Abstract
This research is motivated by the phenomenon of stress academic experience experienced by students of Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Sidoarjo. This study aims to determine the relationship between emotion regulation and academic stress achievement of the students of Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Sidoarjo. This research belongs to the type of quantitative research with a correlational approach. This research was conducted at Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Sidoarjo, East Java. The population in this study amounted to 1368 students, so from the calculation using the Slovin formula the sample used was 309 students who were taken using stratified random sampling technique. Data collection in this study used two psychological scales, namely the emotional regulation scale from the aspect of emotion regulation and obtained a reliability coefficient value of (α) 0.868 [1]. Scale academic stress from the aspect of academic stress and obtained a reliability coefficient value of (α) 0.920 [2]. Analysis of the data in this study using Pearson's Correlations and the analysis process using the JASP program version 0.13.1.0 for windows. The results showed that the value of r = -0.506 and p value = 0.001 where 0.001 <0.05, which means that there is a significant negative relationship between emotional regulation variables and academic stress in Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Sidoarjo students. It is known that the value of r = -0.506, which means that the magnitude of the effect of emotional regulation on academic stress is quite large with a value of r = -0.506.
Pendahuluan
Masa pandemi Covid-19 saat ini menjadi salah satu masalah kesehatan utama bagi setiap individu di berbagai negara, termasuk pula di Indonesia. Hal ini menyebabkan pemerintahan di beberapa negara menerapkan sistem lock down. Lock down sendiri yakni situasi ketika semua kegiatan yang terjadi di masyarakat diberhentikan sementara waktu supaya penyebaran penularan virus corona bisa diminimalisir [3] . Adanya kondisi tersebut membuat beberapa negara membuat suatu kebijakan baru, dimana kebijakan yang diterapkan oleh beberapa negara termasuk salah satunya di Indonesia yakni dengan menonaktifkan semua kegiatan pendidikan untuk sementara waktu. Hal ini kemudian mengharuskan pemerintah beserta lembaga terkait memberikan alternatif kegiatan pembelajaran untuk siswa yang belum bisa melakukan kegiatan belajar di lembaga pendidikan masing - masing. Kondisi pandemi saat ini menuntut pendidik untuk melakukan inovasi - inovasi baru dengan mengubah sistem pembelajaran yang sebelumnya tatap muka menjadi pola pembelajaran tanpa tatap muka atau daring. Aktivitas pendidikan dilaksanakan secara jarak jauh. Berbagai macam aplikasi dapat dipergunakan oleh siswa agar membantu mereka saat mengerjakan tugas, melaksanakan proses pembelajaran serta kegiatan sekolah secara online. Tetapi tak dapat dipungkiri bahwa masih terdapat beberapa hambatan yang muncul pada proses pembelajaran itu dilaksanakan secara daring. Beberapa hambatan yang dialami oleh siswa yakni seperti kurangnya jaringan internet yang memadai, paket internet habis, pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, serta berbagai tugas sekolah yang belum terselesaikan. Berbagai macam tuntutan akademik yang harus dihadapi oleh para siswa sehingga mengakibatkan mereka mengalami stres akademik [3] .
Banyaknya fenomena stres akademik yang marak terjadi pada siswa disaat pandemi ini kemudian menjadi sebuah perhatian dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Hasil dari survei KPAI sepanjang pandemi perihal kegiatan pembelajaran secara online di 20 provinsi serta 54 kabupaten atau kota menyebutkan 73,2% pelajar dari 1.700 subjek, atau 1.244 pelajar, mengungkapkan bahwa mereka merasa keberatan dengan tugas yang diberikan oleh guru. Sebanyak 1.323 pelajar dari semua jumlah populasi mengatakan bahwa mereka kesulitan dalam pengumpulan tugas, disebabkan guru mewajibkan para murid mengumpulkan tugasnya dengan jangka tempo yang cukup terbatas [4].
