Abstract

Obstacles in seeing in the process of memorizing the Qur'an and the hectic schedule at Rumah Qur'an Ar Rahman requires both subjects to have good self-regulation in order to achieve their goal of becoming a memorizer of the Qur'an. This study aims to describe the self-regulation of Tahfidzul Qur'an Low vision students in memorizing the Qur'an at the Qur'an Ar Rahman House. This study uses a phenomenological qualitative research method, with a sample of 2 subjects with Low vision who undergo the process of memorizing the Qur'an, the sampling technique of this study uses purposive sampling. The data collection technique used by the researcher is interviews. . The results of this study state that Tahfidzul Qur'an students who have Low vision have self-regulation abilities, one of which is marked by a metacognitive process in the process of memorizing the Qur'an and balancing between memorizing and repeating memorization activities as well as school activities and additional activities at Rumah Qur'an. 'an Ar Rahman.

Pendahuluan

Saat ini, di Indonesia banyak bermunculan lembaga-lembaga Al Qur’an yang tumbuh subur dengan tujuan mendidik para peserta didik untuk mampu menguasai serta memahami ilmu Al Qur’an dengan lebih mendalam, beriringan dengan hal itu lembaga-lembaga tersebut mendidik peserta didik atau santrinya untuk menjadi hafidz dan hafidzah [1].

Rumah Qur’an adalah lembaga yang berbeda dengan pesantren, Rumah Qur’an dengan Aktivitas belajar dan menghafal Al Quran, mengamalkan, dan membudayakan nilai-nilai Al Qur’an dalam sikap hidup sehari-hari berbasis hunian, lingkungan, dan komunitas. Rumah Qur’an sebagai penggerak seruan Al Qur’an di antara masyarakat dalam bentuk komunitas, masjid, sekolah, perguruan tinggi,maupun instansi [2].

Penelitian yang di lakukan oleh Faisal Tanjung, Lukmawati, Jhon Supriyanto dengan judul “Al Qur’an itu menjaga diri:PerananRegulasi Diri Penghafal Qur’an”. Penelitian ini membahas mengenai regulasi diri penghafal Al Qur’an pada santri dan santriwati di Rumah Qur’an Daarut Tarbiyah Palembang, dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa pada tahapan awal penghafal Al Qur’an akan mengalami beberapa hambatan ketika menghafal seperti motivasi menghafal, pencarian metode menghafal, pengelolaan waktu, dan mengatur jumlah hafalan dan muroja’ah harian [3]. Pada proses awal penelitian di Rumah Qur’an Ar Rahman penelitian menemukan adanya hambatan lain selain yang disebutkan di atas yaitu kurangnya jarak pandang untuk menghafal Al Qur’an bin-nadzor atau dengan cara melihat. Hal ini terjadi pada anak dengan Low vision yang ditemukan peneliti di Rumah Qur’an Ar Rahman, karena anak dari kalangan berkebutuhan khusus dimana mereka mengalami Low vision ini memiliki kekurangan dalam penglihatan sehingga kesulitan dalam membaca, dengan kondisi penglihatan yang kurang tersebut mereka dituntut untuk tetap menghafal dan menuntaskan hafalan mereka, selain itu kondisi Rumah Qur’an Ar Rahman yang padat akan kegiatan harian bagi para santri, kegiatan yang tidak hanya terfokus pada menghafal Al Qur’an akan tetapi bersekolah, lingkungan yang meliputi bersih-bersih hingga menanam, kegiatan tambahan seperti menjahit, memanah, memasak dll, adanya hambatan dalam melalukan proses menghafal Al Qur’an serta padatnya jadwal kegiatan yang menuntut mereka untuk memiliki kemampuan dalam mengatur waktu dan diri mereka supaya dapat mencapai tujuan mereka yaitu menjadi penghafal Al Qur’an.

