Abstract
This study aims to determine the relationship between conformity and cheating behaviour. The hypothesis of this study states that there is a positive relationship between conformity and cheating behaviour, with the assumption that the higher the conformity has, the higher the cheating behaviour, and conversely the lower the conformity has, the lower cheating behaviour. The participans of this study were 105 high school student in Gajah Mada School . The sampling technique used is disproportionate stratified random sampling. Data were obtained from a scale to measure conformity and cheating behavior. The calculation was performed using test requirements analysis (assumption), which consists of normality distribution test and linearity relationship test. Data were analyze by Product Moment Correlation with SPSS 20 for windows. The results of data analysis showed that the correlation coefficient was 0,659 (p<0.05). It showed that there is a positive relationship between conformity and cheating behaviour. These results indicate that the contributions of conformity variable to cheating behaviour was at 43,4 percent, while the remaining 56,6 percent is influenced by other factors not examined. Based on these results it is concluded that the hypothesis stating there is a positive relationship between conformity and cheating behaviour, is acceptable.
Introduction
Masa remaja merupakan sebuah masa dimana individu banyak berada di luar ruangan, berkumpul bersama dengan teman-teman sebayanya sebagai kelompok, maka dari itu dapatlah dimengerti bagaimana pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga.
Masa remaja merupakan masa dimana minat yang di bawa dari masa kanak-kanak cenderung berkurang dan digantikan oleh minat yang lebih matang (Hurlock, 2003).Juga karena tanggung jawab yang lebih besar yang harus dipikul oleh remaja yang lebih tua dan berkurangnya waktu yang dapat digunakan sesuka hati, maka remaja harus membatasi minatnya.
Minat remaja dibagi menjadi beberapa kriteria, diantaranya minat rekreasi, minat sosial, minat pribadi, minat pekerjaan, minat agama, minat pada simbol dan status, serta minat pada pendidikan.Besarnya minat remaja terhadap pendidikan sangat dipengaruhi oleh minat mereka pada pekerjaan. Biasanya, remaja akan lebih menaruh minat pada pelajaran-pelajaran yang nantinya akan berguna dalam bidang pekerjaan yang dipilihnya. Namun, ada juga remaja yang kurang berminat pada pendidikan. Remaja ini biasanya menunjukkan ketidaksenangan dengan berbagai cara, misalnya menjadi orang yang berprestasi rendah dan sering mencari cari alasan untuk berhenti bersekolah sebelum waktunya (Hurlock, 2003).
Umumnya generasi muda atau remaja kurang peduli terhadap persoalan lingkungan sekolahnya, berfikir instan dan sempit, ingin mendapatkan nilai tinggi tanpa bekerja keras hanya berfikir untuk saat ini saja. Ada beberapa kebutuhan-kebutuhan menurut konsep Murray (dalam Sumantri & Syaodih, 2001), kebutuhan yang dominan pada usia remaja disekolah yakni Need For Achievement adalah kebutuhan berprestasi yaitu kebutuhan untuk melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh, dorongan untuk mencapai hasil sebaik mungkin, melaksanakan tugas yang menuntut keterampilan dan usaha, dikenal otoritasnya, mengerjakan tugas yang sangat berarti, mengerjakan pekerjaan yang sulit sebaik mungkin, dorongan untuk menyelesaikan masalah rumit, dan ingin mengerjakan sesuatu lebih baik dari orang lain.
Jahja (2012) mengungkapkan bahwa jika kebutuhan dalam berprestasi tidak terpenuhi maka seperti adanya hambatan dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Mengenai masalah belajar yang terjadi pada siswa, biasanya kurang memiliki kebiasaan yang baik, seperti pengaturan waktu belajar, cara belajar yang baik di rumah maupun sekolah, dalam menyelesaikan tugas-tugas /PR, mempersiapkan diri pada saat ujian dan lain-lain.