Stres akademik yakni stres yang dipicu oleh academic stressor [5]. Academic stressor yaitu stres yang dirasakan oleh peserta didik yang diakibatkan dari kegiatan proses belajar serta beberapa hal yang terkait pada aktifitas pembelajaran misalnya tuntutan agar naik kelas, waktu dalam belajar, banyaknya tugas dari sekolah, mendapat nilai ujian, keputusan dalam memilih karir serta kecemasan dalam menghadapi ujian. Stres akademik merupakan kondisi ataupun situasi ketika terdapat ketidaktepatan antara tuntutan lingkungannya dengan sumber daya aktual yang ada pada peserta didik kemudian hal ini mengakibatkan para siswa merasa keberatan dengan bermacam - macam tekanan serta tuntutan di bidang akademik [5].
Stress akademik yang tidak dapat dikendalikan akan berpengaruh pada perasaan, pikiran, reaksi fisiologis, serta perilakunya [6]. Misalnya ; a) secara kognitif (pemikiran) yakni sulitnya untuk fokus pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung, sulitnya menghafal materi sekolah atau gampang lupa, kesulitan dalam mendalami materi belajar, berpikiran negatif kepada diri sendiri serta lingkungan sekelilingnya; b) secara afektif : timbulnya kecemasan yang berlebih, sensitif, kesedihan dan kemarahan; c) secara fisik: lemas, pucat serta merasa tidak sehat, gemetar, sakit perut, sakit kepala, serta keringat dingin; d) akibat tingkah laku yang dimunculkan seperti: membantah, berbicara kotor, mengolok - olok, menunda - nunda saat mengerjakan tugas, rasa malas, dan ikut andil pada aktifitas mencari hiburan atau kesenangan yang berlebihan serta beresiko.
Fenomena stres akademik ini juga diperkuat dengan hasil wawancara yang telah dilakukan pada siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Sidoarjo. Peneliti telah melakukan wawancara dengan dua siswa dan menunjukkan bahwa ada stres akademikyang terjadi pada siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Sidoarjo. Hal ini ditunjukkan karena adanya gejala - gejala yang muncul pada beberapa siswa tersebut, seperti munculnya rasa sakit kepala, pusing, dan adanya rasa gelisah. Seseorang yang berada pada kondisi stres maka akan mengalami gejala emosional ataupun gejala fisik [5]. Jika melihat dari beberapa gejala diatas dimana subjek mengalami sakit kepala, pusing dan munculnya rasa gelisah pada diri subjek maka apa yang dialami oleh kedua subjek tersebut termasuk dalam gejala emosional dan juga fisik.
Faktor yang dapat mempengaruhi kondisi stres akademik terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal [7]. Faktor internal misalnya hardiness, self-efficacy, motivasi berprestasi, serta prokrastinasi, sedangkan untuk faktor eksternal terdiri dari dukungan sosial orangtua. Salah satu faktor yang mempengaruhi stres akademik salah satunya adalah regulasi emosi [8]. Regulasi emosi menjelaskan bahwa individu dapat mengurangi, meningkatkan ataupun mempertahankan emosi, yang artinya siswa mampu menyesuaikan emosi yang muncul akibat stres akademik yang dialami dan dapat menyalurkannya ataupun mempertahankannya sesuai dengan keadaan yang tepat untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai.
Regulasi emosi yaitu keadaan dimana seseorang mampu untuk mengontrol, mengevaluasi, serta memodifikasi reaksi emosinya untuk menggapai suatu tujuan [9]. Pendapat lain menyatakan bahwa regulasi emosi yaitu suatu cara dalam mengatur emosinya atau cara seseorang mengalami serta menyatakan emosinya yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam mencapai tujuannya [10].
