Abstract

This study aims to determine the relationship between Academic Stress and Academic Self-Efficacy in Raden Paku Wringinanom. Vocational High School students.  The variables contained in this study are academic stress as the independent variable and academic self-efficacy as the dependent variable. This research is a type of quantitative research with a correlational approach. The sample of this study amounted to 202 students from a total population of 479 students who were taken with the Stratification sampling technique. The results of the data analysis of this study indicate a correlation coefficient of -0.186 with a significance of 0.008, which is smaller than 0.05, meaning that there is a negative relationship between Academic Stress and Academic Self-Efficacy.

Pendahuluan

Pendidikan ialah suatu usaha untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik dengan cara mengembangkan potensi anak didik agar memiliki ilmu keagamaan, pengendalian diri yang baik, kepribadian, serta kecerdasan dan akhlak mulia yang nantinya diaharapkan dapat bermanfaat untuk dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara, UUD [1]. Pendidikan adalah proses mengubah sikap dan tata cara seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan yang terencana, Harsono [2]. Pendidikan dapat diperoleh baik secara formal atau nonformal.

Pendidikan formal diantaranya adalah Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Siswa dihadapkan dengan berbagai kendala terutama dalam hal tuntutan pengerjaan tugas. Tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan ketika menghadapi tugas yang diberikan sehingga mereka cenderung tidak yakin dengan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas. Siswa yang tidak yakin dengan kemampuannya akan melakukan perilaku yang menyimpang seperti menyontek, tidak mengumpulkan tugas, bahkan meninggalkan kelas pada jam pelajaran yang mereka anggap susah. Hal ini akan sangat berdampak pada cara dan hasil belajar siswa, Pilihan menyontek dan perilaku menyimpang lainnya seperti tidak mengerjakan tugas, serta membolos di jam pelajaran sangat erat kaitannya dengan keyakinan akan kemampuan yang dimiliki siswa. Keyakinan ini dalam istilah psikologi dikenal dengan istilah efikasi diri akademik. Efikasi diri akademik yaitu keyakinan siswa atau peserta didik atas kemampuannya melakukan tugas-tugas, mengatur kegiatan belajar, dan hidup dengan harapan akademis mereka sendiri dan orang lain, Sharma [3]. Lebih lanjut efikasi diri akademik mengacu pada pertimbangan seberapa besar keyakinan seseorang tentang kemampuannya melakukan sejumlah aktivitas belajar dan kemampuannya menyelesaikan tugas-tugas belajar, Wijaya & Pratitis [4].

Retno Wulansari [5], bahwa ada beberapa fungsi dari Efikasi diri yaitu (1) Pilihan perilaku, dengan adanya Efikasi diri yang dimiliki, individu akan menetapkan tindakan apa yang akan ia lakukan dalam menghadapi suatu tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkannya, (2) Pilihan karir, Efikasi diri merupakan mediator yang cukup berpengaruh terhadap pemilihan karir seseorang. Bila seseorang merasa mampu melaksanakan tugas-tugas dalam karir tertentu maka biasanya ia akan memilih karir tesebut, (3) Kuantitas usaha dan keinginan untuk bertahan pada suatu tugas individu yang memiliki Efikasi diri yang tinggi biasanya akan berusaha keras untuk menghadapi kesulitan dan bertahan dalam mengerjakan suatu tugas bila mereka telah mempunyai keterampilan prasyarat. Sedangkan individu yang mempunyai Efikasi diri yang rendah akan terganggu oleh keraguan terhadap kemampuan diri dan mudah menyerah bila menghadapi kesulitan dalam mengerjakan tugas. (3) Kualitas usaha Penggunaan strategi dalam memproses suatu tugas secara lebih mendalam dan keterlibatan kognitif dalam belajar memiliki hubungan yang erat dengan Efikasi diri yang tinggi.

Sedangkan bagi mereka yang memiliki efikasi diri rendah memungkinkan berpengaruh pada prestasi akademiknya rendah dan jika berkepanjangan bisa pada gangguan penyesuaian hingga gangguan psikologis yang lebih berat seperti depresi, dan lain-lain. Hal ini didukung dengan penelitian dari Rahmawati [6] dengan judul Hubungan antara Efikasi Diri dengan Penyesuaian Diri santri baru didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan positif antara Efikasi diri dengan penyesuain diri yang artinya semakin tinggi efikasi diri maka akan semakin tinggi pula penyesuaian diri begitu pula sebaliknya semakin rendah efikasi diri maka semakin rendah pula penyesuaian diri.