Regulasi diri adalah kemampuan individu dalam mengontrol perilakunya sendiri hal tersebut merupakan penggerak utama pada kepribadian manusia. Memiliki Regulasi diri yang baik bagi peserta didik dapat menjadikan peserta didik terarah untuk mencapai tujuannya dalam pendidikan. Selain itu, regulasi diri juga membantu peserta didik untuk dapat beradaptasi baik dengan lingkungan yang dianggap tidak seimbang bagi dirinya [4].Ada tiga unsur utama dalam Regulasi diri yaitu Metakognitif, Motivasi dan Perilaku [5]

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Utami (2017) dapat disimpulkan bahwa dari 13 subjek santri penghafal Al Qur’an hanya terdapat 2 subjek yang mampu menuntaskan proses menghafal Al Qur’an dikarenakan memiliki regulasi diri yang baik.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2017) dapat disimpulkan bahwa santri/peserta didik yang memiliki Regulasi diri yang baik dapat menyelesaikan hafalan Al Qur’an dengan baik. Horward & Miriam menyatakan bahwa regulasi diri adalah suatu proses di mana seseorang memiliki kemampuan dalam mengatur tujuan dan perilaku mereka. Menentukan target bagi diri mereka, melakukan evaluasi pencapaian ketika mereka telah mencapai tujuan tersebut dan memberikan sebuah penghargaan pada diri mereka karena mampu menyelesaikan target [6].Proses yang panjang dalam regulasi diri tersebut bukanlah hal yang mudah untuk dijalani bagi santri yang memiliki low vision.

Santri yang memiliki Regulasi diri yang rendah maka memungkinkan santri tersebut melakukan hal yang negatif, ketika santri merasa malas dalam menghafal Al Qur’an dan kehilangan motivasi dalam menghafal, sehingga merasa tidak ingin kembali ke Rumah Qur’an, hal tersebut merupakan dampak negatif dari rendahnya Regulasi diri dan jika santri memiliki Regulasi diri yang tinggi maka dapat berdampak positif bagi keseharian santri. Dinamika regulasi dari pada subjek umumnya muncul ketika subjek memiliki hambatan dalam mencapai tujuan.

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, peneliti ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana gambaran regulasi diri pada santri tahfidzul Qur’an low vision dan mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi regulasi diri pada santri tahfidzul Qur’an low vision dalam menghafal Al Qur’an.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif Fenomenologi untuk memperoleh data dengan menggambarkan sebuah fenomena. Fenomena termasuk apapun yang muncul seperti emosi, pikiran, dan tindakan subjek [7].Fenomenologi berupaya dalam mengungkapkan makna dari pengalaman individu hal tersebut sangat berkaitan dengan bagaimana individu tersebut berhubungan dengan sesuatu itu [8].Dalam penelitian ini, menggunakan pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi adalah sebuah penelitian yang mengamati tentang fenomena yang terjadi dalam kehidupan manusia di mana para peneliti berupaya masuk ke dalam dunia konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian rupa, sehingga peneliti dapat mengumpulkan berbagai macam informasi berdasarkan dari penyelidikan, memahami dan memaknai sebuah kejadian [7].

Subjek penelitian adalah individu yang difungsikan untuk membagikan informasi tentang situasi dan kondisi dalam situasi penelitian. Pada penelitian ini, subjek penelitian ditetapkan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan penilaian tertentu. Pemilihan subjek dalam teknik ini didasarkan atas ciri-ciri tertentu yaitu low vision. Sampel penelitian ini terdiri dari 2 santri Tahfidzul Qur’an sesuai kualifikasi yang telah dipilih peneliti, dengan ciri-ciri gangguan penglihatan sebagai berikut :

a.Memiliki keterbatasan dalam luas pandang.

b.Kurangnya kemampuan untuk melihat hal yang datail.

c.Kesulitan melihat dalam jarak normal, yang dilihat hanya seperti samar-samar seakan berkabut.

d.Bola mata yang tidak dapat fokus dan terkontrol sehingga tidak dapat melihat objek dengan jelas.

e.Rabun senja, bola mata merasa sensitive terhadap cahaya

Dari populasi seluruh santri di Rumah Qur’an Ar Rahman dan menghasilkan sampel 2 subjek dengan kriteria yang sesuai dengan penelitian ini yaitu santri yang menghafal Al Qur’an yang memiliki Low Vision..