Berdasarkan beberapa paparan diatas bahwa adanya regulasi emosi pada individu akan berperan penting terhadap tinggi rendahnya stres akademik yang dialami oleh siswa. Regulasi emosi dapat mengungkap bahwa seseorang tersebut mampu untuk mengurangi, meningkatkan maupun mempertahankan emosinya, tergantung bagaimana tujuan dari seseorang tersebut [8]. Artinya para siswa sanggup untuk mengelola emosi yang ditimbulkan oleh stres akademik serta mampu menyalurkan atau menjaga emosinya sesuai dengan kondisi yang tepat dalam menggapai tujuan yang diinginkan, contohnya seperti mengurangi emosi negatif seperti rasa sedih, marah ataupun cemas, ataupun memunculkan emosi yang positif misalnya rasa sayang, minat, serta kegembiraan..
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian ini memakai teknik pendekatan korelasional. Penelitian korelasional yaitu penelitian yang menghubungkan antara dua variabel ataupun lebih dalam sebuah populasi [2].
Subjek yang dijadikan responden pada penelitian ini yaitu peneliti mengambil populasi siswa yang menempuh pendidikan di MAN 1 Sidoarjo sebanyak 1.368 siswa, dengan rincian untuk kelas X 456 siswa, kelas XI 456 siswa, dan kelas XII 456 siswa. Berdasarkan rumus Slovin, diketahui jumlah populasi 1368 siswa dengan nilai kritis kesalahan pengambilan sampel a 5% dan didapatkan jumlah sampel sebesar 309 siswa. Teknik yang digunakan yakni proportionate stratified random sampling. Teknik proportionate stratified random sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak serta berstrata secara proporsional [8].
Skala yang ada dalam penelitian ini disusun meggunakan skala Likert. Penelitian ini mengunakan dua skala, yaitu skala regulasi emosi dengan menggunakan aitem yang telah disusun berdasarkan empat aspek dalam regulasi emosi yakni Strategi regulasi emosi (Strategies to emotion regulation), Tujuan regulasi emosi (enganging in goal directed behavior), Kontrol diri (control emotional responses), Penerimaan diri terhadap respon emosi (acceptance of emotional response) [1]. Sedangkan skala stres akademik yang disusun mengacu pada aspek - aspek stres akademik yang dikemukakan oleh yaitu fisikal, emosional, intelektual, interpersonal [2].
Berdasarkan hasil uji validitas maka dapat ditentukan jumlah aitem yang valid yaitu : (a) skala regulasi emosi memperoleh aitem yang valid berjumlah 16 butir aitem, sedangkan 6 butir aitem dinyatakan tidak valid yakni aitem nomor 1, 2, 3, 6, 7 dan 9. Skor validitas berkisar antara 0.258 – 0.771. (b) Skala stres akademik memperoleh aitem yang valid berjumlah 25 butir aitem. Skor validitas berkisar antara 0.296 – 0.733 sedangkan 5 butir aitem dinyatakan tidak valid. Aitem yang tidak valid yaitu aitem 14, 15, 27, 28 dan 30.
Berdasarkan hasil uji reliabilitas diperoleh hasil bahwa reliabilitas pada skala regulasi emosi sebesar 0,868 dan reliabilitas pada skala stres akademik sebesar 0,920. Hasil dari kedua skala pada penelitian ini menunjukkan koefisien reliabilitas angka mendekati 1,00 maka dapat dinyatakan reliabel sebagai instrumen pengumpulan data.
Hasil dan Pembahasan
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai signifikansi (p)=0, 200c,d. Dengan hal ini asumsi normalitas terpenuhi dan dapat dikatakan bahwa data terdistribusi secara normal yang dimana nilai signifikansi lebih dari 0,05 (0, 200 > 0,05).
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Berdasarkan tabel uji linieritas pada kolom deviation from linearity menunjukkan nilai signifikansi (p) sebesar 0, 567 yang berarti nilai signifikansi (p) > 0,05 (0,567>0,05) maka dapat dikatakan bahwa data regulasi emosi dan stres akademik memiliki hubungan yang linear.