Bandura [7] menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi efikasi diri akademik, yaitu: (1) Pengalaman menguasai sesuatu (mastery experiences)Yaitu performa pada masa lalu. Secara umum, performa yang berhasil akan meningkatkan ekspektasi mengenai kemampuan, dengan kata lain akan meningkatkan efikasi diri secara proporsional dengan kesulitan dari tugas, sebaliknya kegagalan dimasa lalu akan menurunkan efikasi diri, (2) Modeling sosial (vicarious expsriences)yaitu Efikasi akan meningkat ketika individu mengamati pencapaian orang lain yang setara, namun akan berkurang ketika individu lain diamati gagal, (3) Persuasi sosial yaitu Efikasi diri juga dapat diperoleh atau dilemahkan melalui persuasi sosial. Dampak dari sumber ini cukup terbatas, tetapi dibawah kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat meningkatkan atau menurunkan efikasi diri. Saran yang diberikan oleh guru dan teman sebaya berperan penting dalam pembentukan efikasi diri, (4) Kondisi fisik dan emosional yaitu emosi yang kuat biasanya akan mengurangi performa. Individu yang belajar dalam kondisi emosional yang positif maka akan mampu menyelesaikan tugas dengan sebaik mungkin. Sebaliknya individu dengan ketakutan yang kuat, kecemasan akut dan tingkat stres yang tinggi memungkinkan akan mempunyai efikasi diri yang rendah

Bandura [7] menjelaskan beberapa aspek utama efikasi diri, yaitu (1) Aspek Kognitif adalah Proses kognitif adalah proses berpikir, sebagian besar dipengaruhi oleh pemikiran akan tujuan yang ingin dicapai, sedangkan untuk mencapai tujuan itu diperlukan suatu sikap optimisme, yaitu keyakinan diri. Keyakinan diri adalah suatu kemampuan individu untuk menilai diri sendiri dilihat dari sudut pandang positif dalam hal potensi yang dimiliki untuk menjalankan serangkaian tugas, hambatan atau tuntutan sosial. Semakin tinggi efikasi diri, maka semakin tinggi rintangan dan ketahanan pada komitmen untuk menuju keberhasilan individu tersebut, (2) Aspek Afeksi adalah Proses afeksi merupakan kemampuan individu untuk mengatur dan mengaktualisasikan proses mental yang meliputi timbulnya perasaan, emosi, dan suasana hati. Keyakinan individu akan kemampuan dalam menyelesaikan masalah turut mempengaruhi seberapa jauh emosi yang sedang dialami dalam kondisi yang tertekan, sulit, maupun kondisi yang mengancam sehingga dapat mempengaruhi level motivasi bagi tiap individu, (3) Aspek Motivasional adalah dorongan untuk menyelesaikan suatu tugas, suatu hambatan, maupun tuntutan social dengan tujuan agar dapat memperoleh hasil yang sempurna sehingga individu terdorong untuk dapat menjalankan suatu kegiatan maupun keputusan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Motivasi muncul karena adanya optimis dalam diri untuk mewujudkan suatu harapan. Semakin tinggi motivasi maka semakin banyak hal-hal yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan begitupun sebaliknya, semakin rendah level motivasi maka akan rendah pula hal-hal serta harapan yang dapat terwujudkan secara nyata, sehingga motivasi adalah alat ukur terbaik dalam efikasi diri, (4) Aspek seleksi adalah kemampuan individu untuk dapat memilah kondisi sosial yang mengantarkan pada kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri secara tepat pada lingkungan yang ditempati. Kemampuan individu memilih aktivitas dan situasi yang tepat dalam mempengaruhi hubungan sosial mereka. Individu cenderung melakukan hal yang kiranya sesuai dengan kemampuan dan kondisi pada diri, serta menghindari situasi yang bertentangan dengan kemampuan yang dimiliki.

Menurut Bandura [8] menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya efikasi diri akademik pada siswa, adalah pengalaman performansi, pengalaman orang lain, persuasi sosial, dan keadaan emosi. Lebih lanjut Bandura [8] mengungkapkan bahwa keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi di bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, dan stres dapat mengurangi efikasi diri. Individu yang belajar dalam kondisi emosional yang positif maka akan mampu menyelesaikan tugas dengan sebaik mungkin. Sebaliknya individu dengan ketakutan yang kuat, kecemasan akut dan tingkat stres yang tinggi memungkinkan akan mempunyai efikasi diri yang rendah.