Setiap ujian pasti ada penilaian, dengan adanya penilaian tersebut membuat para siswa berlomba-lomba untuk mendapatkan nilai yang sempurna dan nilai yang tertinggi diantara teman-teman sebayanya. Dalam pembelajaran di sekolah peserta siswa diajarkan untuk menerapkan perbuatan yang jujur, begitu pula dalam pelaksanaan ujian atau evaluasi.Namun selain siswa yang jujur pada kenyataannya terdapat pula beberapa siswa yang tidak jujur atau curang dalam mengerjakan evaluasi.Berikut contoh kasus siswa yang tidak jujur pada saat ujian nasional yang terjadi di daerah Sindang, Kabupaten Indramayu, Jawa Baratdi SMA PGRI 1. Kecurangan berlangsung pada tanggal 14 April 2015 saat para peserta ujian menghadapi soal mata pelajaran matematika. Para peserta ujian melakukan aksi curangnya dengan cara melempar kunci jawaban dan saling berkomunikasi dengan temannya. Para peserta ujian juga melihat lembar jawaban komputer milik peserta lainnya.Ada beberapa siswa yang memilih tidur-tiduran di tempat duduknya sambil menunggu waktu ujian berakhir.Sebagian siswa juga ada mondar-mandir, keluar-masuk ruang ujian dengan alasan ke toilet.Mereka meninggalkan ruangan secara bergantian dan di toilet mereka pun membagikan kunci jawaban.(www.okezone.com)
Peristiwa yang lebih ironis terjadi di Bone, Sulawesi Selatan, seorang siswa tampak santai mengeluarkan telepon genggam dari helmnya dan memindahkan jawaban tersebut ke lembar jawaban ujian.Tapi tidak semua pengawas membiarkan aksi siswa yang melakukan kecurangan tersebut.Ada beberapa siswa yang diketahui melakukan kecurangan langsung dibawa ke ruang pengawasan UN (Ujian Nasional).Ketika diperiksa, pengawas menemukan jawaban ujian di ponsel siswa dan sebagian lagi berupa gulungan kertas jawaban.(www.liputan6.com)
Kasus serupa pernah terjadi pada tanggal 14 April 2015 disalah satu SMA Negeri di Kota Semarang pada saat ujian nasional.Para siswa meski dilarang membawa alat komunikasi di dalam ruang ujian.Namun, ada beberapa siswa yang kedapatan guru pengawas menggunakan handphone untuk melakukan perbuatan curang.Pada saat pelaksanaan Ujian Nasional salah seorang siswa kedapatan melakukan kecurangan dengan mengunakan alat komunikasi berupa handphone yang diletakkan di dalam laci.Siswa ini mendapatkan kunci jawaban yang dikirim melalui pesan singkat di handphone.(www.beritajateng.net)
Kasus – kasus di atas juga diperkuat dengan hasil wawancara peneliti dengan Guru BK (Bimbingan Konseling) SMA Gajah Mada Medan bahwa banyak siswa melakukan perbuatan menyontek dengan cara menggunakan handphone yang diselipkan di kotak pensil yang di dalamnya sudah terdapat foto catatan atau bahan ujian, ada siswa yang langsung membuka catatannya dari dalam laci, menulis bahan ujian di meja dengan menggunakan pensil dan banyak siswa yang kedapatan membuatkan kopekan kecil. Banyak siswa yang menyontek karena lebih memilih untuk bermain game online maupun menggunakan sosial media yang berlebihan sehingga tidak ada kesiapan sebelum ujian dan ada yang sudah pasrah karena memang tidak mengerti pelajaran yang diajarkan gurunya.
Menurut Brait (dalam Hartanto, 2012), perilaku menyontek adalah meminta informasi atau jawaban dari orang atau teman lain memberikan ijin kepada orang lain untuk menyalin pekerjaan, menyalin tugas orang lain (plagiarizing). Bentuk menyontek dengan menggunakan bantuan teknologi dalam penelitian yang dilakukan oleh McCabe 2001 (dalam Hartanto, 2012) yang menyatakan bahwa 74 persen siswa pernah menggunakan dan memanfaatkan teknologi untuk menyontek.Siswa menyontek didorong oleh keinginan untuk mendapatkan nilai yang baik. Mereka berpikir bahwa dengan mendapatkan nilai yang baik, mereka akan mendapatkan masa depan yang lebih baik.