ANOVA Table
Berdasarkan tabel uji hipotesis diketahui hasil koefisien korelasi rxy = -0,506 dengan nilai signifikansi 0,001. dan nilai tersebut < 0,05 yang artinya ada hubungan signifikan antara variabel regulasi emosi dengan stres akademik. Diketahui nilai r sebesar -0.506 *** dan bernilai negatif, maka arah hubungan antara regulasi emosi dengan stres akademik negatif. Sehingga dapat diartikan bahwa ada hubungan negatif antara regulasi emosi dengan stres akademik pada siswa MAN Sidoarjo. Semakin tinggi regulasi emosi maka semakin rendah stres akademik yang dialami oleh siswa. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah regulasi emosi maka semakin tinggi stres akademik yang dialami oleh siswa.
Berdasarkan hasil dari tabel besaran efek dari Dr Mark Goss-Sampson [11] diketahui nilai besaran efeknya yaitu (-0.506) dan tergolong besar.
Berdasarkan hasil tabel kategori skor subjek diatas, maka dapat diambil kesimpulan mengenai skala regulasi emosi yaitu, terdapat 24 siswa berada pada golongan yang rendah, 230 siswa berada pada golongan yang sedang, dan 55 siswa berada pada golongan yang tinggi.
Pada skala stres akademik hasil dari kategorisasi subjek berdasarkan tabel diatas yaitu, terdapat 51 siswa berada pada golongan yang rendah, 210 siswa berada pada golongan yang sedang, serta 48 siswa berada pada golongan yang tinggi. Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa MAN Sidoarjo memiliki tingkat regulasi emosi yang sedang dan tingkat stres akademik yang cenderung sedang.
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisa diatas maka hasil uji analisis data penelitian didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar -0.506 dengan taraf signifikansi sebesar 0,001. Dimana 0,001 < 0,05 yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel regulasi emosi dengan stres akademik. Diketahui nilai besaran efeknya besar dengan nilai (-0.506) serta bernilai negatif, maka arah hubungan antara regulasi emosi (x) dengan stres akademik (y) adalah negatif. Artinya, terdapat korelasi negatif antara regulasi emosi dengan stres akademik pada siswa MAN Sidoarjo, sehingga semakin tinggi regulasi emosi maka semakin rendah stres akademik yang dialami siswa. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah regulasi emosi maka semakin tinggi stres akademik yang dialami oleh siswa.
Pada tabel kategorisasi skor subjek skala regulasi emosi terdapat 24 siswa berada pada golongan rendah, 230 siswa berada pada golongan yang sedang, dan 55 siswa berada pada golongan yang tinggi. Pada skala stres akademik terdapat 51 siswa berada pada golongan yang rendah, 210 siswa berada pada golongan yang sedang, serta 48 siswa berada pada golongan yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa siswa MAN Sidoarjo memiliki tingkat regulasi emosi dan tingkat stres akademik yang cenderung sedang.
Berdasarkan penelitian terdahulu tentang “Hubungan Antara Regulasi Emosi dengan Stres Akademik pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo” menjelaskan bahwa regulasi emosi memiliki korelasi yang signifikan dengan stres akademik, dan mahasiswa dengan regulasi emosi yang baik lebih mampu untuk mengelola emosinya dan memanfaatkan secara produktif sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi stres akademik yang dialami oleh subjek [8].
Stres akademik merupakan situasi dimana individu tidak mampu untuk menerima atau melewati tuntutan akademik serta mempersepsikannya sebagai sebuah gangguan [3] . Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan bahwa subjek penelitian mengalami beberapa gelaja stres akademik yang ditandai dengan munculnya rasa sakit kepala, pusing, dan rasa gelisah. Hal ini juga diperkuat pada saat peneliti melaksanakan kegiatan survey awal kepada subjek penelitian bahwa sebanyak 71% siswa mengalami stres akademik dengan gejala pada aspek emosional yang ditandai dengan adanya rasa gugup serta cemas yang berlebih pada saat akan menghadapi ujian.