Desmita [9] mendefinisikan stres akademik merupakan ketegangan emosional yang muncul dari peristiwa-peristiwa kehidupan disekolah dan perasaan terancamnya keselamatan atau harga diri siswa. Sedangkan Desmita [9] mengungkapkan bahwa stres akademik merupakan tekanan dan tuntutan yang bersumber dari kegiatan akademik. Selanjutnya Gupta [3] memaparkan bahwa stres akademik merupakan respon siswa yang berupa perilaku, fikiran, reaksi fisik, maupun reaksi emosi negatif yang muncul akibat tuntutan akademik karena terlalu bayaknya tugas yang harus dikerjakan siswa.

Berdasar uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan stres akademik dengan efikasi diri akademik, karena individu dengan kondisi psikis atau tingkat stres yang tinggi akan mempengaruhi tinggi rendahnya efikasi diri. Sebab respon dari kondisi stres yang tinggi, siswa akan mengusahakan cara menyimpang untuk dapat memenuhi tuntutan akademiknya, salah satunya dengan mencontek. Sedangkan perilaku mencontek sendiri adalah hasil dari individu yang tidak yakin dengan kemampuannya sehingga disebut ia memiliki efikasi diri akademik yang rendah.

Selain dasar kajian teoritis kajian ini juga didasarkan atas penelitian awal yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 11 Februari 2020 dengan wawancara pada beberapa siswa dan guru BK serta melakukan sebar skala didapatkan hasil bahwa ada hubungan negatif antara Stres Akademik dengan Efikasi Diri Akademik yaitu Semakin rendah Stres Akademik maka semakin tinggi Efikasi Diri Akademik begitu pula sebaliknya semakin tinggi Stres Akademik maka semakin rendah Efikasi Diri Akademik.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasional bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stres akademik dengan efikasi diri akademik pada siswa SMK Raden Paku Wringinanom. Jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan tabel Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan 5% sehingga sampel yang dijadikan penelitian berjumlah 202 siswa dari 479 populasi dan dipilih berdasarkan teknik sampling Stratifikasi. Teknik pengumpulan data menggunakan skala Likert untuk mengukur dua variabel yaitu skala efikasi diri akademik dan skala stres akademik. Skala likert Azwar [10] adalah skala yang berisi pernyataan-pernyataan sikap yang terdiri dari pernyataan favorable (item yang bersifat mendukung pernyataan penelitian) dan unfavorable (item yang bersifat tidak mendukung pernyataan penelitian). tambahkan validitas dan reliabilitas kedua skala sebagai sarat skala yang baik. Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan metode korelasi pearson (Product moment)dari data kedua valiabel yang sudah diperoleh oleh peneliti

Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 202
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 8.61738059
Most Extreme Differences Absolute .063
Positive .063
Negative -.047
Kolmogorov-Smirnov Z .889
Asymp. Sig. (2-tailed) .408
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Table 1.Hasil Uji Normalitas Data Variabel X dan Variabel Y

Hasil uji normalitas menggunakan Standarized Residual di atas, diperoleh nilai signifikansi Kolmogorov smirnov yaitu sebesar 0,408 sehingga angka sig. Kolmogorov smirnov tersebut lebih tinggi dari 0,05. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa data kedua variabel berdistribusi normal.

ANOVA Table
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
EDA * Stres akademik Between Groups (Combined) 3157.482 41 77.012 1.046 .408
Linearity 6.168 1 6.168 .084 .773
Deviation from Linearity 3151.313 40 78.783 1.071 .373
Within Groups 11774.796 160 73.592
Total 14932.277 201
Table 2.Hasil Uji Linieritas

Berdasarkan nilai signifikansi di atas, diperoleh nilai Deviation Liniearity sebesar 0,373 yaitu lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang linier antara kedua variabel

Correlations
Stres Akademik EDA
Stres Akademik Pearson Correlation 1 -.186**
Sig. (2-tailed) .008
N 202 202
EDA Pearson Correlation -.186** 1
Sig. (2-tailed) .008
N 202 202
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Table 3.Hasil Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa hasil koefisien korelasi (rxy) sebesar -0,186 dengan signifikasi (p) sebesar 0,008 yaitu lebih kecil dari 0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara stres akademik dengan efikasi diri akademik, artinya semakin tinggi Stres Akademik maka semakin rendah Efikasi Diri Akademik pada siswa SMK Raden Paku Wringinanom. Sebaliknya, semakin rendah Stres Akademik maka semakin tinggi Efikasi Diri Akademik.

Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .186a .034 .030 8.149
a. Predictors: (Constant), X
Table 4.Hasil Koefisien Determinasi

Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi pada table di atas didapatkan hasil AR2 sebesar 0,034 yang berarti bahwa variabel Stres Akademik pada penelitian ini memberikan sumbangan sebesar 3,4% terhadap variabel Efikasi Diri Akademik. Sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang bukan menjadi fokus penelitian ini.

Kategorisasi Jumlah subjek pada masing-masing skala
Stres Akademik Efikasi Diri Akademik
Ʃ Subjek % Ʃ Subjek %
Rendah 36 17,8 27 13,3
Sedang 137 67,8 123 60,8
Tinggi 29 14,3 52 25,7
Jumlah 202 100 202 100
Table 5.Tabel Kategorisasi Subyek

Berdasarkan tabel kategorisasi diatas dapat disimpulkan bahwa pada variabel Stres Akademik terdapat 36 subjek dalam kategori rendah, 137 subjek termasuk kategori sedang, dan 29 subjek termasuk kategori tinggi. Sedangkan pada variabel Efikasi Diri Akademik terdapat 27 subjek termasuk kategori rendah, 123 subjek termasuk dalam kategori sedang dan 25 subjek termasuk dalam kategori tinggi.

Pada tabel diatas dapat dilihat mayoritas subjek memiliki tingkat Stres Akademik dalam kategori sedang dengan presentase sebesar 67,8%, begitu juga dengan Efikasi Diri Akademik dalam kategori sedang dengan presentase sebesar 60,8%. Sehingga dalam hal ini mendorong siswa untuk mengarahkan stress pada hal yang positif yakni dapat menyelesaikan masalah dengan baik secara mandiri maupun dengan bantuan orang lain ataukah dengan melakukan regulasi emosinya seperti olahraga, dan lain-lain. Bagi guru dan orang tua dapat mensuport dan melakukan edukasi pendampingan pada siswa agar siswa dapat menyelesaikan masalahnya sehingga siswa lebih mampu mengembangkan stres yang positif.

Pembahasan

Hasil dari analisis pada penelitian ini, menunjukkan bahwa koefisien korelasi sebesar -0,186 dengan signifikasi sebesar 0,008 yaitu lebih kecil dari 0,05. Hasil ini membuktikan bahwa terdapat adanya korelasi negatif antara stress akademik dengan efikasi diri akademik, sehingga hipotesis yang diajukan penulis diterima. Artinya semakin tinggi Stres Akademik maka akan semakin rendah Efikasi Diri Akademik pada siswa SMK Raden Paku Wringinanom. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah Stres Akademik maka akan semakin tinggi Efikasi Diri Akademik di SMK Raden Paku Wringinanom. Hasil penelitian ini diperkuat oleh hasil penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh Lin Ye, Alexandria Posada, dan Yangyang Liu [11] dengan judul The Moderating Effects of Gender on the Relationship BetweenAcademic Stress and Academic Self-Efficacy yang hasilnya terdapat hubungan negatif antara stres akademik dengan efikasi diri akademik.

Siswa dalam tingkatan Menengah Kejuruan atau biasa disebut siswa SMK, dalam proses pengembangan dirinya, siswa dihadapkan oleh situasi dan kondisi yang bervariasi terutama dalam hal tuntutan pengerjaan tugas. Olejnik dan Holschuh [3] mengungkapkan bahwa tuntutan tugas yang harus dikerjakan siswa serta kemampuan untuk dapat berprestasi seringkali menyebabkan siswa untuk berperilaku menyimpang seperti menyontek, membolos, tidak mengerjakan tugas dengan baik, serta memanipulasi data. Hal ini berkaitan dengan efikasi diri akademik.