Hasil dan Pembahasan

Penyajian Hasil Penelitian

Peneliti menemukan hasil analisis dari data Subjek yaitu aspek-aspek Regulasi diri Subjek memiliki perbedaan pada motivasi dan perilaku, hal tersebut dapat peneliti jelaskan sebagai berikut; Metakognitif Subjek 1 dan Subjek 2 berbeda dalam proses menghafal Al Qur’an, yang membedakannya adalah Subjek 1 mengorganisir waktu dan dirinya dengan baik dan teratur agar dapat melakukan ziyadah dan muroja’ah sesuai waktu yang telah Subjek tetapkan, Subjek 2 terfokus pada tujuan hari itu dan selebihnya tidak terorganisir seperti sebagian waktu banyak dihabiskan untuk bermain, hal tersebut menghasilkan perbedaan pada hafalan kedua Subjek, Subjek 1 lebih unggul dalam kuantitas hafalan yang sudah menyelesaikan 17 juz dan Subjek 2 lebih unggul dalam kualitas hafalan meskipun baru memiliki hafalan sebanyak 9 Juz, hal tersebut didukung oleh pernyataan Significant others.“NM sekarang sudah 17 juz lebih, kalau F sekarang baru 9 juz ukht.”(R.SO.I.MK.24).” Kalau itu F hafalannya lebih baik ust, meskipun waktu ziyadah ada salahnya tapi pas muroja’ah lancar, kalau NM ada juz-juz tertentu yang kurang lancar memang.”(R.SO.I.MK.26).

Motivasi Subjek 1 dan Subjek 2 memiliki perbedaan Subjek 1 memiliki motivasi internal dan eksternal, motivasi internal yang berasal dari keinginan untuk memiliki kelebihan dari dalam diri sendiri sehingga memiliki keunggulan dan menutup kekurangan Subjek yaitu Low vision, Subjek 1 juga memiliki motivasi eksternal yaitu motivasi yang berasal dari kedua orang tuanya, berdasarkan wawancara peneliti dengan Subjek 1, Subjek 1 mengatakan bahwa alasan kuat Subjek 1 menghafal adalah karena dukungan orang tua, berbeda dengan Subjek 2 yang memiliki motivasi hanya berdasarkan motivasi internal yaitu keinginan Subjek 2 untuk menjadi imam besar.

Perilaku Subjek 1 dan Subjek 2 berbeda tapi menghasilkan hal yang sama dalam hafalan Al Qur’annya, Subjek 1 memiliki perilaku yang terorganisir, Subjek menjadwal waktu ziyadah dan muroja’ah dan secara rutin mengikuti jadwal tersebut disamping itu subjek tetap mengisi waktu lungnya dengan muroja’ah sehingga subjek yakin dapat menghasilkan hafalan yang lancar dan sedikit kesalahannya saat menyetorkan hafalan tersebut, sedangkan Subjek 2 memiliki jadwal ziyadah dan muroja’ah yang telah ditentukan akan tetapi terkadang subjek merubahnya menyesuaikan situasi dan kondisi dan juga subjek lebih banyak mengisi waktu luangnya untuk bermain bersama teman-temannya.

Selain aspek-aspek Regulasi diri, faktor-faktor yang mempengaruhi Regulasi diri dari kedua Subjek juga memiliki perbedaan, berdasarkan wawancara maka peneliti dapat menjelaskan sebagai berikut ; Individu Subjek 1 dan Subjek 2 merupakan individu yang berbeda berdasarkan pernyataan Significant others yaitu Ustadzah pembimbing hafalan Subjek 1 merupakan individu yang lebih banyak diam dan menyendiri akan tetapi tetap memiliki hubungan sosial dengan teman-temannya, subjek tetap bercanda dan berbincang dengan teman sekitarnya, sedangkan Subjek 2 adalah individu yang banyak melakukan aktivitas diluar jadwal ziyadah, muroja’ah bahkan pelajaran, subjek sering menghabiskan waktu dengan bermain untuk mengisi waktu luang dan tidak terfokus pada hafalan saja, sehingga seringkali Subjek 2 mendapat teguran dari Significant others atau Ustadzah karena terlalu banyak bermain di saat waktu pembelajaran atau ziyadah dan muroja’ah.

Jenis kelamin yang berbeda pada kedua subjek menjadikan adanya perbedaan karakter pada kedua subjek, subjek 1 merupakan individu yang mengikuti situasi dan kondisi lingkungan tanpa berusaha melakukan hal yang berbeda meskipun hal tersebut bertentangan dengan rasa nyamannya, sedangkan subjek 2 merupakan individu yang mendominasi, subjek 2 menjadi tempat bagi teman-temannya untuk mengkoreksi hafalan Al Quran yang akan teman-temannya setorkan.

Lingkungan Subjek 1 dan Subjek 2 merupakan Lingkungan yang mendukung Subjek 1 dan Subjek 2 dalam menyelesaikan hafalan Al Qur’an, Low vision yang dimiliki Subjek 1 dan Subjek 2 tidak menjadikan mereka bahan candaan atau hinaan, akan tetapi lingkungan tidak memperlakukan mereka berbeda dengan Low vision yang mereka miliki. Lingkungan juga membantu Subjek 1 dan Subjek 2 dalam menghafal Al Qur’an dan juga lingkungan Rumah Qur’an Ar Rahman merupakan lingkungan yang nyaman berdasarkan pernyataan Subjek 1 dan Subjek 2.

Pembahasan

Regulasi diri merupakan proses individu dalam mengatur, merencanakan strategi dan mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan ketika tujuan tersebut telah berhasil tercapai maka akan ada kepuasan dari dalam diri invidu tersebut. Motivasi yang merupakan aspek dari regulasi diri, Motivasi yang tinggi akan mendorong berbagai keberhasilan yang terjadi terutama bagi individu yang sedang dalam proses tumbuh dan berkembang Regulasi diri yang baik akan berdampak pada lingkungan, karena individu dengan regulasi diri yang baik akan cenderung disiplin dan mampu mengatur waktu dan diri yang [9].

Regulasi diri yang baik dapat membantu individu untuk mencapai tujuannya, berdasarkan pengamatan peneliti terhadap Subjek 1 dan Subjek 2 dibantu dengan pernyataan pendukung dari Significant others, Subjek 1 dan Subjek 2 memiliki Regulasi diri yaitu memiliki kemampuan dalam mengorganisir waktu ziyadah dan muroja’ah yang berdampingan dengan aktifitas sekolah dan kegiatan tambahan dari Rumah Qur’an Ar Rahman, hal tersebut dibuktikan dengan gambaran pada aspek-aspek Regulasi diri yaitu metakognitif, motivasi, dan perilaku serta adanya faktor-faktor yang mempengaruhi Regulasi diri pada Subjek yaitu individu, jenis kelamin dan lingkungan.

Peneliti menjelaskan aspek-aspek Regulasi diri kedua Subjek sebagai berikut ;Metakognitif merupakan kemampuan individu dalam memahami kemampuan kognitifnya sehingga dapat menentukan dan merencakan strategi untuk mencapai tujuannya [9].Subjek 1 dan Subjek 2 memiliki kemampuan dalam memikirkan untuk merancang atau merencanakan tindakan yang akan dilakukan dalam ziyadah dan muroja’ah, subjek 1 memahami kemampuan dirinya yang seringkali memiliki kesalahan saat menyetorkan hafalan ataupun mengulang hafalannya oleh sebab itu subjek 1 menghabiskan waktu luang untuk memperbaiki kualitas hafalan miliknya, sedngkan subjek 2 meski banyak menghabiskan waktu dengan bermain hal tersebut tidak mempengaruhi kualitas hafalannya, subjek 2 tetap mampu menyetorkan ziyadah dan muroja’an dengan kesalahan yang sangat sedikit.

Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan pada diri individu yang dapat menghasilkan rasa antusias untuk melakukan sebuah kegiatan dan menyelesaikannya, ada yang berasal dari diri sendiri (motivasi internal) dan ada yang berasal dari luar diri sendiri (motivasi eksternal) [10]. Berdasarkan pernyataan Subjek 1, Subjek 1 memiliki motivasi internal yaitu dorongan dari dalam sirinya sendiri untuk memiliki kelebihan agar mampu menutupi kekurangannya dan eksternal yaitu dukungan dari orang tuanya untuk segera menyelesaikan hafalan Al Qur’an menjadi dorongan bagi subjek 1, sedangkan Subjek 2 hanya memiliki motivasi internal yaitu dorongan dari dalam dirinya sendiri yang ingin menjadi imam besar, perbedaan motivasi yang di miliki oleh Subjek 1 dan Subjek 2 menimbulkan rasa antusias dalam menghafal Al Qur’an sehingga keinginan Subjek 1 dan Subjek 2 dalam menyelesaikan hafalan Al Qur’annya dapat segera tercapai.

Perilaku pada diri individu dalam mencapai tujuannya yang dapat diterima oleh lingkungan sekitar atau sesuai dengan tujuan yang diinginkannya, semakin besar upaya yang dilakukan individu dalam mencapai tujuannya maka semakin meningkat juga Regulasi diri pada individu tersebut [9].Peneliti menemukan fakta lapangan bahwa Subjek 1 memiliki perilaku yang terorganisir yaitu teraturnya waktu ziyadah dan muroja’ah, subjek 1 melakukan ziyadah pada waktu shubuh dan ashar dan muroja’ah pada dzuhur,ashar dan maghrib. Perilaku subjek 2 teroganisir pada ziyadah dan muroja’ah yaitu ziyadah pada shubuh dan ashar dan muroja’ah pada waktu shubuh, dzuhur dan ashar akan tetapi subjek 2 banyak bermain pada beberapa waktu saat proses menghafal Al Qur’an.

Faktor-faktor Regulasi diri kedua Subjek dapat dijelaskan sebagai berikut ;Regulasi diri bergantung pada masing-masing individu hal ini berkaitan dengan pengetahuan, proses metakognitif dan tujuan. Pengertian pengetahuan disini ialah pengetahuan individu mengenai Regulasi diri sehingga dapat menggunakannya untuk menentukan strategi untuk tujuan yang akan dicapai, dan pengetahuan tersebut juga harus didukung dengan proses metakognitif yang baik, dengan adanya kemampuan menggunakan peroses metakognitif maka individu dapat menganalisan tujuan dalam proses yang akan dilakukannya [11]. Individu mempengaruhi proses dalam menghafal Al Qur’an, individu yang memiliki metakognitif yang baik, tujuan yang jelas dan keyakinan perihal kemampuan diri yang baik maka dapat mencapai Regulasi diri yang baik, berdasarkan pengamatan peneliti terhadap kedua Subjek, Subjek 1 yang merupakan individu yang lebih banyak diam dan suka melakukan hafalan dengan menyendiri di pojok karena hal tersebut lebih meningkatkan konsentrasinya. Subjek 1 juga banyak menghabiskan waktu dengan menyendiri untuk mengulang hafalan Al Qur’an sehingga memiliki kualitas hafalan yang baik. Pengamatan peniliti terhadap Subjek 2 menghasilkan analisa yang berbeda, Subjek 2 merupakan individu yang tidak bermasalah dengan keramaian saat melakukan proses menghafal Al Qur’an hal tersebut tidak mengganggu proses menghafal Al Qur’an pada diri subjek 2.

Laki-laki cenderung menempati posisi dominan dibandingkan perempuan dalam segala dimensi. Laki-laki dipandang maskulin artinya berani, berada di atas dan berkuasa, serta laki-laki dipandang lebih rasional. Sebaliknya, perempuan dipandang pasif dan menerima posisi inferior dalam masyarakat yaitu tidak berdaya dan patuh secara berlebihan, cenderung kurang rasional, emosional atau mudah memahami perasaan orang lain, serta manja dan penakut [12]. Jenis kelamin yang berbeda pada kedua subjek juga mempengaruhi proses regulasi diri kedua subjek, subjek 1 yang merupakan perempuan mengikuti situasi dan kondisi lingkungan sekitar meskipun tidak sejalan dengan rasa nyamannya, sedangkan subjek 2 yang merupakan laki-laki menempati posisi dominan di kelas menghafal, bahkan subjek 2 membantu menyimak hafalan teman-temannya yang akan di setorkan.