Ciri-ciri stres akademik ditandai dengan munculnya gejala – gejala baik berupa fisik maupun emosional. Siswa yang mengalami stres akademik secara emosional akan mengalami gejala yang ditandai dengan adanya rasa gelisah atau cemas, sedih atau depresi karena adanya tuntutan akademik, kemudian siswa yang mengalami stres akademik secara fisik akan ditandai dengan adanya gejala seperti sakit kepala, pusing, tidur tidak teratur, susah tidur [5].
Faktor yang memengaruhi stres akademik terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal [7]. Pendapat lain menambahkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya stres akademik adalah regulasi emosi [8].
Seseorang yang memiliki regulasi emosi yang baik akan mampu untuk mengontrol emosinya dan mengendalikannya sehingga ia dapat mengurangi, meningkatkan ataupun mempertahankan emosinya dan menyesuaikan emosi sehingga tidak akan terjadi stres akademik. Regulasi emosi merupakan sebuah kapasitas seseorang dalam mengontrol serta menyesuaikan emosi yang muncul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan [1]. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa mayoritas subjek dalam penelitian ini memiliki regulasi emosi yang sedang. Artinya sebagian besar siswa yang mengalami stres akademik mampu untuk mengendalikan serta menyesuaikan emosi negatif yang timbul akibat adanya tuntutan – tuntutan akademik dalam kegiatan pembelajarannya.
Seseorang yang mampu untuk mengontrol emosi yang dirasakan serta mengontrol kembali respon emosi yang ditunjukkan baik dari respon fisik maupun tindakan intelektual yang dimilikinya, maka individu tersebut tidak akan merasakan emosi secara berlebihan serta akan menampilkan respon emosi yang tepat sehingga tidak mengarah pada gejala stres akademik tersebut. Individu yang mampu dalam mengatur strategi emosinya akan lebih mengetahui serta memahami proses yang ada di dalam dirinya, pikirannya, perasaannya, serta penyebab dari perilakunya, sehingga ia akan mampu untuk mengurangi emosi negatif dalam diri individu tersebut [12].
Regulasi emosi yang baik pada diri seseorang juga akan mengurangi efek negatif yang sebabkan oleh stres akademik [8]. Individu yang mempunyai regulasi emosi yang baik akan membantunya untuk mengubah pikiran negatif menjadi positif. Individu yang memiliki kemampuan untuk menentukan tujuan regulasi emosinya (enganging in goal directed behavior) maka ia juga akan mampu untuk berfikir lebih rasional dan tidak terpengaruh oleh emosi negatifnya, meskipun pada mulanya individu tersebut kehilangan kontrol dengan emosi yang dirasakannya khususnya emosi negatif [10].
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi memungkinkan siswa untuk lebih tau serta mengerti terhadap emosinya tentang gejala – gejala stres yang memungkinkan terjadi pada dirinya. Seseorang yang mempunyai regulasi emosi yang baik akan membantunya untuk mengubah pikiran negatif menjadi positif [10]. Individu yang memiliki kemampuan untuk menentukan arah regulasi emosinya maka ia juga akan mampu untuk berfikir lebih rasional dan tidak terpengaruh oleh emosi negatifnya, meskipun pada awalnya seseorang kehilangan kontrol atas emosi yang dirasakannya khususnya emosi negatif yang dalam hal ini berupa stres akademik. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi regulasi emosi yang terjadi pada siswa maka semakin rendah kondisi tingkat stres akademik yang dialaminya. Begitu juga sebaliknya semakin rendah regulasi emosi yang dimiliki oleh siswa maka semakin tinggi pula resiko stres akademik yang akan dialaminya.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti hanya terbatas pada mengungkap hubungan antara variabel regulasi emosi dengan stres akademik. Dan masih banyak variabel yang dapat mempengaruhi stresakademik seperti prokrastinasi, self-efficacy, ataupun hardiness yang dapat mempengaruhi terhadap variabel stres akademik. Keterbatasan berikutnya adalah kegiatan penyebaran kuesioner penelitian ini dilakukan dengan menggunakan google form dikarenakan masih dalam peralihan masa pandemi dan pembelajaran masih dilakukan dengan menggunakan daring.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian bahwa hipotesis diterima, artinya ada hubungan negatif regulasi emosi dengan stres akademik pada siswa MAN Sidoarjo. Pada hasil uji asumsi diatas didapatkan hasil data regulasi emosi dengan stres akademik yang berdistribusi normal serta memiliki hubungan yang linier. Hasil uji hipotesis dengan menggunakan korelasi pearson’s menunjukkan hasil koefisien korelasi sebesar -0.506 dengan taraf signifikansi sebesar 0,001 < 0.05. Sehingga bisa diartikan ada korelasi negatif yang sangat signifikan antara regulasi emosi dengan stres akademik pada siswa MAN Sidoarjo. Diketahui nilai besaran efek regulasi emosi terhadap stres akademik dengan nilai r = -0,506 yaitu tergolong besar.
