2017.
  2. Irawan, A, Fanatisme Suporter Persebaya (Bonek Sakit Hati) Di Kelurahan Pagesangan Kecamatan Jambangan Kota Surabaya. Sosiologi. 2011.
  3. Sarwono, Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
  4. Yunianto, T. Hubungan Antara Kualitas Komunikasi Orang Tua dan Anak Dengan Perilaku Agresif Pada Siswa SMPN 2 Purbalingga. Semarang. 2016.
  5. Desmita, Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010.
  6. Satrio. Sempat Terjadi Insiden, Bonek - Sleman Fans Menyerukan Persaudaraan. Retrieved July 25, 2019, from bola.com/Indonesia. 2018.
  7. Pratama, ananda yoga. Hubungan kecerdasan emosi dengan agresivitas pada remaja awal pendukung persija (the jak mania). 2010.
  8. Kisni and Hudaniyah, Psikologi Sosial Jilid 1. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Pers, 2001.
  9. Direktorat Pendidikan, Universitas airlangga. Jurnal Psikologi Kepribadian Dan Sosial, 03, 2014.
  10. Rahayu. Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Konformitas Dengan Perilaku Agresif pada Suporter Sepak Bola. 2008.
  11. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung. Alfabeda, Cv. 2014.
  12. Putri, D. A. D. Hubungan Antara Fanatisme Terhadap Klub Dengan Kecenderungan Perilaku Agresif Pada Suporter Klub Sepak Bola Nonton Bareng Di Yogyakarta. 2014
  13. Laksono, haris dwi. Hubungan antara konformitas dengan agresivitas suporter bola arema “aremania” malang. 2016.
  14. Pamutlasih. Hubungan Antara Emotional-Focused Coping Dan Agresivitas Pada Suporter Sepak Bola. 2018.
  15. Putri. Hubungan Antara Kematangan Emosi Dengan Agresivitas pada Remaja Akhir Laki-Laki. 2010.
  16. Rafaini. Hubungan Keharmonisan Keluarga Dengan Agresivitas Anak Jalanan. 2017.