Menurut Bandura [12], efikasi diri akademik mengacu pada keyakinan yang berkaitan dengan kemampuan dan kesanggupan seorang pelajar untuk mencapai dan menyelesaikan tugas-tugas akademik dengan target hasil dan waktu yang telah ditentukan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi efikasi diri akademik yaitu, pengalaman menguasai sesuatu, modeling sosial, persuasi sosial, dan kondisi fisik dan emosional. Faktor pertama yaitu pengalaman menguasai sesuatu (mastery experiences)yaitu performa pada masa lalu. Secara umum, performa yang berhasil akan meningkatkan ekspektasi mengenai kemampuan, dengan kata lain akan meningkatkan efikasi diri secara proporsional dengan kesulitan dari tugas, sebaliknya kegagalan dimasa lalu akan menurunkan efikasi diri. Faktor kedua modelling sosial (vicarious expsriences). Efikasi akan meningkat ketika individu mengamati pencapaian orang lain yang setara, namun akan berkurang ketika individu lain diamati gagal. Faktor ketiga persuasi sosial. Efikasi diri juga dapat diperoleh atau dilemahkan melalui persuasi sosial. Dampak dari sumber ini cukup terbatas, tetapi dibawah kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat meningkatkan atau menurunkan efikasi diri. Saran yang diberikan oleh guru dan teman sebaya berperan penting dalam pembentukan efikasi diri. Faktor terakhir adalah kondisi fisik dan emosional dimana emosi yang kuat biasanya akan mengurangi performa. Individu yang belajar dalam kondisi emosional yang positif maka akan mampu menyelesaikan tugas dengan sebaik mungkin. Sebaliknya individu dengan ketakutan yang kuat, kecemasan akut dan tingkat stres yang tinggi memungkinkan akan mempunyai efikasi diri yang rendah.

Berdasarkan tabel kategori subjek diatas didapatkan hasil bahwa pada variabel Stres Akademik terdapat 36 subjek dalam kategori rendah, 137 subjek termasuk kategori sedang, dan 29 subjek termasuk kategori tinggi. Sedangkan pada variabel Efikasi Diri Akademik terdapat 27 subjek termasuk kategori rendah, 123 subjek termasuk dalam kategori sedang dan 25 subjek termasuk dalam kategori tinggi. Pada siswa SMK Raden paku Wringinanom tingkat Efikasi Diri Akademik berada dalam kategori sedang. Selanjutnya pada penelitian ini juga menggambarakan Stres Akademik memberikan sumbangan sebesar 3,4% terhadap variabel Efikasi Diri Akademik, sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak menjadi fokus penelitian ini, seperti religiusitas, keadaan emosi, dan lain-lain. Dan keterbatasan dalam penelitian ini adalah kurangnya penelitian terdahulu yang membahas tentang variabel serupa.

Simpulan

Terdapat hubungan negatif antara stres akademik dengan efikasi diri akademik pada siswa SMK Raden Paku Wringinanom sehigga semakin tinggi stress akademik maka semakin rendah efikasi diri akademik siswa SMK Raden Paku Wringinanom begitu pula sebaliknya semakin rendah stress akademik maka semakin tinggi efikasi diri akademik siswa SMK Raden Paku Wringinanom. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisa korelasi product moment yang menunjukkan koefisien korelasi (rxy) sebesar -0,186 dengan signifikasi (p) sebesar 0,008 yaitu lebih kecil dari 0,05 yang artinya hubungan kedua variabel tersebut signifikan.

References

  1. Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 (2017, 19 Desember). [On-line]. Diakses pada tanggal 19 Desember 2017 dari https://kemenag.go.id/file/dokumen/UU2003.pdf
  2. Harsono, 2011, 2001, Etnografi Pendidikan sebagai Desain Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
  3. Wulandari, Silvia, & Rachmawati, Aliza. (2014). Efikasi diri dan stres akademik pada siswa sekolah menengah atas program akselerasi. Psikologika, Vol. 19, No. 2
  4. Wijaya, Prastihastari, & Pratitis, Titi. (2012). Efikasi diri akademik, dukungan sosial orang tua dan penyesuaian diri mahasiswa dalam perkuliahan. Jurnal persona, Vol. 1, No. 01
  5. Wulansari, Retno. 2010. Efisiensi Relatif Operasional Puskesmas dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). Jurnal Ekonomi Universitas Indonesia
  6. Rahmawati, Adelina (2015) Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Penyesuaian Diri Santri Baru. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
  7. Bandura, A. 1997. Self-Efficacy. The exercise of control. New York, NY: Freeman
  8. Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press
  9. Desmita. (2014). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Posdakarya
  10. Azwar, Saifuddin. (2012a). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
  11. Ye, L., Posada, A., & Liu, Y. (2017, December 28). The Moderating Effects of Gender on the Relationship Between Academic Stress and Academic Self-Efficacy. International Journal of Stress Management. Advance online publication. http://dx.doi.org/10.1037/str0000089
  12. Feist, Jess, & Feist, G. J. (2010). Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika