Abstract
This study aims to determine the relationship between peer social support and psychological well-being in the elderly at Griya Wredha Jambangan Surabaya. This research is a type of quantitative research, using a saturated sampling method on the existing population, namely 152 elderly subjects at Griya Wreda Jambangan Surabaya. Data were collected using a psychological scale on the variables of peer social support and psychological well-being. The items on the scale were then tested for validity and reliability with the results of item validity moving from 0.659 to 0.864 out of 20 item items on the peer social support scale and item validity scores moving from 0.466 to 0.758 out of 28 item items on the psychological well-being instrument, so that can be used as a valid second instrument to use. The results of the scale reliability test obtained a score of 0.964 and 0.913 on the scale of peer social support and psychological well-being which were greater than > 0.60, which means the research scale is reliable to use. The data obtained were then processed using normality test, linearity test, classical assumption test and hypothesis testing. Through the results of the product moment correlation test, the result is 0.931** or close to 1. It can be said that there is a positive relationship between a person's social support and their psychological well-being. Referring to the significance value where 0.000 <0.05, it means that Ha is accepted, that is, there is a relationship between peer social support and the psychological well-being of the elderly, where the higher the social support received by the elderly, the higher the perceived psychological well-being. Based on the Adjusted R Square value in the tests conducted by the researchers, the results were 56.6% where the social support of friends had an effect on a person's psychological well-being, interference by other variables being studied by the researcher.
Pendahuluan
Usia manusia adalah proses fisiologis dan dinamis yang berlangsung dengan seiring waktu. Proses kehidupan manusia akan selalu melewati beberapaxfase kehidupan,xdimulaixdarixmasa bayi, anak-anak, remaja, dewasa,”kemudian menjadi melalui fase lanjut usia. Lanjut usia merupakan proses fisiologis yang menjadi tahap akhir dalam perkembangan kehidupan manusia sebagai proses daur kehidupan yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu. Perubahan yang terjadi pada rentang usia ini baik secara fisiologis dan psikososial akan berdampak pada kesehatan baik secara fisik maupun psikologis. Salah satu bentuk permasalahan psikologis yang muncul pada rentang usia ini adalah kecemasan [1]
Lanjut usia menurutxUndang-undangxRepublik Indonesia no 13xtahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”. WHO menyebutkan kategori usia lanjut di bagi menjadi empat kriteria berikut: usia pertengahanx(middle”age) dimana pada rentang usia”45-59 tahun, lanjut usia”(elderly) dimana pada rentangxusia 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) dimana rentang usia 75-90xtahun,”usia sangat tua (very old) adalah pada rentang usia di atas 90xtahun [2].
Lanjut usia juga dimaknai sebagai pertumbuhan dan pertambahan umur seseorang yang disertai dengan penurunan kapasitasitas atau kemampuan diri yang ditandai oleh perubahan fisik seperti penurunan masa otot serta kekuatannya, peningkatan volume lemak tubuh hingga penurunan fungsi otak. Pada saat lanjut usia juga seseorang berhenti secara pertumbuhan kualitas dan kapasitas dalam dirinya [3].
Perkembangan usia secara alamiah berdampak terhadap penurunan kemampuan fisik dan psikis yang menyebabkan lansia membutuhkan orang disekitarnya untuk mendukung kebutuhannya. Proses menua juga menimbulkan permasalahan baik secara fisik, biologis, sosial ekonomi maupun mental. Mental adalah salah aspek dalam diri lansia yang seringkali mengalami permasalahan seiring bertambahnya umur seperti stres, depresi, dan kecemasan [4]. Lebih lanjut kecemasan dapat diartikan sebagai situasi dimana kondisi emosional seseorang sedang merasa tidak nyaman yang ditandai oleh perasaan khawatir, ketakuan dan gelisah berkelanjutan hingga mengganggu kehidupannya [1]. Faktor psikososial juga memiliki peran atas faktor predisposisi depresi, dimana orang tua telah mengalami periode kehilanganxorang-orang yang memiliki kedekatan emosional, situasi ini turut menyumbangkan kondisi Kesejahteraan psikologi diusia lansia
Sejahtera secara psikologis bukanlah hal yang mudah untuk dicapai bagi lansia, sejahtera arinya bahwa individu itu sehat secara fisik maupun psikologis. kesejahteraanxpsikologis sendiri berhubungan denganxkepuasanxpribadi, harapan, keterikatan, rasa syukur, stabilitas suasana hati, harga diri, kebahagiaan serta kepuasan dalam diri lansia. Menurut Ryff & Keyes [5] Kesejahteraan psikologis adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya secara utuh, mampu menjalin hubungan sosial secara baik dengan orang lain, mampu secara mandiri menghadapi tekanan sosial, mampu mengontrol lingkungan yang berhubungan dengan eksteranl, serta mampu merealisasikan potensi dalam dirinya secara berkelanjutan.”Kesejahteraan psikologis menggambarkan bagaimana psikologis individu berfungsi dengan baik dan positif. Sebagai fungsi yang positif individu ialah merupakan arah atau tujuan yang di usahakan untuk dicapai oleh individu terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Kesejahteraan psikologis sendiri bukan hanya tentang jauhnya perasaan akan hal negatif, tetapi juga tentang keterikatan aktif dalam kehidupan, bagaimana memahami arti hidup dan tujuan hidup serta bentuk hubungan yang terjalin seseorang dengan lingkungan sekitar.
Kesejahteraan psikologis yang rendah akan berpengaruh terhadap kehidupan lansia. Dalam aspek sosial, lansia akan cenderung menutup diri dari lingkungan sekitar maupun komunitas dikarenakan kurangnya penerimaan diri terhadap dirinya [6]. Hal ini akan berdampak pada perasaaan kesepian, merasa tidak didukung oleh lingkungan sekitar, yang berakibat pada tingginya tingkat stress pada lansia. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah surabaya terkait dengan pemberdayaan kesejahteraan masyarakat lanjut usia melalui PERDA tahun 2014 nomor 3 tentang kesejahteraan lanjut usia mewajibkan pemerintah daerah memfasilitasi kebutuhan lanjut usia terkait dengan pemenuhan pelayanan kesehatan dan perlindungan sosial agar para lansia dapat mendapatkan taraf hidup yang layak. Salah satu bentuk daripada memfasilitasi perlindungan sosial adalah dengan menyediakan dan memfasilitasi terbentuk panti sosial bagi para lansia dimana salah satunya adalah panti wredha.
Panti wredha sebagai sebuah institusi yangxmenyediakan fasilitasxbagi lansia guna mencukupi kebutuhan khusus lansia baik secara fisik maupun mental berkaitan dengan keterbatasan mereka untuk berkegiatan (Sari, dkk. 2020). Panti wredha merupakan tempat sosial yang difungsikan untuk merawat, mengelola aktivitas, dan tempat yang dibangun guna memberikanxkenyamanan untuk lansia dihari tua. Dengan adanya berbagai aktivitas kegiatan seperti kegiatan keagamaan, keterampilan, olahraga dan berbagai kegiatan lainya dikelola supaya lansia mampu merasakan masa tua secara baik tanpa ada perasaan sendiri maupun terbuang (Putri, Roesmanto, Hermanto, 2013).
Penelitian terkait dengan alasan lansia tinggal di panti wredha dilakukan oleh [7] yang menyatakan bahwa para lansia memilih untuk tinggal di panti wredha dikarenakan tidak ingin merepotkan keluarganya, melalui keputusan bersama keluarga untuk dirawati di panti wredha, sakit yang diderita, hingga tidak memiliki keluarga tetap sehingga secara sukarela ditempatkan di panti wredha. Melalui rangkaian aktivitas yang dilakukan oleh para lansia pada lingkungan sosial di panti wredha akan membuat para lansia lebih produktif setiap harinya sehingga hingga mencapai kesejahteraan psikologis dalam dirinya.
Tingkat kesejahteraan psikologis lansia yang berbeda memunculkan resistensi merupakan respon akan penolakan lingkungan sosial terhadap individu. Hal ini bisa disebabkan karena kurangnya proses adaptasi pada lingkungan sosial para lansia [7] Penelitian yang dilakukan oleh [8] dengan metode komparatif guna membandingkan kesejahteraan psikologis lansia yang tinggal bersama dengan keluarga dibandingkan di panti sosial menyimpulkan bahwa lansia yang tinggal bersama dengan keluarga memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan di panti sosial ditinjau dari aspek psikologis, hubungan sosial dan kualitas lingkungan.
Ryff [9] menyebutkan bahwa terdapat enamxdimensixdari psychologicalxwell-being, yaitu 1.”Penerimaanxdiri (self-acceptance) yang mengacu kepada kemampaun individu untuk menerima dirinya sendirii secara utuh. 2.”Hubunganxinterpersonal (positif relation with others) yang mengacu pada kemampuan individu untukmenjalin hubungan secara intim serta salingxpercayaxdenganxorang lain. 3.”Otonomi (autonomy) yang berkaitan denganxkemampuan individu untuk tidak terpengaruh orang lain dalamxmenilai danxmemutuskan segalaxsesuatu. 4.”Pengusaan lingkungan (environmental mastery) yang berkaitan dengan kemampuan individu untuk merespon hal-hal disekitar lingkungannya. 5.”Tujuanxhidup (purposexin life) yangxmengacu padaxhal-hal yang menjadi prioritas dan tujuan dalam kehidupan mereka, serta 6.”Pertumbuhan pribadi (personal growth) yang mengacu pada kemampuan individu melihat dirinya sebagai manusiaxyang utuh dimanaxsecara harkatxakan selalu bertumbuh.
Keluarga sebagai pranata utama dalam lingkungan sosial terdekat lansia menjadi hal yang penting khususnya dalam pemenuhan kebutuhan psikologis lansia. Sedangkan menurut Faturachman [8] mengatakan bahwa setiap manusia pada umumnya memiliki tingkat kesejahteran psikologis yang berbeda-beda. Kesejahteraan psikologis sendiri dapat di pengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah perbedaan jenis kelamin, usia, pendapatan, status pernikahan, kesehatan, pendidikan, agama dukungan sosial serta kepribadian.
Adapun aktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang menurut Ryff [10] yakni dukungan sosial, status ekonomi sosial, religiusitas, kepribadian, usia, dan jenis kelamin. Dukungan sosial teman sebaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan psikologis seseorang [11]. Lansia yang mendapat dukungan sosial dari orang-orang sekitar ketika sedang mengalami masalah atau kesulitan dengan cara mendengarkan keluh kesah, memberikan informasi yang di butuhkan, di ikutkan dalam diskusi, maka lansia tersebut merasa di perhatikan, merasa lebih nyaman, serta merasa memiliki tempat berbagi, sehingga beban psikologis yang di rasakan lebih ringan, sebaliknya lansia yang tidak mendapatkan dukungan sosial maka beban yang di rasakan akan terasa berat dan lansia tersebut akan sulit menerima diri dari lingkungan sekitar. Hal ini juga di dukung dengan adanya penelitian yang di lakukan oleh [12] yang mengatakan bahwa faktor jaringan sosial yang baik, interpretasi yang positif terhadap pengalaman yang dilewati, dan dukungan sosial yang baik, merupakan hal-hal yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis lansia yang tinggal di panti wredha.
Menurut Sarafino [13] menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya, atau menghargainya. Peranan dukungan sosial bukan dihitung secara kuantitas jumlah dukungan yang didapatkan oleh seseorang tetapi secara kualitatif bagaimana dukungan itu mampu mendorong dan menjadi berarti bagi seseorang. Dukungan sosial dapat muncul dari berbagai sumber seiring dengan perkembangan fase kehidupan. Dukungan sosial pada lingkungan sosial yang memiliki kedekatan yang mendalam pada seseorang akan lebih berdampak pada diri seseorang jika dibandingkan dukungan dari teman sebaya. Namun dukungan sosial dari teman sebaya mampu menjadi kompensasi pada situasi tertentu seperti ketiadaan keluarga maupun pasangan (Simanjuntak & Sulistyaningsih, 2018).
Penelitian terkait kesejahteraan psikologis dan dukungan sosial dilakukan oleh [14] yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara dukungan sosial dengan kesejahteraan psikologis. Dimana dukungan sosial yang baik akan memberikan dorongan kepada individu untuk berperilaku lebih produktif sehingga kualitas hidup meningkat. Dukungan sosial yang kurang akan menyebabkan sikap resisten dari individu yang berakibat pada gangguan psikologis seperti stress, depresi hingga melakukan tindakan diluar kendali seperti bunuh diri. Penelitian terkait kesejahteraan psikologis pada lansia dilakukan oleh [15] yang menggambarkan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara lansia yang hidup di griya wredha dengan yang hidup bersama dengan keluarga. Dukungan sosial menjadi faktor yang penting dalam kesejahteraan psikologis lansia, dimana lansia yang mendapatkan dukungan secara baik 8,33 kali lebih tidak berisiko untuk depresi dibandingkan dengan yang kurang mendapat dukungan dari lingkungan sekitarnya.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, secara spesifik desain penelitian yang digunakan adalah kuantitatif korelasional. Penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada sifat positivism melalui penelitian yang dilakukan terhadap populasi atau sampel tertentu dengan menggunakan teknik pengambilan sampel yang telah ditetapkan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitianxanalisis dataxbersifat statistik guna menguji hipotesis yang ditetapkan [16]. Tujuan dari penelitian korelasional adalah untuk mengetahui hubungan antara variabel dukungan sosial teman sebaya dengan variabel kesejahteraan psikologis.
Populasi dalam penelitian ini yaitu 152 orang lansia baik laki-laki maupun perempuan yang tinggal di Griya Wredha Jambangan Surabaya. Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel jenuh dimana 152 orang lansia menjadi sampel penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua skala psikologi dengan model modifikasi skala likert. Menurut Sugiyono, skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, ataupun persepsi individu terhadap suatu fenomena yang ada. Modifikasi skala likert dilakukan untuk menghilangkan jawaban ragu-ragu agar tidak terdapat jawaban yang bias. Skala dukungan sosial teman sebaya dan kesejahteraan psikologis disusun dengan 4 alternatif jawaban yakni “sangat tidak setuju (STS)”, “tidak setuju (TS)”, “setuju (S)”, “sangat setuju (SS)”. Pernyataan dalam instrumen yang disusun bersifat favorable dan unfavorable, yakni pernyataan farovable merujuk pada pernyataan yang menunjukkan sikap setuju sedangkan unfavorable adalah pernyataan yang menunjukkan sikap tidak setuju. Skala yang telah disusun kemudian diuji secara statistik melalui uji validitas dan reliabilitas. Melalui uji validitas skala, didapatkan hasil validitas aitem pada skala dukungan sosial teman sebaya yang bergerak dari 0,659 hingga 0,864 dari 20 aitem butir soal serta pada uji reliabilitas didapatkan skor 0,964 sehingga keseluruhan aitem dikatakan valid, sedangkan pada skala kesejahteraan psikologis skor validitas aitem bergerak dari 0,466 hingga 0,758 dari 28 aitem serta pada uji reliabilitas didapatkan skor 0,913 sehingga keseluruhan aitem pada skala kesejahteraan psikologis dapat dikatakan valid dan reliabel
Selanjutnya peneliti melakukan uji normalitas dan linieritas sebelum bergerak pada uji hipotesa dengan hasil: 1) hasil uji normalitas didapatkan didapatkan nilai Asymp.Sig (2-tailed) sebesar 0,087 > 0,05 pada variabel dukungan sosial teman sebaya dan 0,075 > 0,05 pada variabel kesejahteraan psikologis, artinya data tersebut berdistribusi normal; 2) hasil uji linieritas didapatkan nilai F sebesar 0,586>0,05 yang artinya dua variabel tersebut linier; 3) uji hipotesis didapatkan hasil koefisien korelasi 0,931** atau mendekati 1, yang artinya terdapat hubungan positif antara dukungan sosial teman sebaya dengan kesejahteraan psikologis pada lansia secara signifikan.
Hasil dan Pembahasan
Hasil Penelitian
Uji normalitas dilakukan peneliti guna mengetahui normal atau tidaknya sebaran data yang didapatkan dalam proses penelitian. Uji normalitas dilakukan menggunakan Kolmogrov-Smirnov pada program SPSS. Sebaran data dapat dikatakan normal apabila nilai signifikansi diatas 0,05. Sebaliknya sebaran data dikatakan tidak normal apabila nilai signifikansi dibawah 0,05.
Tests of Normality | ||||||
Kolmogov-Smirnov | Shapiro-Wilk | |||||
Statistic | df | Sig. | Statistic | df | Sig. | |
Dukungan sosial teman sebaya | ,067 | 152 | ,087 | ,983 | 152 | ,051 |
Kesejahteraan Psikologis | ||||||
a. Lilliefors Significance Correction |
Berdasarkan tabel diatas, melalui uji normalitas didapatkan nilai Asymp.Sig (2-tailed) sebesar 0,087 > 0,05 pada variabel dukungan sosial teman sebaya dan 0,075 > 0,05 pada variabel kesejahteraan psikologis, hal ini dapat disimpulkan bahwa sebaran data pada kedua variabel dapat dikatakan normal serta memenuhi asumsi normalitas data.