Merriam-Webster (dalam Hartanto, 2012) menyatakan bahwa perilaku menyontek sering dikaitkan dengan kecurangan karena dapat merugikan tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga orang lain. Menyontek adalah kegiatan menghilangkan nilai-nilai yang berharga dengan melakukan ketidakjujuran atau penipuan. Alhadza (2007) menyatakan bahwa tidak bisa disangkal bahwa menyontek membawa dampak negatif baik kepada individu, maupun bagi sekelompok siswa. Dampak negatif bagi individu akan terjadi apabila praktek menyontek dilakukan secara terus menerus sehingga menjurus menjadi bagian kepribadian seseorang. Selanjutnya, dampak negatif bagi siswa akan terjadi apabila kelompok siswa telah menjadi terlalu permisif terhadap praktek menyontek, sehingga akan menjadi bagian dari kebudayaan, dimana nilai-nilai moral akan terkuburkan dalam setiap aspek kehidupan dan pranata sosial.
Penelitian yang dilakukan oleh Miranda (2017) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku menyontek adalah konformitas. Apabila siswa jujur pada saat mengerjakan soal ujian sendiri, maka siswa tidak akan mengikuti tekanan dari kelompok untuk melakukan perbuatan curang pada saat ujian, karena siswa yang jujur dalam mengerjakan tugas tidak akan menghiraukan tekanan dari kelompok yang melakukan perbuatan tidak jujur pada saat ujian.
Konformitas menurut Kartono dan Gulo (2000) mengatakan bahwa konformitas adalah kecenderungan untuk dipengaruhi tekanan kelompok dan tidak menentang norma yang telah digariskan oleh kelompok. Baron dan Byrne (2005) mengemukakan bahwa konformitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma yang ada. Konformitas tidak hanya bertindak atau bertingkah laku seperti dilakukan tetapi juga terpengaruh bagaimana orang bertindak. Pengaruh sugesti kelompok mayoritas terhadap penilaian individu dalam keadaan kebersamaan itu besar apabila itu ragu-ragu dalam penilaiannya. Sugesti kelompok mayoritas tidak berpengaruh apabila individu dengan jelas mengetahui apa yang harus dilakukan. Pengaruh sugesti kelompok mayoritas akan diperkecil apabila terdapat pula sugesti dari kelompok minoritas dalam keadaan yang sama. (Solomon, dalam Baron & Byrne, 2005).
Berdasarkan hasil kajian literatur yang ada,terdapat beberapa peneliti dan ahli yang telah meneliti untuk menunjukkan bahwa perilaku menyontek mempengaruhi konformitas. Salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Rohana (2015) pada siswa SMP Bhakti Loa Janan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku menyontek siswa SMP Bhakti Loa Janan. Dengan adanya siswa lain yang melakukan perbuatan curang maka akan memudahkan seorang siswa untuk mengikuti tekanan dari kelompok teman sebaya untuk melakukan perilaku tidak jujur pada saat ujian.
Selain konformitas terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku menyontek yaitu berpikir positif dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Numayasari dengan Murusdi (2015) pada siswa kelas X SMK Koperasi Yogyakarta, membuktikan bahwa adanya hubungan negatif antara berpikir positif dengan perilaku menyontek, yang dapat diartikan jika siswa yang memiliki pikiran yang positif maka akan dapat menurunkan perbuatan curang dalam ujian. Self efficacy juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek, hal ini terbukti dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Hidayat dan Rozali (2015) pada mahasiswa Universitas Esa Unggul sebanyak 153 orang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara self efficacy dengan perilaku menyontek.
Berdasarkan uraian di atas, dengan melihat semakin banyaknya perilaku menyontek karena konformitas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Perilaku Menyontek Ditinjau dari Konformitas pada Siswa SMA Sekolah Gajah Mada Medan”.
Metode
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Gajah Mada Medan yang berjumlah 150 orang. Metode pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode disproportionate stratified random sampling. Sehingga jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 105 orang siswa di SMA Gajah Mada Medan.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pembagian skala, Skala dianggap menjadi alat yang tepat untuk mengumpulkan data karena berisi sejumlah pernyataan logis tentang pokok permasalahan dalam penelitian. Skala yang digunakan yaitu skala Perilaku Menyontek dan skala Konformitas.Jenis skala yang digunakan adalah skala Likert. Skala Perilaku Menyontek disusun oleh peneliti berdasarkan pengukuran dari Brown dan Choong (2003), diantaranya adalah flagrant cheating, collusion, dan insidious cheating. Skala Konformitas disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek konformitas yang dikemukakan oleh Sears (2009), yaitu kekompakkan dan kesepakatan.
engolahan data penelitian yang sudah diperoleh dimaksudkan sebagai suatu cara mengorganisasikan data sedemikianrupa sehingga dapat dibaca (readable) dan dapat ditafsirkan (interpretabel). Metode analisis data menggunakan korelasi Product Moment (Pearson Correlation) dengan bantuan SPSS 20 for windows untuk mengetahui bagaimana hubungan antara variable.
Results
Sebelum dilakukan analisis Product Moment (Pearson Correlation), data yang terkumpul terlebih dahulu ditentukan normalitas sebaran dan linieritas hubungannya.Dari uji normalitas dan uji linieritas diketahui bahwa hasilnya memenuhi asumsi tersebut.Hasil uji normalitas sebaran dan uji linieritas hubungan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 yaitu sebagai berikut.
Tabel 1.
Hasil Uji Normalitas
Tabel 2.
Hasil Uji Linieritas Hubungan
Hipotesis dalam penelitian ini adalah hubungan positif antara konformitas dengan perilaku menyontek pada siswa SMA Gajah Mada Medan.Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada Tabel 3 yaitu sebagai berikut.
Tabel 3.
Korelasi antara Perilaku Menyontek dengan Konformitas
Korelasi antara konformitas dengan perilaku menyontek, diperoleh koefisien korelasi Product Moment sebesar 0.659 dengan nilai p sebesar 0.000 (p < 0.05, Sig. 1 tailed). Hal ini menunjukkan adanya korelasi positif antara konformitas dengan perilaku menyontek.
Tabel 4.
Sumbangan Efektif
Berdasarkan Tabel 4, dapat disimpulkan sumbangan efektif yang dapat dilihat dari tabel R square sebesar 0,434. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa sumbangan 43,3 persen konformitas mempengaruhi perilaku menyontek dan selebihnya 56,6 persen dipengaruhi oleh faktor lain, seperti locus of control, berpikir positif, kepercayaan diri, harga diri, self efficacy, prokrastinasi akademik, minat belajar, dan konsep diri akademik.
Discussion
Hasil penelitian pada 105 siswa SMA Sekolah Gajah Mada Medan yang menjadi partisipan peneliti diperoleh bahwa ada hubungan positif antara konformitas dengan perilaku menyontek dengan koefisien korelasi product moment sebesar r = 0,659 dan p sebesar 0,000, artinya semakin tinggi konformitas yang dimiliki oleh individu maka perilaku menyontek juga semakin tinggi, dan sebaliknya semakin rendah konformitas maka semakin rendah perilaku menyontek.
Hasil penelitian yang menyatakan adanya hubungan antara perilaku menyontek dengan konformitas sejalan dengan pendapat Widyastuti, dkk (2015) menyatakan bahwa seseorang yang patuh terhadap tekanan dari teman sebaya maka akan cenderung melakukan perilaku menyontek. Sebaliknya seseorang yang memiliki konformitas teman sebaya yang rendah maka akan menurunkan perilaku menyontek.
Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Raharjo dan Marwanto (2015), menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konformitas dengan perilaku menyontek artinya semakin tinggi konformitas teman sebaya maka semakin tinggi perilaku menyontek. Sebaliknya, semakin rendah konformitas teman sebaya maka semakin rendah perilaku menyontek.
Pada penelitian ini diperoleh koefisien determinasi R square (R²) sebesar 0,434. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa konformitas mempengaruhi perilaku menyontek sebesar 43,4persen.
Conclusion
Berdasarkan hasil-hasil yang telah diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan adanya hubungan positif antara konformitas dengan perilaku menyontek pada siswa SMA Gajah Mada Medan artinya semakin tinggi konformitas seseorang, maka semakin tinggi perilaku menyontek, dan sebaliknya semakin rendah konformitas seseorang, maka semakin rendah perilaku menyontek.
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17
References
- A Alhadza., Masalah Menyontek (Cheating) Di Dunia Pendidikan. 2001.
- S Arikunto,, Prosedur Penelitian, edisi enam.. Jakarta: Rineka Cipta; 2006.
- S Azwar,, Penyusunan Skala Psikologi.. Pustaka Pelajar :Yogyakarta.; 2010.
- S Azwar,, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya.. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.; 2011.
- Baron, R.A.,, D Byrne,, Psikologi Sosial Jilid II Edisi Kesepuluh. Jakarta:Erlangga; 2005.
- Brown, B.S.,, P. Choong,, Identifying The Salient Dimensions of Student Cheating and Their Key Determinants in a PrivateUniversity. Journal of Business and Economics Research. 2003; 1(3)
- D. Hartanto,, Bimbingan dan Konseling Menyontek: Mengungkap Akar Masalah dan Solusinya. Jakarta: Penerbit Indeks; 2012.
- T Hidayat M., A Rozali Y., Hubungan Antara Self-Efficacy dengan Perilaku Menyontek Saat Ujian pada Mahasiswa Universitas Esa Unggul. Jurnal Psikologi. 2015; 13(1)
- E.B Hurlock,, Istiwidayati & Soedjwarwo. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.. Jakarta: Erlangga; 2003.
- Y Jahja,, Psikologi Perkembangan. Kencana. Jakarta; 2012.
- Kartono, K, Gulo, D, Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya; 2000.
- L.P Miranda,, Pengaruh Konformitas Teman Sebaya dan Minat Belajar terhadap Perilaku Menyontek pada Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Bontang. eJournal Psikologi. 2017; 5(1):39-51.
- K Nurmayasari, H Murusdi,, Hubungan Antara Berpikir Positif dan Perilaku Menyontek pada Siswa Kelas X SMK Koperasi Yogyakarta.. Jurnal Fakultas Psikologi. 2015; 3(1):8-15.
- Raharjo, P.G.P.,, A Marwanto,, Pengaruh Kepercayaan Diri dan Konformitas Teman Sebaya terhadap Perilaku Menyontek Siswa Kelas XI Jurusan Teknik Pengelasan. E-Jurnal Pendidikan Teknik Mesin. 2015; 3(4):225-261.
- Rohana Hubungan Self-Efficacy dan Konformitas Teman Sebaya terhadap Perilaku Menyontek Siswa SMP Bhakti Loa Janan. eJurnal Psikologi. 2015; 3(3):648-658.
- E., Taylor S., A Peplau L., O Sears D., Psikologi Sosial (Edisi Kedua Belas). Jakarta : Kencana Prenada Media Group.; 2009.
- R., Widyastuti,, R Fauzia,, S. Dewi, R.,, Hubungan Konformitas Teman Sebaya dengan Perilaku Menyontek di SMPI Sabilal Muhtadin Banjarmasin. Jurnal Ecopsy. 2015; 2(2):50-58.