Lingkungan yang mendukung atau tidak mendukung mempengaruhi Regulasi diri pada individu, lingkungan yang mendukung dapat menghasilkan Regulasi diri yang tinggi sedangkan lingkungan yang tidak mendukung dapat menghasilkan Regulasi diri yang rendah [4].Lingkungan Rumah Qur’an Ar Rahman yang meliputi pembimbing, para santri dan juga situasi kondisi Ar Rahman merupakan lingkungan yang mendukung terhadap proses menghafal kedua Subjek, hal tersebut di dukung oleh hasil pengamatan peneliti dan juga wawancara terhadap kedua Subjek. Dukungan eksternal yang berasal dari Ustadzah dan santri-santri yang lain seperti tidak pernah mengejek kekurangan subjek dan juga ustadzah pembimbing yang sabar membenarkan hafalan subjek yang salah saat melakukan setoran. Lingkungan yang mendukung di Rumah Qur’an Ar Rahman mempengaruhi Regulasi diri kedua Subjek, lingkungan yang mendukung tersebut mempengaruhi Regulasi diri pada subjek.

Berdasarkan aspek-aspek Regulasi Diri perbedaan kedua subjek pada setiap aspek tergambar berbeda, metakognitif subjek 1 yang menghasilkan unggul pada kuantitas hafalan dan metakognitif subjek 2 yang menghasilkan unggul pada kualitas hafalan. Motivasi subjek 1 yang berasal dari motivasi internal dan eksternal dan subjek 2 yang hanya memiliki motivasi internal. Perilaku subjek 1 yang terorganisir dalam mengatur ziyadah dan muroja’ah hal tersebut juga ada pada perilaku subjek 2 yang teroganisir dalam mengatur ziyadah dan muroja’ah hanya saja pada subjek 2 tidak terfokus pada ziyadah atau muroja’ah subjek 2 terkadang bercanda dan bermain pada saat proses muroja’ah sedangkan subjek 1 banyak mengisi waktu luang dengan mengulang hafalan Al Qur’annya.

Gambaran faktor-faktor Regulasi diri pada kedua Subjek memiliki perbedaan, yakni Subjek 1 merupakan individu yang lebih merasa nyaman saat melakukan hafalan dengan menyendiri sedangkan Subjek 2 adalah individu yang tidak masalah dengan keramaian saat menghafal Al Qur’an, keramaian dapat meningkatkan motivasi pada diri subjek. Meskipun berbeda kedua Subjek tetap memiliki kemampuan dalam meregulasi diri, dibuktikan dengan pengamatan peneliti yang menemukan bahwa kedua Subjek mampu mengorganisir waktu dan dirinya dengan baik dalam kegiatan sehari-hari dalam menjalankan kegiatan-kegiatan selama di Rumah Qur’an Ar Rahman. Hal tersebut juga di dukung oleh pernyataan Significant others yang menyatakan bahwa kedua Subjek merupakan santri yang unggul dalam hafalan Al Qur’annya dan juga dalam bidang akademik pembelajaran di sekolah. Perbedaan jenis kelamin juga terlihat jelas yang mana subjek 2 lebih dominan saat proses menghafal Al Qur’an sehingga dapat membantu teman-teman sekitarnya sedangkan subjek 1 lebih menikmati melakukan proses menghafal Al Qur’an dengan menyendiri.

Perbedaan regulasi diri yang menonjol diantara kedua subjek ialah dalam mengatur pencapaian dalam kegiatan menghafal dan juga mengatur waktu dalam kegiatan sehari-hari, berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan peneliti Subjek 1 selalu melakukan muroja’ah dalam waktu luangnya dan juga menyiapkan ziyadah meskipun di hari libur, Subjek 1 melakukan hal tersebut untuk meminimalisir menurunnya kualitas hafalan. Hal ini relevan dengan pernyataan significant others yang menyatakan bahwa Subjek 1 memiliki kualitas hafalan yang berbeda dari Subjek 2.

Subjek 2 mengatur pencapaian dalam kegiatan menghafal dengan cara melakukan muroja’ah dan ziyadah sesuai dengan target hari itu dan hanya melakukannya di saat waktu yang telah di tentukan, Subjek 2 mengisi waktu luangnya dengan bermain dan beraktivitas yang tidak berkaitan dengan hafalan Al Qur’an, namun hal tersebut tidak mempengaruhi kualitas hafalan Subjek 2.