Uji linearitasxdilakukan untukxmelihat hubungan antar variabel apakah memiliki garisxlurusxatau tidak. Uji linearitasxdilakukanxmenggunakan test of linearity dengan program SPSS. Uji linearitas dilakukan guna mengetahui signifikansi hubungan antar variabel yang diliti yakni variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji regresi linier kemudian dilakukan pada data yang telah diperoleh menggunakan variabel dukungan sosial teman sebaya dan kesejahteraan psikologis.
ANOVA Table | |||||||
Sum of Squares | Df | Mean Square | F | Sig. | |||
Kesejahteraan Psikologis * Dukungan sosial teman sebaya | Between Groups | (Combined) | 7194,466 | 30 | 239,816 | 32,711 | ,000 |
Linearity | 6998,550 | 1 | 6998,550 | 954,613 | ,000 | ||
Deviation from Linearity | 195,916 | 29 | 6,756 | ,921 | ,586 | ||
Within Groups | 887,087 | 121 | 7,331 | ||||
Total | 8081,553 | 151 |
Merujuk pada tabel 4.2 didapatkan nilai signifikansi deviasi melalui uji linearitas dengan hasil 0,586 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai korelasi yang didapatkan adalah linear. Berdasarkan Fhitung yang didapatkan pada tabel ANOVA adalah 0,921 < 1,55 (Ftabel), sehingga terdapat hubungan linear yang signifikan antara variabel dukungan sosial teman sebaya dengan kesejahteraan psikologis.
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui hubungan yang timbul antar variabel. Uji hipotesis dilakukan menggunakan analisis korelasi yakni product moment dari pearson melalui SPSS untuk mengetahui hubungan antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Kesejahteraan Psikologis.
Correlations | |||
Dukungan sosial teman sebaya | Kesejahteraan Psikologis | ||
Dukungan sosial teman sebaya | Pearson Correlation | 1 | ,931** |
Sig. (2-tailed) | ,000 | ||
N | 152 | 152 | |
Kesejahteraan Psikologis | Pearson Correlation | ,931** | 1 |
Sig. (2-tailed) | ,000 | ||
N | 152 | 152 | |
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). |
Merujuk pada tabel 4.3 didapatkan hasil nilai korelasi pearson sebesar 0,931** atau mendekati 1. Hal ini dapatxdiartikanxbahwa korelasi yang muncul antara kedua variabel adalah positif, artinyaxsemakin tinggi tingkat dukungan sosial teman sebaya yang didapatkan oleh lansia akan sejalan dengan tingkat kesejahteraan psikologis yang dimilikinya.
Model Summary | ||||
Model | R | R Square | Adjusted R Square | Std. Error of the Estimate |
1 | ,731a | ,566 | ,565 | 2,687 |
a. Predictors: (Constant), Dukungan sosial teman sebayab. Dependent Variable : Kesejahteraan Psikologis |
Merujuk pada tabel diatas didapatkan bahwa sumbangan efektif korelasi antara variabel dukungan sosial teman sebaya dengan kesejahteraan psikologis adalah 56,6% dimana 43,4% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel penelitian.
Pembahasan
Penelitianxini berujuan untuk mengetahuixpengaruh antara dukunganxsosial teman sebayaxdengan kesejahteraan psikologis lansia di Griya Wreda Jambangan Surabaya. Berdasarkan hasil olah data menggunakan program SPSS 24 melalui uji linearitas merujuk pada tabel ANOVA dengan nilai Fhitung 0,921 < 1,55 (Ftabel), sehingga dapat diketahui terdapat hubungan linear yang signifikan antara variabel dukungan sosial teman sebayaxdengan kesejahteraanxpsikologis.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang kuat antara dukunganxsosial teman sebaya dengan kesejahteraan psikologis lansia. Melalui uji korelasi didapatka hasil nilai korelasi pearson sebesar 0,931** atau mendekatix1. Hal ini dapat diartikanxbahwaxkorelasixyang muncul antara kedua variabel adalah positif, artinya semakin tinggi tingkat dukungan sosial teman sebaya yang didapatkan oleh lansia akan sejalan dengan tingkat kesejahteraan psikologis yang dimilikinya. Melalui uji hipotesa didapatkan nilai signifikansi yang didapatkan 0,000 < 0,05 artinya Hipotesis diterima atau terdapat hubungan antara dukungan sosial teman sebaya terhadap kesejahteraan psikologis lansia.
Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian sebelumnya yakni Adyani, dkk (2018) yang menyatakan bahwa dukungan sosial teman sebaya memiliki hubungan yang kuat dengan kesejahteraan psikologis. Melalui perhitungan dan uji terhadap data yang dihimpun dapat dilihat bahwa sumbangan efektif dukungan sosial teman sebaya terhadap kesejahteraan psikologis adalah 56.6%. Sumbangan efektif yang cukup tinggi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor baik usia, jenis kelamin maupun pendidikan terakhir subjek penelitian.
Pada setiap rentang perkembangan manusia membutuhkan dukungan sosial teman sebaya terhadap dirinya, dukungan sosial teman sebaya ini membawa pengaruh terhadapa arah perkembangan individu itu sendiri [17]. Pada rentang usia anak-anak misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Ickes dkk (2016) mengatakan bahwa dukungan sosial teman sebaya pada anak usia 2-6 tahun akan mempengaruhi tumbuh kembang anak secara kognitif, anak denganxdukungan sosialxteman sebaya yangxbaik akan lebihxpercaya diri atas dirinya dan lebih bahagia. Sedangkan anak yang tumbuh dengan dukungan sosial teman sebaya yang tidak baik akan memiliki pengalaman traumatik dalam kehidupan selanjutnya. Pada rentang usia lain misalnya pada tahap usia lansia, penelitian yang dilakukan oleh Moatamedy [18] bahwa dukungan sosial teman sebaya berperan penting terhadap kesejahteraan psikologis para lansia, hal ini berdampak langsung terhadap kesehatan mental dan fisik lansia. Melalui penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial teman sebaya yang baik pada lansia membawa lansia pada tingkat kesehatan yang lebih baik dikarenakan stress management yang berjalan dengan baik.
Jenis kelamin subjek juga memberikan pengaruh terhadap pola dukungan sosial teman sebaya yang dibutuhkan. Penelitian yang dilakukan oleh Moatamedy [18] melalui penelitiannya dengan rasio subjek berjenis kelamin laki-laki dan perempuan 1:1 menyimpulkan bahwa bentuk terdapat perbedaan kebutuhan dukungan dimana dukungan emosional lebih dibutuhkan oleh perempuan dibandingkan laki-laki yang lebih membutuhkan dukungan guna menyelesaikan permasalahan yang ada problem-oriented. Faktor lain yang memiliki pengaruh adalah pendidikan terakhir dimana semakin tinggi pendidikan terakhir seseorang akan sejalan dengan bagaimana ia mampu menjalin hubungan sosial secara baik dengan orang lain, hal ini berdampak terhadap dukungan sosial teman sebaya yang muncul terhadap dirinya [18]
Melalui kategorisasi skor terdapat 15 subjek pada kategori memiliki dukungan sosial teman sebaya dari teman sebaya pada tingkat sangat rendah. Pada kategori rendah terdapat 43 subjek atau 28% dari jumlah responden. Pada tingkat dukungan sosial teman sebaya sedang menjadi kategori paling banyak dengan 47 subjek atau 31% dari keseluruhan total responden, sedangkan pada kategori tinggi dan sangat tinggi masing-masing terdapat 36 dan 11 subjek lansia. Pada skor untuk kategori kesejahteraan psikologis terdapat 14 subjek lansia dalam kategori sangat rendah. Pada kategori rendah terdapat 42 lansia, dan terdapat 50 subjek dengan skor kategori sedang atau 33% dari jumlah keseluruhan responden. Sedangkan pada kategori tinggi dan sangat tinggi masing-masing terdapat 36 dan 10 subjek lansia.
Hasil pengujian dapat di simpulkan bahwa secara umum dukungan sosial teman sebaya kepada para lansia dalam berbagai bentuk baik secara motivasi, bantuan, informasi, hingga kebutuhan lain akan keseharian berdampak terhadap kesejahteraan psikologis lansia. Aktivitas lingkungan sosial yang dilakukan secara bersama-sama memaksa para lansia untuk mampu beradaptasi secara baik untuk menjadi bagian dari komunitas sosial di Griya Wreda Jambangan Surabaya. Bentuk dukungan yang didapatkan baik oleh teman sebaya maupun para perawat dirasa cukup baik hal ini dibuktikan dengan kategorisasi skor pada tingkat sedang dan tinggi yang cukup banyak.