References
- D. Risyana, “Hubungan antara regulasi emosi dan perilaku cyberbullying pada remaja,” Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2019.
- I. Juwita, “Hubungan adversity quotient dan self efficacy dengan stres pada mahasiswa prodi bimbingan dan konseling islam (BKI) IAIN Langsa,” Universitas Medan Area, 2017.
- A. C. P. Harahap, D. P. Harahap, and S. R. Harahap, “Analisis tingkat stres akademik pada mahasiswa selama pembelajaran jarak jauh dimasa covid-19,” J. Kaji. Konseling dan Pendidik., vol. 3, no. 1, pp. 10–14, 2020, doi: https://doi.org/10.30596/bibliocouns.v3i1.4804 Received.
- R. Hidayat, “Stres, Burnout, Jenuh: Problem Siswa Belajar Daring Selama COVID-19,” tirto.id, 2020. https://tirto.id/stres-burnout-jenuh-problem-siswa-belajar-daring-selama-covid-19-f3ZZ.
- M. Barseli, I. Ifdil, and N. Nikmarijal, “Konsep stres akademik siswa,” J. Konseling dan Pendidik., vol. 5, no. 3, pp. 143–148, 2017, doi: https://doi.org/10.29210/119800.
- F. Nurmaliyah, “Menurunkan stres akademik siswa dengan menggunakan teknik self-instruction,” J. Pendidik. Hum., vol. 2, no. 3, pp. 273–282, 2014, [Online]. Available: http://journal.um.ac.id/index.php/jph.
- N. M. Yusuf and J. M. Yusuf, “Faktor-faktor yang mempengaruhi stres akademik,” Psyche 165 J., vol. 13, no. 2, pp. 235–239, 2020, doi: 10.33023/jikep.v5i1.217.
- A. R. Kadi, H. Bahar, and I. S. Sunarjo, “Hubungan antara regulasi emosi dengan stres akademik pada mahasiswa fakultas kedokteran universitas halu oleo,” Sublimapsi, vol. 1, no. 2, pp. 1–10, 2020.
- M. Mawardah and M. Adiyanti, “Regulasi emosi dan kelompok teman sebaya pelaku cyberbullying,” J. Psikol., vol. 41, no. 1, pp. 60–73, 2014, doi: 10.22146/jpsi.6958.
- A. C. Silaen and K. S. Dewi, “Hubungan antara regulasi emosi dengan asertivitas,” J. Empati, vol. 4, no. 2, pp. 175–181, 2015, [Online]. Available: https://scholar.google.co.id/Scholar?Hl=Id&As_Sdt=0%2C5&Q=Hubungan+Antara++Regulasi+Emosi+Dengan+Asertivitas&Btng=.
- M. A. Goss-Sampson, Analisis Statistik Menggunakan JASP: Buku Paduan Untuk Mahasiswa. 2019.
- P. sari Watianan, “Hubungan antara regulasi emosi dengan subjective well being pada mantan penderita kusta di dusun sumberglagah, mojokerto,” vol. 1, pp. 1–14, 2018, [Online]. Available: http://repository.untag-sby.ac.id/1415/8/JURNAL.pdf.