Faktor yang berbeda diantara kedua subjek yang menonjol ialah faktor individu yang meliputi pengetahuan individu pada dirinya sendiri, tingkat kemampuan metakognitif yang dimiliki serta tujuan yang telah direncanakan untuk dicapai. Proses metakognitif Subjek 1 dan Subjek 2 juga memiliki perbedaan yang menonjol, terlihat dari kualitas perbedaan hafalan Al Qur’an kedua Subjek yang memiliki perbedaan, dengan upaya optimal yang dilakukan Subjek 1 dalam menghafal Al Qur’an tidak dapat menyaingi kualitas hafalan Al Qur’an Subjek 2.

Simpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kedua Subjek memiliki kemampuan dalam meregulasi diri, hal tersebut dibuktikan dengan penggambaran aspek-aspek dan faktor-faktor Regulasi diri. Kedua subjek memiliki perbedaan pada seluruh aspek regulasi diri, metakognitif, motivasi dan perilaku.

Pada faktor regulasi diri kedua subjek memiliki kesamaan pada faktor lingkungan yang mendukung proses menghafal kedua subjek dan memiliki perbedaan pada faktor individu dan juga jenis kelamin kedua subjek yang berbeda.

References

  1. A. Ida and Khusniyah, “Menghafal Al-Qur’an Dengan Metode Muraja’ah Studi Kasus Di Rumah Tahfidz Al-Ikhlash Karangrejo Tulungagung,” Physiol. Res., p. 173, 2014.
  2. A. P. Sari, “Persepsi Masyarakat Terhadap Rumah Qur’an Insan Mulia Dalam Membentuk Kepribadian Santri Di Rt.31 Kelurahan 16 Ulu Kota Palembang,” 2019.
  3. F. Tanjung and Lukmawati, “Al-Qur’an Itu Menjaga Diri: Peranan Regulasi Diri Penghafal Al-Qur’an,” Psikis J. Psikol. Islam., vol. 3, no. 2, p. 94, 2018, doi: 10.19109/psikis.v3i3.1754.
  4. Z. A. Dami and P. Parikaes, “Regulasi Diri dalam Belajar Sebagai Konsekuen,” J. Penelit. dan Pengemb. Pendidik., vol. 1(1), no. 1, pp. 82–95, 2018, [Online]. Available: https://ejournal.upg45ntt.ac.id/ciencias/article/view/19/13.
  5. A. . Hidayat, “Hubungan Regulasi Diri Dengan Prestasi Belajar Kalkulus Ii Ditinjau Dari Aspek Metakognisi, Motivasi Dan Perilaku,” J. Chem. Inf. Model., vol. 53, no. 9, pp. 1689–1699, 2019.
  6. F. Lukmawati, “Hubungan Antara Regulasi Diri Dengan Perilaku Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Mitra Adiguna Palembang,” Psikis J. Psikol. Islam., vol. 2, no. 1, 2017.
  7. A. Sudarsyah, “KERANGKA ANALISIS DATA FENOMENOLOGI (Contoh Analisis Teks Sebuah Catatan Harian),” J. Penelit. Pendidik. UPI, vol. 13, no. 1, p. 124400, 2013, doi: 10.17509/jpp.v13i1.3475.
  8. Hasbiansyah.O, “Pendekatan Fenomenologi : Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial dan Komunikasi,” 2008.
  9. A. Manab, “Memahami regulasi diri: Sebuah tinjauan konseptual,” Psychol. Humanit., pp. 19–20, 2016.
  10. K. Zamfir, “Teori-teori motivasi,” Teor. Teor. Motiv., no. 5, p. 497, 2013, [Online]. Available: http://books.google.com/books?id=-4pNxdSes-UC.
  11. Ruminta, S. Tiatri, and H. Mularsih, “PERBEDAAN REGULASI DIRI BELAJAR PADA SISWA SEKOLAH DASAR KELAS VI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN Ruminta 1 , Sri Tiatri 2 , Heni Mularsih 3 1,” J. Muara Ilmu Sos. Humaniora, dan Seni, vol. 1, no. 2, pp. 286–294, 2012.
  12. N. K. G. Karina and Y. K. Herdiyanto, “Perbedaan regulasi diri ditinjau dari urutan kelahiran dan jenis kelamin remaja bali,” J. Psikol. Udayana, vol. 6, no. 1, pp. 849–858, 2019.