Berdasarkan hasil uji hipotesa, diperoleh hasil koefisien korelasi sebesar 0,999 yang mendekati angka 1 dengan taraf signifikansi p = 0,000 < 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara tingkat dukungan sosial teman sebaya lansia dengan tingkat kesejahteraan yang dimilikinya. Korelasi positif yang signifikan dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat dukungan sosial teman sebaya lansia di Griya Wreda Jambangan Surabaya maka akan sejalan dengan semakin tingginya tingkat kesejahteraan psikologis yang dimilikinya, hal sebaliknya juga berlaku apabila tingkat dukungan sosial teman sebaya lansia rendah maka akan sejalan dengan tingkat kesejahteraan psikologis yang dimilikinya. Hasil tersebut memenuhi kriteria pada Hipotesis yang diajukan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara dukungan sosial teman sebaya terhadap kesejahteraan psikologis lansia di Griya Wreda Jambangan Surabaya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Novita, [9] yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial teman sebaya dengan kesejahteraan psikologis seseorang. Merujuk pada teori kesejahteraan psikologis oleh Ryff [12] bahwa kesejahteraan psikologis merupakan inner concept yang dirasakan oleh seseorang sebagai respon terhadap lingkungan sekitarnya yang mengarah pada pengungkapan perasaan pribadi secara positif sebagai hasil dari pengalaman yang otentik. Hal tersebut dapat terjadi apabila lingkungan sekitarnya mampu memberikan dampak scara positif terhadap orang tersebut melalui dukungan dan motivasi yang baik. sedangkan dukungan sosial teman sebaya merupakan bentuk bantuan yang diberikan sebagai bentuk kepedualian dan keakraban dalam suatu hubungan sosial yang meliputi aspek persetujuan, esteem, informasi, penghargaan, emosi, dan penilaian abgi seseorang kepada orang lain yang dimaknai secara khusus [9]
Hasil analisis penelitian juga selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Millatina & Yanuvianti [19] yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial teman sebaya dengan kesejahteraan psikologis. Hasil penelitian lain yang sejalan juga dilakukan oleh Astriana, dkk [20] Astriana, dkk [20] yang menyebutkan bahwa dukungan sosial teman sebaya dan penerimaan secara baik serta positif membawa seseorang individu mampu menerima dirinya secara lebih baik, melewati pengalaman yang kelam sehingga muncul persepsi positif dari individu tersebut terhadap dirinya guna menjadi pribadi yang lebih positif.
Dukungan sosial teman sebaya dapat dipenuhi dari lingkungan sosial dengan berbagai bentuk hubungan yang timbul baik itu persahabatan, keluarga, teman, hingga hubungan antara pasien dengan perawat. Dukungan memiliki pengaruh yang besar dalam menggerakkan rasa dan pikiran seseorang, dimana dukungan dan lingkungan yang lebih positif akan menarik seseorang untuk turut menjadi bagian dari lingkungan sosial yang positif itu pula, hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Darojah [21] yang menyimpulkan bahwa dukungan sosial teman sebaya yang baik terhadap para pengguna narkoba akan menggerakkan rasa dan pikiran para pengguna narkoba untuk mampu melwati situasi yang sulit guna menjalani kehidupan kembali yang normal.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain terbatasnya jumlah subjek yang ada di Griya Wreda Jambangan Surabaya. Keterbatasan selanjutnya adalah penelitian ini hanya mengukur pada variabel dukungan sosial teman sebaya terhadap kesejahteraan psikologis lansia. Selain itu, keterbatasan lain dalam penelitian ini hanya menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif yakni melalui analisa data yang kemudian di interpretasikan, sehingga tidak mampu melihat lebih mendalam dinamika psikologis para lansia utamanya terhadap apa yang ia rasakan berkaitan dengan kesejahteraan psikologis dirinya.
Simpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan terkait dengan pengaruh antara dukungan sosial teman sebaya terhadap kesejahteraan psikologis lansia di Griya Wreda Jambangan Surabaya, dapat diperoleh kesimpulan Melalui hasil uji korelasi product moment didapatkan hasil 0,931** atau mendekati 1. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang kuat antara dukungan sosial teman sebaya seseorang terhadap kesejahteraan psikologisnya. Merujuk pada nilai signifikansi dimana 0,000 < 0,05 artinya Ha diterima yakni terdapat hubungan antara dukunganxsosial temanXsebaya denganxkesejahteraan psikologis lansia, dimana semakinxtinggi tingkat dukungan sosial teman sebayaxyang diterimaxoleh lansia maka semakinxtinggi pulaxkesejahteraan psikologisxyangxdimilikinya
Berdasarkan nilai Adjusted R Square pada pengujian yang dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil 56,6% dimana dukungan sosial teman sebaya secara dominan berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis seseorang, sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel yang sedang diteliti oleh peneliti
References
- Annisa, D., & Ifdil. “Konsep Kecemasan (Anxiety) Pada Lanjut Usia (Lansia)”. Jurnal Konselor Universitas Padang, 5(2), 93-99. 2016
- Lubis, Namora Lamongga, M.Sc. “Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik,” Jakarta : Kencana. 2011
- Junaidi, Dr. Iskandar. “Stroke Waspadai Ancamannya”. Yogyakarta: C.V Andi Ofset. 2011
- Stanley, M., & Beare, P. G. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC. 2006
- Christie, Yohana, Hartanti, & Nanik. “Perbedaan Kesejahteraan Psikologis Pada Wanita Lajang Ditinjau Dari Tipe Wanita Lajang”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol. 2, No. 1. 2013
- Ramadhani Tia, Djunaedi D., Sismiati Atiek: “Kesejahteraan Psikologis siswa yang orang tuanya Bercerai”. Jakarta: Insight, 2016
- Ariyani, R. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Trimester III Di Wilayah Kerja Puskesmas Mojolaban Kabupaten Sukoharjo”. 2016
- Putri, Putu Novia Arya., Rustika, I Made: ”Peran Pola Asuh Autoritatif, Efikasi Diri, Dan Perilaku Prososial Terhadap Kesejahteraan Psikologis Pada Remaja Akhir Di Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana”. Bali: Jurnal Psikologi Udayana. 2017
- Hardjo, Suryani & Novita, Eryanti: ”Hubungan Dukungan Sosial dengan Psychological Well-being pada Remaja Korban Sexual Abuse”. Medan: Analitika, 2015.
- Liwarti, L. “Hubungan Pengalaman Spiritual Dengan Psychological Well Being Pada Penghuni Lembaga Pemasyarakatan”. Junal SAINS dan Praktik Psikologi, 1(1), 77–88. 2013.
- Jannah. C. ”Dukungan Sosial Teman Sebaya Dengan Kesejahteraan Psikologis Pada Remaja Santriwati Penghafal Qur’an Di Pondok Pesantren Buq Demak”. Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Skripsi. 2018
- Simanjuntak, L. S., & Sulistyaningsih, W. ”Perbedaan Kesejahteraan Psikologis Lansia Ditinjau Dari Bentuk Dukungan Teman Sebaya”. Jurnal Pemikiran & Penelitian Psikologi, 12(3), 59-73. 2018
- Hanapi, I., & Agung, I. M. "Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Self Efficacy dalam Menyelesaikan Skripsi pada Mahasiswa". Jurnal RAP (Riset Aktual Psikologi Universitas Negeri Padang), 9(1), 37-45. 2018
- Pratiwi, Yusnia. Pengaruh "Dukungan Sosial terhadap Kualitas Hidup Lanjut Usia di Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA) Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan". Jakarta. 2015
- Prabowo, A. "Kesejahteraan Psikologis Remaja Di Sekolah". Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 4(2), 246-260. Bandung. 2017
- Sugiyono. "Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D". Bandung: Alfabeta. 2017
- Ickes, W. Empathic accuracy: Judging thoughts and feelings. In J. A. Hall, M. S. Mast, & T. V. West (Eds.), The social psychology of perceiving others accurately (pp. 52–70). Cambridge University Press. 2016
- Moatamedy, Abdullah: "Prediction of Psychological Well-Being of the Elderly Based on the Power of Stress Management and Social Support". Iran. AGEING. 2018
- Millatina Azka, & Yanuvianti, Milda: "Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Psychological Well-being pada Wanita Menopause (di RS Harapan Bunda Bandung)". Bandung. 2015
- Astriana, M., Budiman, A., & Dwarawati, D. "Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being Pada Penyalahgunaan NAPZA Di Inabah 20 Putra Pondok Pesantren Suralaya Kabupaten Tasikmalaya". Prosiding Psikologi. 3(2). 694-698. 2017
- Darojah, Z. "Pendekatan Family Support Group Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan NAPZA Di Panti Sosial Parmadi Putra "Sehat Mandiri" Yogyakarta. Skripsi. 2008